NEW YORK, PBB, KOMPAS.TV - Sidang Dewan Keamanan PBB hari Senin, (31/1/2022) waktu New York, berlangsung panas, saat Rusia dan Amerika Serikat saling caci maki terkait ketegangan di perbatasan Ukraina-Rusia, seperti dilansir Associated Press, Selasa, (1/2/2022).
Rusia menuduh Barat "membangun ketegangan" atas Ukraina dan mengatakan Amerika Serikat telah membawa seorang "Nazi murni" ke tampuk kekuasaan di Kyiv ketika Dewan Keamanan PBB mengadakan debat sengit menjurus ke kasar tentang penambahan pasukan Moskow di dekat tetangga selatannya, Ukraina.
Duta Besar Amerika Serikat untuk Dewan Keamanan PBB, Linda Thomas-Greenfield, membalas tudingan Rusia bahwa kekuatan militer Rusia sebanyak lebih dari 100.000 tentara di sepanjang perbatasan Ukraina adalah "mobilisasi terbesar" di Eropa dalam beberapa dekade terakhir, seraya menambahkan juga terjadi lonjakan serangan siber dan disinformasi Rusia.
“Dan mereka berusaha, tanpa dasar faktual apa pun, untuk menggambarkan Ukraina dan negara-negara Barat sebagai agresor hanya membuat dalih untuk menyerang,” katanya.
Pertengkaran sengit di Dewan Keamanan PBB itu terjadi ketika Moskow gagal memblokir pertemuan sidang DK PBB tersebut dan mencerminkan jurang pemisah antara kedua kekuatan nuklir.
Sidang DK PBB itu adalah sesi terbuka pertama di mana semua protagonis dalam krisis Ukraina berbicara di depan umum, meskipun badan paling kuat di PBB itu tidak mengambil tindakan.
Meskipun diplomasi tingkat tinggi diharapkan terjadi minggu ini, pembicaraan antara Amerika Serikat dan Rusia sejauh ini gagal meredakan ketegangan dalam krisis tersebut, dengan Barat mengatakan Moskow sedang mempersiapkan invasi.
Rusia sontak membantah berencana menyerang, namun menuntut janji bahwa Ukraina tidak akan pernah bergabung dengan NATO, penghentian penyebaran senjata NATO di dekat perbatasan Rusia dan mundurnya pasukan aliansi dari Eropa Timur. NATO dan AS menyebut tuntutan itu sebagai nonstarter, atau sebuah kemusykilan.
Baca Juga: Presiden Amerika Serikat Bertemu Emir Qatar Bahas Potensi Krisis Gas Eropa Bila Rusia Serang Ukraina
Duta Besar Rusia untuk Dewan Keamanan PBB Vassily Nebenzia menuduh pemerintahan Biden “membangun ketegangan dan retorika serta memprovokasi eskalasi.”
"Anda hampir menarik untuk ini," katanya, memandang Thomas-Greenfield. “Anda ingin itu terjadi. Anda sedang menunggu hal itu terjadi, seolah-olah Anda ingin membuat kata-kata Anda menjadi kenyataan.”
Dia menyalahkan Amerika Serikat atas penggulingan presiden yang bersahabat dengan Kremlin di Kyiv pada 2014, dengan mengatakan Amerika Serikat membawa ke kekuasaan "nasionalis, radikal, Russophobia, dan Nazi murni," serta menciptakan antagonisme yang ada antara Ukraina dan Rusia.
“Jika mereka tidak melakukan semua itu (menggulingkan presiden Ukraina tahun 2014), maka kita saat ini kami (Rusia dan Ukraina) akan hidup dalam semangat hubungan bertetangga yang baik dan kerja sama,” kata Nebenzia. “Namun, sebagian anasir di Barat jelas tidak menyukai skenario positif ini. Apa yang terjadi hari ini adalah upaya lain untuk mendorong pembelahan antara Rusia dan Ukraina.”
Nebenzia dengan tajam meninggalkan ruang DK PBB saat Duta Besar Ukraina Sergiy Kyslytsya mulai berbicara. “Berapa lama Rusia akan menekan, akan berupaya menjerumuskan Ukraina dan mitranya ke dalam perangkap Kafka?” Kyslytsva bertanya.
Pemungutan suara untuk mengadakan pertemuan terbuka berlalu 10-2, dengan Rusia dan Cina menentang, dan India, Gabon dan Kenya abstain. Sembilan suara "ya" diperlukan agar pertemuan dapat dilanjutkan.
Duta Besar China Zhang Jun mengatakan dia memilih menentang pertemuan publik seperti yang terjadi di DK PBB karena “yang sangat dibutuhkan sekarang adalah diplomasi yang tenang, bukan diplomasi pengeras suara.”
Baca Juga: Putin Diyakini Tak Akan Berhenti Hanya dengan Menyerang Ukraina, Peringatan untuk Eropa
Amerika Serikat dan sekutunya mendesak untuk mengadakan pertemuan pada hari Senin, hari terakhir kepresidenan bergilir Norwegia di DK PBB, sebelum Rusia mengambil alih pada hari Selasa untuk bulan Februari.
