“Gedung tertinggi kedua dunia… di negara miskin,” sindir seorang warga Malaysia di Twitter pekan ini.
Pengguna Twitter lainnya juga mengatakan, tak ada manfaatnya membangun sebuah gedung pencakar langit ketika ekonomi terpuruk parah dan kemiskinan merajalela.
Proyek pembangunan Merdeka 118 itu juga menuai kritikan saat pertama kali diumumkan lebih dari satu dekade lalu.
Perdana Menteri saat itu, Najib Razak, membela diri dan berkilah bahwa pembangunan Merdeka 118 tak akan sia-sia.
Kini, proyek yang menelan ongkos hingga sekitar 1,5 miliar dolar (sekitar Rp21,6 triliun) itu tampak sangat kontras dengan kondisi ekonomi Malaysia yang tengah berjuang untuk pulih dari resesi akibat pandemi.
Baca Juga: Dihantui Varian Omicron, Malaysia Terpaksa Tunda Peralihan ke Fase Endemi
Sentimen publik atas pembangunan proyek itu dirangkum seorang pengguna Twitter dengan baik.
“Kami sudah punya cukup pencakar langit yang ingin jadi ikon. Kami ingin infrastruktur kota yang lebih baik, berkurangnya kemacetan,” tulisnya.
Pengacara garis kanan Lim Wei Jiet, yang juga seorang anggota partai politik pimpinan anak muda MUDA, ikut nimbrung menyindir. Ia menyinggung masalah yang lebih mendesak, yakni upah minimum di negeri itu, yang seharusnya lebih tinggi.
“Di KL, sebuah proposal upah minimum 1.200 ringgit Malaysia untuk murid, disambut dengan penolakan keras. Tapi okelah, paling tidak kita punya menara tertinggi kedua di dunia,” tulisnya.
“Malaysia, (mengutamakan) bentuk daripada substansi, selalu,” pungkasnya satir.
Sumber : Vice/The Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.