MEDYKA, KOMPAS.TV - Perlakuan rasis, atau diskriminasi dan pelecehan berdasarkan warna kulit, terjadi kepada banyak warga Afrika di Ukraina yang berusaha mengungsi ke Polandia untuk menghindari dampak invasi Rusia ke Ukraina.
Pemerintah beberapa negara Afrika berjuang membantu warga negara mereka mengungsi dari invasi Rusia di Ukraina ketika muncul laporan tentang perlakuan rasis dan tidak adil terhadap warga mereka di perbatasan dengan Polandia.
Laporan tersebut, yang dibantah oleh pejabat Polandia dan Ukraina, mencoreng upaya evakuasi besar-besaran setengah juta warga sipil Ukraina dan dari berbagai belahan dunia menyeberang ke Uni Eropa.
Sementara beberapa orang Afrika berhasil meninggalkan Ukraina, France24 berbicara kepada beberapa siswa hari Minggu di stasiun kereta api Lviv di Ukraina barat.
Mereka mengatakan mendapat penolakan dari penjaga perbatasan Ukraina ketika mencoba untuk menyeberang ke Polandia.
“Mereka menghentikan kami di perbatasan dan memberi tahu kami bahwa orang kulit hitam tidak diizinkan (melintasi perbatasan ke Polandia). Tapi kami bisa melihat orang kulit putih melewatinya,” kata Moustapha Bagui Sylla, seorang mahasiswa dari Guinea, seperti dilaporkan France24, Selasa (1/3/2022).
Baca Juga: PBB: 64 Warga Sipil Tewas dan 160.000 Orang Lebih Mengungsi sejak Rusia Serbu Ukraina
Moustapha mengatakan dia melarikan diri dari kediaman di Kharkiv, kota terbesar kedua di Ukraina, segera setelah pemboman dimulai.
Seperti ribuan warga sipil Ukraina yang berebut mencapai perbatasan, pemuda Guinea itu mengatakan dia berjalan berjam-jam dalam suhu beku menuju desa perbatasan Polandia Medyka, hanya untuk diperintahkan balik badan dan kembali.
Siswa lain dari Nigeria menggambarkan pemandangan serupa di persimpangan perbatasan. Dia mengatakan kelompoknya, yang termasuk perempuan, dilarang masuk ke pos perbatasan bahkan ketika orang kulit putih diizinkan lewat.
“Mereka tidak akan membiarkan orang Afrika masuk. Orang kulit hitam tanpa paspor Eropa tidak bisa melintasi perbatasan. Mereka mendorong kita mundur hanya karena kita berkulit hitam!” kata mahasiswa Nigeria, yang hanya memberikan nama depannya, Michael.
“Kita semua manusia,” tambahnya. “Mereka seharusnya tidak mendiskriminasi kami karena warna kulit kami.”
Baca Juga: Dampak Serangan Rusia ke Ukraina, Eropa Dipaksa Bersiap Hadapi Gelombang Pengungsi
Menurut Bagui Sylla, penjaga perbatasan Ukraina mengatakan mereka hanya mengikuti instruksi dari rekan-rekan Polandia mereka, namun hal itu dibantah oleh pejabat di Warsawa.
Anna Michalska, juru bicara penjaga perbatasan Polandia, mengatakan dia telah menghabiskan dua hari terakhir untuk menyangkal tuduhan semacam itu.
“Saya tidak tahu apa yang terjadi di sisi perbatasan Ukraina, tetapi kami membiarkan semua orang masuk tanpa memandang kebangsaan,” katanya kepada France24.
Dalam komunike selanjutnya, pejabat Polandia menegaskan tidak ada visa yang diperlukan untuk melintasi perbatasan, kartu identitas dan paspor akan diterima, bahkan jika sudah kedaluwarsa.
Seorang juru bicara penjaga perbatasan Ukraina juga membantah laporan praktik diskriminatif dan rasialisme.
Baca Juga: Ribuan Warga Ukraina Mulai Mengungsi ke Arah Barat saat Pasukan Rusia Merangsek ke Kiev
Dia menekankan hanya laki-laki Ukraina berusia antara 18 dan 60 tahun yang diminta untuk bergabung dalam upaya perang sehingga dilarang meninggalkan negara itu.
Mengenai banyak keluhan warga berkulit hitam yang mengatakan mereka didorong mundur, Andriy Demchenko mengatakan, "Mungkin mereka berusaha untuk menyela antrean."
Warga sipil yang melarikan diri dari perang menghadapi kondisi yang semakin mengerikan di perbatasan Medyka, seperti yang telah didokumentasikan France24 sebelumnya. Menurut laporan Komisi Eropa, penyeberangan sekarang bisa memakan waktu hingga 70 jam.
Bagi mahasiswa Afrika yang terpikat ke Ukraina oleh prospek pekerjaan dan gelar universitas, diperlakukan seperti migran ekonomi, bukan pengungsi yang terlantar akibat perang, merupakan pukulan yang menghancurkan hati.
Pemerintah Nigeria menyarankan warganya meninggalkan Ukraina untuk menuju Hungaria atau Rumania, bukan Polandia. Itulah tepatnya yang direncanakan oleh para siswa yang terdampar di stasiun Lviv.
Sumber : France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.