Kompas TV internasional kompas dunia

Penelitian: Bakteri yang Kebal Antibiotik Bunuh 1,2 Juta Orang di Dunia dalam Satu Tahun

Kompas.tv - 21 Januari 2022, 06:23 WIB
penelitian-bakteri-yang-kebal-antibiotik-bunuh-1-2-juta-orang-di-dunia-dalam-satu-tahun
Gambar mikroskop elektron ini menunjukkan bakteri Pseudomonas aeruginosa yang berbentuk batang. Menurut sebuah laporan yang diterbitkan Kamis, 20 Januari 2022 dalam jurnal medis Lancet, kuman yang kebal antibiotik menyebabkan lebih dari 1,2 juta kematian secara global dalam satu tahun. (Sumber: Janice Haney Carr/CDC via AP)
Penulis : Tussie Ayu | Editor : Edy A. Putra

Baca Juga: Soal Obat Covid-19, IDI: Jangan Sembarangan Pakai Azithromycin Kecuali Ada Infeksi Bakteri

Dalam makalah baru, para peneliti memperkirakan kematian yang terkait dengan 23 kuman di 204 negara dan wilayah pada tahun 2019.

Mereka menggunakan data dari rumah sakit, sistem pengawasan, penelitian lain dan sumber lain untuk menghasilkan perkiraan kematian di dunia.

Mereka menyimpulkan bahwa lebih dari 1,2 juta orang meninggal pada tahun 2019 akibat infeksi bakteri yang resistan terhadap antibiotik.

Perkiraan ini juga mencakup kematian akibat bakteri tuberkulosis yang resistan terhadap obat. Penelitian menunjukkan jumlah kematian yang disebabkan oleh kuman tuberculosis lebih tinggi daripada momok global seperti HIV dan malaria.

"Perkiraan sebelumnya telah memperkirakan 10 juta kematian tahunan akibat resistansi antimikroba pada tahun 2050. Tetapi kami sekarang tahu pasti bahwa kita sudah jauh lebih dekat dengan angka itu daripada yang kami duga," kata penulis penelitian Christopher Murray, dari University of Washington, seperti dikutip dari The Associated Press.

Baca Juga: Studi Terbaru: Menginfeksi Nyamuk Aedes Aegypti dengan Bakteri Bisa Kurangi 77% Kasus Demam Berdarah

Christine Petersen, seorang ahli epidemiologi Universitas Iowa, menggambarkan metodologi yang digunakan penelitian baru ini cukup canggih.

Namun dia mencatat, penulis tetap terpaksa untuk membuat asumsi besar tentang apa yang terjadi di tempat-tempat di mana data langka didapatkan, seperti di Afrika sub-Sahara.

"Mereka benar-benar tidak tahu mengenai hal itu," kata Petersen.
 




Sumber : Associated Press




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x