Awalnya ia berencana mempertahankan keduanya, tetapi terpaksa melepas salah satu dari mereka karena sulitnya memberikan makanan, khususnya roti dan susu bubuk.
Suaminya yang berusia 45 tahun bekerja sebagai buruh, tetapi hanya bekerja satu dari lima hari.
Dan gaji per harinya sekitar 1 dolar AS atau setara Rp14.000 hanya cukup untuk makan dua hari.
Sedangkan putranya yang kedua bekerja di pasar terdekat, mendorong gerobak yang digunakan pemilik warung untuk mengangkut hasil produksinya.
Tetapi karena ia terlalu muda, dan pemilik warung lebih memilih anak yang lebih kuat, maka terkadang ia tak bisa bekerja.
Ibu itu mengaku awalnya menolak menjual anaknya, tetapi setelah beberapa hari bayinya menangis karena tidak makan, ia memutuskan yang terbaik adalah menjualnya ke orang lain.
“Ini sangat berat. Berat dari apa yang bisa Anda bayangkan. Saya memberikan anak saya karena kemiskinan. Saya tak bisa menjaganya dan tak bisa memberinya apa pun,” tutur ibu tersebut.
“Saya memberikan seluru uang itu kepada suami saya. Ia membeli nasi, minyak dan tepung. Kami telah menghabiskannya,” lanjutnya.
Sang suami menambahkan bahwa mereka membutuhkan pertolongan.
“Kami lapar dan miskin. Tak ada banyak kesempatan bekerja di Afghanistan,” ujarnya.
“Kami memiliki anak. Kami sangat membutuhkan tepung dan minyak, yang tak kami miliki. Akan sangat bagus juga jika memiliki kayu bakar,” tambahnya.
Baca Juga: Turki Enggan Lawan Rusia Seandainya Moskow Menyerang Ukraina
Ia pun menegaskan dirinya tak mampu membeli daging selama dua atau tiga bulan terakhir.
Mereka hanya memiliki roti untuk anak, yang juga tak selalu tersedia.
Save the Children pun memberikan keluarga itu bantuan paket darurat untuk rumahnya.
Mereka memberikan sejumlah barang untuk dapur, selimut, pakaian musim dingin, sepatu, peralatan rumah dan barang-barang esensial seperti gas untuk masak.
Sumber : Daily Mail
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.