NEW DELHI, KOMPAS.TV - Di India, kampanye untuk menekan kebiasaan meludah sembarangan telah berlangsung sejak lama. Namun, meludah sembarangan masih menjadi kebiasaan umum dalam masyarakat India.
Bekas ludah kerap ditemukan di jalanan dan tempat-tempat publik India, bahkan hingga memvandal tempat bersejarah. Mulai dari ludah bening, berdahak, atau merah darah bekas orang menginang tembakau.
Seiring pandemi Covid-19, kebiasaan meludah sembarangan semakin disorot. Kebiasaan ini dapat menjadi medium penyebaran virus tersebut.
Otoritas kesehatan serta berbagai elemen masyarakat sudah berupaya menyosialisasikan dampak buruk meludah sembarangan. Salah satunya dari pasangan suami-istri Raja Narasimhan dan Priti.
Pasangan ini telah bertahun-tahun berkeliling mengampanyekan efek negatif meludah sembarangan.
Baca Juga: Musim Dingin Tiba, Warga Muhammadiyah di India Keliling Bagi Selimut dan Makanan untuk Duafa
Mereka berinisiatif menjadi aktivis anti-meludah sembarangan sejak 2010. Mereka menggelar lokakarya, kampanye daring atau luring, serta bekerja sama dengan pemerintah lokal bikin acara bersih-bersih bekas ludah.
Sedihnya, inisiatif pasangan ini seringkali mendapat respons acuh tak acuh oleh warga. Bahkan, sebagian warga justru marah saat dijelaskan mengenai efek negatif meludah sembarangan.
Raja Narasimhan mengaku pernah dimarahi seseorang karena tak terima ditegur saat meludahi tembok. “Apa masalahmu? Apakah ini properti bapakmu?” kata orang itu sebagaimana diceritakan Raja kepada BBC.
Pandemi Covid-19 ternyata menciptakan kondisi yang memperlancar kampanye pasangan Narasimhan. Pasalnya, bahaya Covid-19 mulai menyadarkan sebagian warga.
Baca Juga: Pemuka Agama India Ajak Bantai Minoritas, Viral dan Tuai Kecaman
“Ketakutan atas pandemi membuat mereka berpikir,” kata Priti.
Tak hanya di kalangan masyarakat, pemerintah pun lebih serius menyikapi kebiasaan meludah sembarangan karena pandemi.
Sebelumnya, otoritas India terkesan “setengah hati” menyikapi isu tersebut.
Sejumlah pemerintah lokal mencoba berinisiatif mengatasi fenomena itu. Salah satunya adalah Mumbai.
Mumbai pernah menerapkan denda bagi warga yang meludah, membuang sampah, atau kencing di tempat umum. Namun, aturan itu tak efektif karena petugas kerap mengabaikan pelanggaran.
Pemerintah India kemudian mulai menerapkan langkah tegas seiring pandemi. Virus corona bisa menyebar lewat udara dan kebiasaan meludah sembarangan memperburuk risiko penularan.
Di bawah peraturan darurat kebencanaan, India menerapkan sanksi denda dan tahanan bagi pelaku meludah sembarangan.
Orang nomor satu India, Narendra Modi pun mau ikut campur dan meminta warga tidak meludah di tempat umum, sesuatu yang menurutnya “kita selama ini paham bahwa itu salah.”
Baca Juga: Heboh Anak Kambing Berwajah seperti Manusia di India
Respons pemerintah India ini kontras dengan beberapa tahun silam. Pada 2016 lalu, Menteri Kesehatan India bahkan memaklumi kebiasaan itu.
“India itu negara peludah. Kita meludah saat bosan, kita meludah saat lelah, kita meludah saat murka atau kita sekadar ingin meludah saja. Kita meludah di mana pun dan kapan pun,” katanya kepada parlemen.
Kebiasaan meludah sembarangan di India telah berakar sejak lama dan terkait kepercayaan lokal. Akademikus menduga kebiasaan ini terkait dengan sistem kasta Hindu.
Menurut sejarawan Mukul Kesavan, kebiasaan meludah adalah “obsesi orang India atas polusi dan bagaimana kamu mengosongkan diri darinya.”
Sebagian sejarawan lain menyebut ada kaitan antara fenomena meludah sembarangan dengan gagasan kasta atas Hindu tentang mejaga kemurnian tubuh dengan cara meludahkan segala yang kotor ke luar.
“Sikap tentang meludah melampaui pertanyaan tentang kebersihan,” kata Uddalak Mukherjee, asisten editor suratkabar Telegraph.
“Seorang sopir taksi pernah berkata kepada saya, ‘Aku mengalami hari buruk dan ingin mengenyahkan pengalaman itu (dengan meludah)',” imbuhnya.
Menurut Raja Naramsihan, kebanyakan masyarakat India masih memaklumi kebiasaan meludah. “Mereka pikir sudah jadi haknya untuk meludah (sembarangan),” katanya.
Kebiasaan meludah umum dilakukan laki-laki dan bahkan terdapat anggapan bahwa meludah sembarangan itu “keren”.
Fenomena meludah sembarangan sendiri pernah menjadi isu di belahan dunia lain. Menurut Vidya Krishnan, penulis buku Phantom Plague: How Tuberculosis Shaped History, meludah di tempat umum sempat menjadi kebiasaan yang dimaklumi di Eropa.
Akan tetapi, semua berubah sejak wabah TBC menerjang. Wabah membuat kesadaran publik lebih mudah tertanam.
“Kesadaran tentang bagaimana bakteri menyebar menimbulkan kebiasaan sosial baru. Orang mulai belajar untuk menutup (mulut dan hidung) saat bersin dan batuk, menolak jabat tangan, dan mencium bayi mulai tidak diterima. Kesadaran tentang kebersihan juga menyebar dengan baik,” kata Krishnan.
Baca Juga: Politikus India Dihujat gara-gara Bercanda soal Pemerkosaan
Akan tetapi, di India, kurangnya dukungan pemerintah disebut membuat fenomena meludah sembarangan tetap terawat.
Raja Naramsihan menyorot minimnya fasilitas untuk mengantisipasi kebiasan meludah sembarangan. Menurutnya, fasilitas seperti tempolong ludah dapat membantu menekan kebiasaan ini.
“Sebagai anak-anak yang tumbuh di Kolkata, aku ingat ada tempolong ludah berisi pasir yang ditempelkan ke tiang lampu. Itu menghilang lalu orang-orang meludah sembarangan,” kata Raja.
Di lain sisi, sanitasi yang tak merata juga menjadi tantangan tersendiri. Para ahli mengingatkan bahwa sebatas menghukum pelaku tak akan menghilangkan kebiasaan meludah sembarangan.
“Di India, akses ke kamar mandi, air mengalir, dan saluran air itu semua perkara privilese,” pungkas Krishnan.
Menyusul meredanya pandemi Covid-19 di India, semangat pemerintah untuk mengatasi kebiasaan ini pun memudar, menandakan perang terhadap meludah sembarangan masih akan berlangsung lebih lama.
Baca Juga: Massa Peziarah Hindu di India Saling Berdesakan, Sedikitnya 12 Tewas Terinjak-Injak
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.