LONDON, KOMPAS.TV - Negara-negara penghasil minyak utama dunia akan bertemu pada Rabu (2/2/2022) mendatang untuk membahas peningkatan produksi minyak bumi, sementara harga minyak mentah mencapai level tertinggi selama tujuh tahun terakhir akibat ketegangan geopolitik dunia.
Seperti dilaporkan France24, Senin (31/1/2022), 13 negara anggota OPEC bersama 10 negara sekutu penghasil minyak bumi akan bertemu melalui konferensi video untuk menetapkan produksi.
Pertemuan itu sendiri adalah bagian dari agenda rutin sejak pandemi Covid-19 mengguncang pasar minyak bumi dunia.
Banyak analis memperkirakan kelompok produsen minyak itu, termasuk Arab Saudi dan Rusia, akan memutuskan untuk terus meningkatkan produksi sebesar 400.000 barel per hari pada Maret.
Hal itu akan sejalan dengan strategi mereka untuk perlahan membuka kembali keran produksi sejak Mei tahun lalu, setelah pemotongan drastis untuk menahan penurunan harga ketika virus corona pertama kali mulai menyebar.
"Dengan itu, kami tidak akan sepenuhnya mengesampingkan kenaikan yang lebih besar, mengingat harga minyak yang tinggi dan produksi OPEC+ yang rendah baru-baru ini," kata analis Capital Economics.
Minyak Brent pada Rabu pekan lalu melampaui $90 per barel, mencapai level yang terakhir terlihat pada Oktober 2014.
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mencapai level tertinggi dalam lebih dari tujuh tahun awal bulan ini, didorong oleh meredanya kekhawatiran tentang Covid-19 varian Omicron dan ketegangan geopolitik.
Baca Juga: Harga Minyak Cetak Rekor karena Arab Saudi Tolak Tambah Produksi OPEC+
Sanksi kepada Rusia?
Amerika Serikat dan Inggris pada Minggu (30/1/2022) menandai sanksi ekonomi baru yang "menghancurkan" terhadap Rusia, ketika Washington dan sekutu NATO-nya meningkatkan upaya untuk mencegah invasi ke Ukraina.
Kekhawatiran akan invasi yang akan segera terjadi, meningkat dalam beberapa hari terakhir, meskipun ada penolakan dari Moskow dan permintaan dari presiden Ukraina kepada semua pihak untuk menghindari manuver yang menimbulkan "kepanikan" atas peningkatan aktivitas militer besar-besaran Rusia di perbatasan.
Invasi Rusia ke Ukraina akan menyebabkan "sanksi yang sangat keras" terhadap Moskow, menurut Bjarne Schieldrop, analis di SEB.
"(Sanksi) itu akan lebih menghentikan ekspor gas alam ke Eropa. Harga gas alam dan listrik di Eropa akan jauh lebih tinggi daripada harga yang sangat tinggi saat ini yang kita miliki sekarang," katanya seperti dikutip France24.
Di Timur Tengah, pemberontak Houthi Yaman yang didukung Iran, yang sering menargetkan Arab Saudi, meluncurkan dua serangan rudal ke Uni Emirat Arab, bulan ini.
Uni Emirat Arab memiliki peran utama dalam koalisi militer pimpinan Arab Saudi yang mendukung pemerintah Yaman dan diakui secara internasional, dalam melawan kelompok Houthi.
Baca Juga: OPEC Plus Sepakat Genjot Produksi Minyak Mentah 2 Juta Barrel per Hari Mulai Agustus hingga Desember
Berjuang untuk memenuhi target
Selain ketidakpastian geopolitik, analis mencatat negara-negara OPEC dan produsen utama lainnya berjuang memenuhi target untuk mengangkat produksi sebesar 400.000 barel per bulan, sehingga dapat menambah tekanan pada harga.
"Kinerja dan kelambanan OPEC+ mendukung kenaikan harga minyak karena kelompok itu kurang memenuhi target produksi yang dinyatakan sebesar ratusan ribu barel," kata analis Rystad Energy, Louise Dickson.
Kelompok negara produsen minyak itu "berkomitmen pada peran pasif dalam perbincangan, meskipun ada tekanan eksternal terutama dari Amerika Serikat agar meningkatkan produksi sehingga dapat menurunkan harga bahan bakar," tambahnya.
Schieldrop juga mencatat produsen utama Arab Saudi dalam pertemuan terakhir "menjelaskan mereka tidak akan meningkatkan produksi di luar batas mereka untuk menutupi kerugian oleh anggota lain. Tidak ada penyelamatan di sana."
Sumber : Kompas TV/France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.