TOKYO, KOMPAS.TV - Kapal perang Jepang dilaporkan telah mendekati perairan China dua kali dalam 10 bulan terakhir. Kapal-kapal itu memasuki zona tambahan (contiguous zone), yakni perairan di luar laut teritorial di mana negara terkait (China) punya kontrol terbatas.
Kapal Angkatan Laut Bela Diri (MSDF) Jepang dilaporkan memasuki zona tambahan sekitar Kepulauan Spratly di Laut China Selatan yang sedang diperebutkan China.
Menurut laporan suratkabar Yomiuri, kapal perang Jepang sedang melakukan patrol 'kebebasan navigasi' untuk 'menghalangi China'.
Akan tetapi, motif Jepang sebagaimana dilaporkan suratkabar itu diragukan kalangan pengamat. Pengamat menyebut aksi kapal-kapal perang Jepang sekadar 'lintas damai'.
Lintas damai atau innocent passage adalah pelayaran melintasi teritorial negara lain tetapi tidak mengganggu kedaulatan negara tersebut. Pelayaran ini dibolehkan oleh hukum internasional.
Meskipun demikian, para pengamat sepakat bahwa tindakan Jepang kemungkinan membuat Beijing tersinggung.
Baca Juga: Jajaran Menteri Luar Negeri di Timur Tengah Pergi ke China
Sebagaimana dilaporkan South China Morning Post, sumber pemerintahan Jepang menyebut operasi angkatan laut dimulai sejak Maret 2021, sempat melewati zona tambahan di luar salah satu pulau Spratly.
China sendiri mengeklaim 12 mil laut dari pulau-pulau di Spratly di Laut China Selatan sebagai perairan teritorial. Zona tambahan merentang hingga 12 mil laut dari garis-garis teritorial tersebut.
Kapal Jepang sendiri dilaporkan tidak sampai memasuki teritorial yang diklaim China, tetapi sebatas berlayar lewat zona tambahan sesuai klaim Beijing.
Diyakini bahwa salah satu kapal yang diterjunkan adalah kapal perang kelas Hyuga yang pernah menempuh latihan militer bersama dengan Amerika Serikat, Australia, Vietnam, dan Prancis.
Baca Juga: Mahfud MD: Ketika Kapal-kapal China ke Laut Natuna, Presiden dan Saya Datang, Mereka Mundur Semua
Menurut analis dari Institut Nasional untuk Studi Pertahanan Jepang, operasi kapal perang itu 'terlalu berlebihan' jika disebut sebagai aksi 'kebebasan navigasi'.
“Saya yakin terlalu berlebihan jika menyebut semua ini suatu praktik ‘kebebasan navigasi’ seperti yang dilakukan angkatan laut AS. Pasalnya, kapal-kapal MSDF ada di perairan internasional di luar perairan teritorial yang diklaim China,” kata analis itu kepada South China Morning Post.
“Namun, meskipun ini sangat normal dari sudut pandang hukum, tentu ada pesan politis di balik pelayaran tersebut.”
“Akan mudah untuk menyimpulkan bahwa tujuannya demi menekan China dan saya kira Beijing akan memperhatikan hal ini,” pungkasnya.
Hal senada diutarakan Garren Mulloy, profesor hubungan internasional Universitas Daito Bunka Jepang. Ia ragu jika Tokyo berniat menentang klaim teritorial Beijing.
Menurutnya, satu-satunya negara yang mengirim kapal untuk menantang klaim teritorial China yang melampaui konvensi hukum laut hanyalah Amerika Serikat.
“Inilah apa yang disebut ‘lintas damai’, dan ini secara prinsip sama dengan ketika angkatan laut China menggunakan perairan internasional di antara pulau-pulau yang membentuk Okinawa,” kata Mulloy.
“Meskipun demikian, dengan melintas sedekat itu dengan pulau-pulau yang dikuasai China, jelas bahwa ada simbolisme yang dimaksudkan,” imbuhnya.
Pemerintah Jepang sendiri enggan berkomentar secara resmi mengenai operasi pelayaran tersebut.
Baca Juga: Pakar Hukum Internasional: Kapal China di Perairan Natuna akan Terus Ada Sampai Kiamat
Sumber : SCMP
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.