Baca Juga: Ledakan Terdengar di Fasilitas Nuklir Iran Natanz, Jadi Target Serangan?
Namun pada Mei 2018, Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump menarik diri secara sepihak dari JCPOA, sanksi internasional terhadap Teheran pun kembali dijatuhkan. JCPOA pun nyaris kolaps.
“Aku masih ingat, selama negosiasi pada 2015, kami mengikuti dengan semangat seluruh putaran perundingan,” ungkap Farzaneh, 31 tahun seperti dilansir Middle East Eye, Sabtu (4/12/2021).
“Kami mempercayai Tuan (Mohammad Javad) Zarif (perunding utama Iran). Dia memang bekerja keras, tapi tidak berhasil. Sekarang aku tidak tertarik untuk tahu apa yang sedang terjadi di Wina saat ini. Aku lelah melihat harapan-harapanku pupus,” tuturnya.
Perundingan tentang program nuklir Iran dimulai pada 2003 di era kepemimpinan Presiden Mohammad Khatami.
Saat itu, Iran, Prancis, Inggris, dan Jerman mencapai kesepakatan di mana Teheran bersedia menghentikan pengayaan uraniumnya.
Karena tekanan Amerika Serikat, negara-negara Eropa melanggar kewajiban di bawah perjanjian 2003 yang dicapai di Teheran, Brussels, dan Paris. Sebagai respons, Iran pun mengambil pendekatan yang kurang kooperatif.
Baca Juga: Iran Sebut Senjata Nuklir Israel Bahayakan Timur Tengah
Pemerintah Iran di bawah Mahmoud Ahmadinejad meneruskan program nuklir selama delapan tahun kekuasaannya dari 2005-2013 tanpa mempedulikan sanksi internasional.
Namun bahkan Ahmadinejad yang mendapat dukungan publik dalam negeri untuk mengembangkan program nuklir saja tidak mampu melawan tekanan internasional dan akhirnya kembali ke meja perundingan.
Sumber : Middle East Eye
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.