KYIV, KOMPAS.TV — Pihak Rusia akhirnya mengevakuasi kedutaan besarnya yang ada di Kyiv, Ukraina, Rabu (23/2/2022).
Keputusan evakuasi tersebut dengan alasan dan pertimbangan keselamatan di tengah memanasnya antara Rusia dan Ukraina.
Hal itu diputuskan setelah pihak Kementerian Luar Negeri Rusia mengumumkan agar segera dilaksanakan evakuasi kedutaan besar yang ada di Kyiv, Ukraina itu kemarin.
Bahkan, pada Rabu sore waktu Kyiv, bendera Rusia sudah tidak berkibar lagi di atas gedung kedutaan besarnya di Ukraina.
Walaupun sejumlah polisi Ukraina terlihat mengepung gedung kedutaan besar Rusia tersebut, seperti dilansir Tass, Rabu (23/2/2022).
Setelah berminggu-minggu mencoba untuk memproyeksikan ketenangan, pihak berwenang Ukraina mengisyaratkan kekhawatiran yang meningkat.
Kementerian Luar Negeri Ukraina menyarankan agar tidak melakukan perjalanan ke Rusia dan merekomendasikan siapa pun yang berada di Rusia segera keluar dari negara tersebut.
Dengan mengatakan "agresi" Moskow dapat menyebabkan pengurangan layanan konsuler yang signifikan.
Kepala Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina, Oleksiy Danilov menyerukan keadaan darurat nasional, tetapi masih menunggu persetujuan parlemen.
Dia mengatakan, langkah selanjutnya akan tergantung pada otoritas regional.
Namun dapat mencakup penggelaran keamanan tambahan di fasilitas umum, pembatasan lalu lintas dan transportasi, serta pemeriksaan dokumen.
Semua itu diyakini hanyalah yang terbaru dari serangkaian tanda-tanda ketegangan yang meningkat.
Kyiv memanggil pulang duta besarnya untuk Rusia dan mempertimbangkan agar memutuskan semua hubungan diplomatik dengan Moskow.
Pada waktu bersamaan, belasan negara semakin menekan oligarki dan bank Rusia dari pasar internasional.
Bahkan Jerman menghentikan kesepakatan pipa Nord Stream 2 yang menguntungkan.
Lalu Amerika Serikat memposisikan kembali pasukan tambahan ke sayap timur NATO yang berbatasan dengan Rusia.
Selain itu, ada pula Menlu AS yang membatalkan pertemuan dengan rekannya dari Rusia.
Baca Juga: Ukraina akan Tetapkan Keadaan Darurat, Minta Warganya Tinggalkan Rusia
Sementara itu, ketika konflik menikung ke arah yang berbahaya, sebagian pemimpin dunia memperingatkan situasi masih bisa lebih buruk.
Coba tengok Putin yang belum melepaskan kekuatan 150.000 tentara Rusia yang mengepung Ukraina dari tiga sisi.
Adapun Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menahan sanksi yang lebih keras yang dapat menyebabkan gejolak ekonomi bagi Rusia.
Lalu mengatakan bahwa mereka akan melanjutkan jika ada agresi lebih lanjut.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengecam sanksi dan mengatakan “Rusia telah membuktikan, dengan semua biaya yang harus keluar saat sanksi jatuh dan Rusia mampu meminimalkan kerusakan.
Di Timur Ukraina, kekerasan kembali meningkat, di mana konflik delapan tahun antara separatis yang didukung Rusia dan pasukan Ukraina telah menewaskan hampir 14.000 orang.
Bahkan satu tentara Ukraina tewas dan enam lainnya cedera setelah serangan dari pemberontak.
Pejabat separatis melaporkan beberapa ledakan di wilayah mereka semalam dan tiga kematian warga sipil.
Setelah berminggu-minggu ketegangan meningkat, Putin mengambil serangkaian langkah yang secara dramatis meningkatkan ketegangan.
Sejumlah langkah itu di antaranya adalah mengakui kemerdekaan daerah-daerah separatis itu.
Kemudian, Putin mengatakan, pengakuan kemerdekaan itu termasuk wilayah Donetsk dan Lugansk yang masih dikuasai tentara Ukraina, termasuk pelabuhan utama Mariupol di Laut Azov.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.