Pernyataan atau resolusi apa pun oleh Dewan Keamanan sangat tidak mungkin, mengingat hak veto Rusia dan hubungannya dengan pihak lain di dewan, termasuk China.
Setelah semua 15 anggota dewan berbicara, Amerika Serikat dan Rusia kembali berdebat sengit, dengan Thomas-Greenfield mengatakan dia “kecewa” dalam komentar Nebenzia, menekankan bahwa ancaman agresi Rusia adalah “provokatif.”
“Yang saya akan katakan kepada Rusia hanya ini: Tindakan Anda membuktikan lisan anda sendiri,” kata utusan Amerika Serikat di DK PBB itu.
Nebenzia membalas, “Semua yang ingin kami katakan ada dalam pernyataan kami hari ini. Namun, kami benar-benar tidak mengerti ancaman dan provokasi dan eskalasi apa (yang diperbuat Rusia) dan saat ini diangkat-angkat.”
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan dalam sebuah pernyataan, pertemuan itu adalah "langkah penting dalam menggalang dunia untuk berbicara dalam satu suara," menolak penggunaan kekuatan, mencari upaya de-eskalasi militer, mendukung diplomasi dan menuntut pertanggungjawaban dari setiap anggota "untuk menahan diri dari agresi militer terhadap tetangganya.”
Menlu Rusia Sergey Lavrov dan Menlu Amerika Serikat Antony Blinken tidak membuat kemajuan dalam meredakan ketegangan pada pertemuan mereka di Jenewa awal bulan ini.
Baca Juga: Rusia Disebut Kian Dekat Serang Ukraina, Telah Tempatkan Pasokan Darah di Perbatasan Ukraina
Mereka diperkirakan akan berbicara melalui telepon hari Selasa, menurut Kemenlu Rusia. Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri mengkonfirmasi pernyataan Rusia tersebut.
Biden memperingatkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam panggilan telepon Kamis bahwa ada "kemungkinan spesifik" bahwa Rusia dapat memulai serangan pada Februari, tetapi pemimpin Ukraina berusaha untuk mengecilkan kekhawatiran akan terjadinya perang, seraya mengatakan alarm Barat atas invasi yang akan segera terjadi justru mendorong banyak investor di pasar keuangan negara untuk melakukan aksi ambil untung.
Zelenskyy hari Jumat mengatakan,“kami tidak melihat eskalasi yang lebih besar dari sebelumnya,” dan menuduh penumpukan pasukan Rusia lebih merupakan upaya Moskow untuk memberikan “tekanan psikologis” dan menabur kepanikan.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson akan mengunjungi Ukraina pada hari Selasa untuk berbicara dengan Zelenskyy, dan juga akan berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mendesaknya agar "mundur," kata kantor Johnson.
Johnson mengatakan dia sedang mempertimbangkan untuk mengirim ratusan tentara Inggris ke negara-negara NATO di kawasan Baltik sebagai unjuk kekuatan.
Berbicara pada hari Minggu di ABC “This Week,” Thomas-Greenfield mengatakan tentang Rusia, “Kami akan masuk ke ruangan dan siap untuk mendengarkan mereka, tetapi perhatian kami tidak akan bergeser oleh propaganda mereka.”
Dia mengatakan pekan lalu, anggota DK PBB “harus memeriksa fakta dan mempertimbangkan apa yang dipertaruhkan untuk Ukraina, untuk Rusia, untuk Eropa, dan untuk kewajiban inti dan prinsip-prinsip tatanan internasional jika Rusia menginvasi Ukraina lebih lanjut.”
Baca Juga: Bukan Pasukan, Inggris akan Kirim Senjata dan Berikan Sanksi Berat Jika Rusia Serang Ukraina
Pada hari Jumat, duta besar China Zhang mengatakan kedua belah pihak telah menunjukkan kesediaan untuk melanjutkan negosiasi dan harus diizinkan untuk melanjutkan.
Pada hari Minggu, ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat, Senator Bob Menendez, mengatakan jika terjadi serangan, anggota parlemen ingin Rusia menghadapi “ibu dari semua sanksi.”
Itu termasuk tindakan terhadap bank-bank Rusia yang dapat sangat merusak ekonomi Rusia, dan meningkatkan bantuan berupa senjata mematikan untuk militer Ukraina.
Sanksi yang sedang dipertimbangkan tampaknya akan jauh lebih kuat daripada yang dijatuhkan setelah Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina pada 2014. Hukuman itu dianggap tidak efektif.
Menendez juga mengangkat kemungkinan menjatuhkan hukuman terlebih dahulu, sebelum invasi apa pun.
Sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan hari Senin, pemerintah Amerika Serikat didorong oleh upaya bipartisan di Kongres "untuk meminta pertanggungjawaban Rusia."
“Pandangan kami adalah, sanksi dapat menjadi alat pencegahan yang efektif, dan aksi jual yang semakin dalam di pasar Rusia mencerminkan pesan kami kepada Rusia,” kata Psaki.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.