VIENNA, KOMPAS.TV - Puluhan ribu pengunjuk rasa, banyak dari kelompok sayap kanan, berbaris melalui Wina pada Sabtu (20/11/2021) waktu Austria, setelah pemerintah mengumumkan lockdown nasional mulai hari Senin (22/11/2021) untuk menahan lonjakan infeksi virus corona.
Unjuk rasa menentang pembatasan bergerak untuk mencegah lonjakan infeksi Covid-19 juga terjadi di Swiss, Kroasia, Italia, dan Irlandia Utara. Sementara di Rotterdam, Belanda, unjuk rasa kembali pecah setelah polisi menembaki pengunjuk rasa, dan membuat tujuh orang terluka.
Unjuk rasa dilakukan dengan tujuan menentang kewajiban vaksinasi Covid-19 dan pembatasan sosial untuk memasuki restoran, pasar Natal atau acara olahraga.
Lockdown diberlakukan Austria pada Senin mendatang setelah rata-rata kematian harian akibat Covid-19 meningkat tiga kali lipat dalam beberapa pekan terakhir. Hal ini juga dikarenakan rumah sakit di negara bagian yang terkena dampak paling parah, memperingatkan bahwa unit perawatan intensif mereka telah mencapai batas kapasitas.
Menurut pejabat Austria, pihaknya akan memberlakukan lockdown setidaknya 10 hari. Namun bisa meningkat hingga 20 hari, tergantung situasi yang terjadi.
Dalam lockdown terbaru ini, Pemerintah Austria memperbolehkan orang-orang untuk keluar rumah dengan alasan tertentu, seperti membeli bahan makanan, pergi ke dokter atau berolahraga.
Selain memberlakukan lockdown, Pemerintah Austria juga akan mewajibkan vaksinasi mulai 1 Februari.
Baca Juga: Belgia Terapkan Wajib WFH Minggu Depan Walau Vaksinasi Penuh Covid-19 Sudah 75 persen
Di Austria, penduduk yang mendapat vaksinasi Covid-19 belum mencapai 66 persen dari jumlah penduduknya sebesar 8,9 juta. Saat ini Austria merupakan negara yang memiliki tingkat persentase vaksinasi terendah di Eropa Barat.
Unjuk rasa di Austria terjadi di alun-alun Heldenplatz, Wina. Para pengunjuk rasa meneriakkan kata "Lawan!" dan meniup peluit. Kemudian pengunjuk rasa bergerak di jalan lingkar dalam kota.
Banyak pengunjuk rasa mengibarkan bendera Austria dan membawa spanduk yang mengejek Kanselir Alexander Schallenberg dan Menteri Kesehatan Wolfgang Mueckstein.
Beberapa memakai scrub dokter, lainnya mengenakan topi kertas timah. Sebagian besar spanduk unjuk rasa berfokus pada mandat vaksin, "Tubuhku, Pilihanku," baca salah satunya. “Kami Membela Anak-Anak Kami!” kata yang lain.
Di antara mereka yang memprotes adalah anggota partai dan kelompok sayap kanan dan ekstrem kanan, termasuk Partai Kebebasan sayap kanan, partai MFG anti-vaksin, dan Identitarian sayap kanan.
Sekitar 1.300 petugas polisi diturunkan dan 35.000 pengunjuk rasa berpartisipasi dalam pawai yang berbeda di seluruh kota, kata polisi, menambahkan sebagian besar pengunjuk rasa tidak menggunakan masker.
Polisi mengatakan beberapa pengunjuk rasa ditahan, tetapi tidak memberikan angka spesifik.
Pemimpin Partai Kebebasan Herbert Kickl, yang dites positif Covid-19 minggu ini dan harus tetap diisolasi, muncul melalui video, mencela apa yang disebutnya tindakan "totaliter" dari pemerintah "yang yakin (pemerintah) harus berpikir dan memutuskan untuk kita."
Baca Juga: Pria di Filipina Disuntik Vaksin Covid-19 Sinovac dan AstraZeneca di Hari yang Sama, Apa Efeknya?
Schallenberg meminta maaf terkait kebijakan vaksinasi dan lockdown terbaru. "Saya minta maaf untuk mengambil langkah drastis ini," katanya pada penyiar publik ORF.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.