“Kami juga khawatir dengan jumlah keluarga yang secara langsung mendatangi kami untuk melapor bahwa mereka kehilangan kerabat dan butuh bantuan,” imbuhnya.
Di lain sisi, mayoritas warga Burkina Faso juga tidak bisa mengandalkan aparat keamanan. Pasalnya, aparat justru diduga menjadi pelaku pembunuhan atau penghilangan paksa.
Baca Juga: 47 Orang Terbantai dalam Serangan Kelompok Bersenjata Garis Keras di Burkina Faso
Bahkan, menurut organisasi Collective Against Impunity and Stigmatization of Communities (CISC), aparat diduga bertanggung jawab atas 70 persen kasus kehilangan yang dilaporkan keluarga.
Selain menghadapi kekerasan kelompok ekstremis, warga Burkina Faso juga mesti waspada atas kekerasan aparat negara serta kelompok paramiliter yang didukung negara.
Menurut Daouda Diallo, direktur eksekutif CISC, terdapat penurunan kasus penghilangan yang melibatkan militer pada tahun ini. Ia menduga hal ini terkait laporan Human Rights Watch yang mengungkap militer Burkina Faso terlibat dalam pembunuhan massal.
Akan tetapi, aksi kekerasan dan penghilangan masih dilakukan paramiliter yang disponsori negara.
“Sedih untuk melihat aksi kekerasan telah dialihkan ke sipil bersenjata atau milii di lapangan,” kata Diallo.
Pengamat menyebut konflik kelompok ekstremis dan militer di Burkina Faso telah menimbulkan impunitas. Heni Nsaibia, periset Armed Conflict Location and Event Data Project, menyebut kasus penghilangan dan pembunuhan menunjukkan keadaan tanpa hukum.
“Proporsi signifikan dari kasus kekerasan diatribusikan kepada kelompok jihadis atau ‘unit bersenjata tak dikenal’, membuatnya mudah untuk menghilangkan tanggung jawab dari pihak tertentu. Mudah untuk membunuh orang atau menghilangkan mereka, tetapi melindungi mereka adalah tugas yang lebih sulit,” kata Nsaibia.
Baca Juga: Komnas HAM: Impunitas Kasus HAM Sangat Kuat di Indonesia, Terutama Terkait Kekuasaan dan Institusi
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.