BERLIN, KOMPAS.TV - Situasi makin hari makin panas antara Rusia dan Amerika Serikat serta negara-negara NATO terkait situasi di Ukraina.
Amerika Serikat dan sekutu NATO-nya bergerak untuk meningkatkan komitmen militer mereka di Baltik dan Eropa Timur ketika perselisihan dengan Rusia makin dalam.
Denmark mengirim jet tempur ke Lituania dan fregat ke Laut Baltik. Sementara Prancis menawarkan pasukan ke Rumania.
Tak mau ketinggalan Spanyol mengirim fregat ke Laut Hitam. Bahkan Presiden Joe Biden menempatkan sekitar 8.500 tentara Amerika Serikat dalam "siaga tinggi".
Namun Jerman, dalam beberapa hari terakhir terkesan enggan untuk ambil tindakan tegas. Padahal sebagai negara demokrasi terbesar dan terkaya di Eropa, negara ini memainkan peran penting.
Tidak ada negara Eropa yang lebih penting bagi persatuan Eropa dan aliansi Barat selain Jerman. Inilah ujian penting pertama bagi pemerintahan baru Kanselir Jerman Olaf Scholz yaitu mengatasi keengganannya untuk memimpin masalah keamanan di Eropa pasca-Perang Dunia II dan mengesampingkan nalurinya untuk mengakomodasi Rusia dan berganti ke nada konfrontasi.
Sikap Jerman ini menambah kekhawatiran bahwa Moskow dapat menggunakan keragu-raguan Jerman sebagai pemecah tanggapan Eropa terhadap setiap agresi Rusia.
Sebelumnya, dalam panggilan video dengan para pemimpin Eropa pada Senin malam (24/1/2022) Biden mengatakan pembicaraan berjalan "sangat, sangat, sangat" baik, dan Scholz menegaskan Rusia akan menderita "biaya tinggi" jika ada intervensi militer.
Tetapi sekutu Jerman masih bertanya-tanya berapa biaya yang harus ditanggung untuk menghadapi kemungkinan agresi Rusia.
"Di dalam Uni Eropa, Jerman sangat penting untuk mencapai persatuan," kata Norbert Rottgen, seorang anggota parlemen konservatif senior dan pendukung kebijakan luar negeri Jerman yang keras.
"Tujuan (Vladimir) Putin adalah untuk memecah Eropa, dan kemudian membelah Eropa dan Amerika Serikat. Jika kesan makin kuat bahwa Jerman tidak sepenuhnya berkomitmen pada respons kuat NATO, Putin berhasil melumpuhkan Eropa dan memecah aliansi."
Baca Juga: Alasan Jerman Tolak Persenjatai Ukraina: Terkait Sejarah Perang Dunia dan Kontrak Gas dengan Rusia
Ketika Rusia mengadakan latihan militer di dekat perbatasan Ukraina pada hari Selasa, Scholz bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Berlin, memperingatkan Moskow bahwa "agresi militer yang mempertanyakan integritas wilayah Ukraina akan memiliki konsekuensi yang serius".
Pemerintah Jerman tidak hanya mengesampingkan ekspor senjata ke Ukraina, tetapi juga menahan pengiriman sembilan howitzer era komunis dari Estonia ke Ukraina.
Di sisi lain, Scholz dan politisi Sosial Demokrat senior lainnya di pemerintahan belum memberi kejelasan tentang apakah penutupan pipa gas bawah laut Nord Stream 2 yang kontroversial dari Rusia ke Jerman akan menjadi bagian dari kemungkinan sanksi terhadap Rusia, bersikeras hal itu (Nord Stream 2) adalah "proyek sektor swasta " dan "terpisah" dari isu Ukraina.
Friedrich Merz, pemimpin baru yang ditunjuk dari partai konservatif oposisi mantan kanselir Angela Merkel, sementara itu memperingatkan agar tidak mengecualikan bank-bank Rusia dari jaringan transaksi pembayaran Swift yang menangani transfer keuangan global karena akan "membahayakan" kepentingan ekonomi Jerman.
