Meski begitu, para pelajar menegaskan pentingnya hijab sebagai bagian dari identitas mereka, dan peraturan itu telah melanggar hak mereka untuk menjalankan agama mereka yang dijamin di bawah konstitusi India.
“Di Islam sangat penting menggunakan hijab. Kami tak bisa menunjukkan kepala kami ke pria lain,” tutur Zoya.
“Kami tak bisa menunjukkan rambut kami kepada yang lainnya. Itu adalah tugas kami untuk memakai hijab. Hijab adalah kebanggaan dan martabat saya,” tambahnya.
Sementara, Shabana menegaskan bahwa berhijab adalah haknya yang dijamin oleh konstitusi.
“India merupakan negara yang sekuler, bahkan saya memiliki hak untuk menjalankan agama saya,” ujarnya.
Ia pun menegaskan bahwa perjuangannya untuk mendapatkan hak menggunakan hijab seperti sebuah siksaan mental.
Shabana pun menuduh Raghupathi Bhat, seorang legislator lokal dari partai Narendra Modhi, Partai Bharatiya Janata (BJP), telah mengancam mereka.
“Yang pertama, kami khawatir mengenai pendidikan kami, karena mereka tak membiarkan kami masuk ke kelas. Secara mental kami terganggu,” tuturnya.
Baca Juga: Gara-Gara Pakai Hijab, Mahasiswi di India Dilarang Masuk Kelas
Bhat sendiri menegaskan bahwa sekolah itu telah memiliki seragam sejak 1985, dan menegaskan bahwa para siswi diizinkan menggunakan hijab di area sekolah.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa mereka harus membukanya saat berada di dalam kelas.
“Kami tak memiliki masalah mereka menggunakan hijab di luar, bahkan di area kampus. Tapi di dalam kelas, ada persamaan seragam untuk Hindu, Muslim dan Kristen,” ujar Bhat.
Ia pun menambahkan bahwa makna dari seragam adalah kesetaraan bagi semua orang.
Untuk meredakan masalah, Komite Pembangunan Kampus yang diketuai Bhat menyarankan para siswi tersebut melakukan kelas online hingga masalah ini diselesaikan.
Baca Juga: Taliban Afghanistan: Burqa Tidak Wajib, Hijab yang Wajib di Afghanistan
Namun, para siswi tersebut menolak tawaran sekolah dan menyebutnya sebagai bentuk diskriminasi.
“Bagaimana mungkin mereka menyelenggarakan kelas online hanya untuk delapan siswa. Sedangkan yang lain melakukan kelas offline. Ini jelas diskriminasi,” tutur Zoya.
Para siswi ini pun sudah maju ke Pengadilan Tinggi Karnataka mencari keringanan sementara.
Pada permohonan yang diajukan Jumat (4/2/2022), mereka meminta pengadilan untuk mengarahkan pihak berwenang agar mengizinkan mereka menghadiri kelas dengan hijab tanpa bias dan diskriminasi.
Sumber : The Independent
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.