BRUSSELS, KOMPAS.TV - Sekretaris Jenderal Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg pada Jumat (10/12/2021) menolak desakan Rusia agar Barat menarik undangan ke Ukraina untuk bergabung dengan aliansi tersebut seperti dilansir Straits Times yang mengutip AFP, Sabtu (11/12/2021)
"Hubungan NATO dengan Ukraina akan diputuskan oleh 30 sekutu NATO dan Ukraina - tidak ada pihak lain," kata Stoltenberg, pada konferensi pers bersama dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz.
"Kami tidak dapat menerima Rusia sedang mencoba untuk membangun kembali sistem di mana kekuatan besar seperti Rusia memiliki lingkup pengaruh, di mana mereka dapat mengontrol atau memutuskan apa yang dapat dilakukan anggota lain."
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan, NATO harus secara resmi membatalkan deklarasi 2008 yang membuka pintu bagi Georgia dan Ukraina, dua bekas republik Soviet.
"Untuk kepentingan fundamental keamanan Eropa, perlu secara resmi menolak keputusan KTT NATO di Bucharest tahun 2008 bahwa 'Ukraina dan Georgia akan menjadi anggota NATO'," katanya.
Pasukan Rusia sekarang menduduki dua wilayah Georgia yang memisahkan diri, dan Moskow mencaplok wilayah Krimea Ukraina sambil diduga mendukung pemberontak separatis di Donbas yang bertetangga.
Dalam beberapa minggu terakhir, Rusia menggelar sekitar 100.000 tentara ke perbatasan Ukraina, membunyikan lonceng alarm di Washington dan di markas besar NATO di Brussels.
Baca Juga: Rusia Ancam AS jika Tolak Berikan Jaminan Tak akan Kerahkan Pasukan Bantu Ukraina
Minggu ini, Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Amerika Serikat Joe Biden mengadakan pembicaraan selama dua jam, dengan kepala Kremlin menuntut jaminan Barat bahwa Ukraina tidak akan menjadi basis NATO terhadap Rusia.
Sekutu Barat khawatir dengan penggelaran pasukan Rusia di perbatasan Ukraina, menyatakan kembali dukungan untuk kedaulatan Ukraina dan memperingatkan Rusia akan konsekuensi "strategis dan ekonomi" yang mendalam jika menyerang.
Stoltenberg bersikeras, sementara para pemimpin Barat terbuka untuk berdiskusi. Mereka "tidak akan berkompromi tentang hak setiap negara di Eropa untuk memutuskan jalan mereka sendiri."
“Ini diabadikan dalam banyak dokumen dan perjanjian yang juga telah ditandatangani Rusia,” katanya, mengutip perjanjian keamanan Eropa sejak Perang Dingin.
"Telah dinyatakan dengan jelas setiap negara merdeka yang berdaulat tentu saja memiliki hak untuk memilih jalannya sendiri, termasuk pengaturan keamanan seperti apa yang mereka inginkan."
Baca Juga: Ukraina Siap Perang Lawan Rusia, tapi Kekurangan Tentara dan Senjata
Perdana Menteri Jerman yang baru, Olaf Scholz, pada Rabu (08/12/2021) melakukan perjalanan pertamanya ke markas besar NATO sebagai kanselir Jerman. Dalam pidatonya, Scholz juga memperingatkan Rusia.
"Sekutu NATO setuju setiap agresi lebih lanjut terhadap Ukraina akan datang dengan harga tinggi dan memiliki konsekuensi politik dan ekonomi yang serius bagi Rusia," katanya.
Pemimpin Jerman berada di bawah tekanan untuk berkomitmen menghentikan pembukaan pipa Nord Stream 2 antara Rusia dan Jerman jika Moskow menyerang Ukraina.
Scholz tidak menjanjikan hal itu, tetapi dia berkata, "Kami meminta Rusia untuk kembali ke diplomasi dan untuk mengurangi ketegangan serta menghormati kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina."
Ukraina dan Georgia saat ini dilaporkan belum berencana bergabung dengan NATO, yang memiliki pakta pertahanan bersama yang akan membuat anggota lain bergerak untuk membela anggota lain jika diserang.
Tetapi Amerika Serikat dan beberapa sekutunya membantu melatih pasukan Ukraina, dan Washington berkomitmen lebih dari USD2,5 miliar untuk mendukung militer Ukraina yang hancur saat menghadapi serangan Rusia tahun 2014.
Sumber : Kompas TV/Straits Times via AFP
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.