Sikap tidak tegas Jerman sangat meresahkan Ukraina dan tetangga timurnya. Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba menuduh Berlin secara efektif "mendorong" agresi Rusia.
"Berlin membuat kesalahan strategis besar dan membahayakan reputasinya," kata Laurynas Kasciunas, ketua komite keamanan nasional Parlemen Lituania, kepada penyiar publik LRT.
Sementara Menteri Luar Negeri Latvia Artis Pabriks mengatakan, tindakan penangkalan Jerman atas kemungkinan agresi Rusia adalah "mengirim rumah sakit lapangan, dan bukan senjata".
Ketegangan dalam NATO memuncak akhir pekan lalu, ketika kepala staf angkatan laut Jerman mengatakan, Presiden Vladimir Putin dari Rusia pantas mendapatkan "penghormatan" dan Krimea "tidak akan pernah" dikembalikan ke Ukraina.
Wakil Laksamana Kay-Achim Schonbach mengundurkan diri, tetapi reaksinya cepat dan emosional.
"Sikap menggurui ini secara tidak sadar juga mengingatkan orang Ukraina akan kengerian pendudukan Nazi, ketika orang Ukraina diperlakukan sebagai manusia yang tidak manusiawi," kata Andriy Melnyk, duta besar Ukraina untuk Jerman.
Baca Juga: Makin Panas di Ukraina, Joe Biden Kini Ancam Putin dengan Sanksi Pribadi
Washington telah bersusah payah untuk secara terbuka menekankan kepercayaannya di Berlin, sementara secara pribadi melobi Scholz untuk mengambil garis yang lebih keras.
Perdebatan tentang di mana tepatnya loyalitas Jerman terletak bukanlah hal baru. Hubungan Rusia-Jerman bukan hanya dibentuk berabad-abad oleh perdagangan dan pertukaran budaya tetapi juga oleh dua Perang Dunia.
Perang Dingin menambahkan lapisan keruwetan lain, Jerman Barat menjadi tertanam kuat dalam aliansi Barat sementara Jerman Timur hidup di bawah pendudukan Soviet.
"Mengapa kita melihat Rusia berbeda dari Amerika? jawabannya: Sejarah," kata Matthias Platzeck, ketua Forum Rusia-Jerman dan mantan ketua partai Sosial Demokrat tempat Scholz bernaung.
"Jerman dan Rusia dihubungkan selama seribu tahun. Tsar Rusia terbesar adalah Catherine yang Agung, seorang Jerman, yang kebetulan menjadikan Krimea bagian dari Rusia."
Dia menambahkan, "Kami menyerang Rusia dua kali, dan kedua kalinya adalah perang genosida. Dua puluh tujuh juta orang Soviet tewas, 15 juta orang Rusia di antaranya."
Itu tidak berarti Jerman gagal melawan Rusia dalam beberapa tahun terakhir. Jerman memimpin unit pertempuran multinasional NATO di Lituania dan membantu memantau wilayah udara Baltik dari campur tangan Rusia.
Ia berencana mengirim jet tempur ke Rumania bulan depan untuk melakukan hal yang sama di sana. (Dan Jerman juga mengirim rumah sakit lapangan ke Kiev, Ukraina, bulan depan.)
Pada tahun 2014, ketika Putin menginvasi Ukraina dan mencaplok Krimea, Kanselir Jerman saat itu, Angela Merkel, mengumpulkan negara-negara tetangga di Timur dan Barat untuk mendukung sanksi keras terhadap Rusia.
Namun pergantian kepemimpinan Jerman setelah 16 tahun dengan Angela Merkel di kepemimpinan, telah menempatkan pemerintahan baru yang terpecah: seberapa sulit untuk menarik garis dengan Rusia.
Sumber : Kompas TV/The New York Times/Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.