DOHUK, KOMPAS.TV - Ribuan migran masih terjebak dalam krisis perbatasan Polandia-Belarusia. Para migran itu kebanyakan berasal dari Timur Tengah, hendak menyeberang ke negara-negara Uni Eropa, tetapi dihalau aparat.
Pada Senin (9/11/2021) lalu, para migran yang putus asa berusaha menerobos perbatasan Polandia. Bentrokan terjadi dan sejumlah migran luka-luka.
Kondisi migran yang singgah di kamp pengungsian dan hutan mengenaskan. Relawan kemanusiaan menyebut para migran kelaparan dan butuh obat-obatan.
Cuaca di perbatasan Polandia pun sedang tak bersahabat. Menjelang musim dingin, suhu udara bisa mencapai titik beku di perbatasan.
Kebanyakan migran itu berutang atau menjual barang berharga demi iming-iming hidup di Eropa Barat melalui Belarusia. Namun, kini mereka terancam dideportasi setelah kehilangan segalanya.
Salah seorang migran yang terjebak adalah Sarkawt Ismat, sopir taksi 19 tahun asal Dohuk, Kurdistan, Irak.
Sarkawt meninggalkan kampung halaman sejak dua pekan lalu. Ia rela membayar 2.600 dolar AS atau sekitar Rp37 juta demi tiket ke Jerman via Belarusia. Ia menjual taksi yang bukan miliknya sendiri demi perjalanan ini.
Baca Juga: Krisis di Perbatasan Belarusia-Polandia Memanas, Ribuan Migran Terjebak, Politisi Saling Tuduh
Agen perjalanan menjanjikannya bisa sampai ke Jerman melalui akomodasi perjalanan bus ke Turki, tiket pesawat ke Minsk, Bulgaria, serta empat malam menginap di hotel, masing-masing di Istanbul dan Minsk.
Sarkawt diiming-imingi bahwa perjalanannya cukup mudah. Ia hendak menyusul kakaknya yang terlebih dulu migrasi ke Jerman. Sang kakak nekat bermigrasi karena penyakit jantung membuatnya tak memiliki masa depan di Irak.
Akan tetapi, ketika hampir mencapai perbatasan Polandia, mimpi Sarkawt dan rekan-rekannya buyar. Ia mengaku dicegat tentara Belarusia, dipukuli, lalu barang-barangnya dirampas.
Sarkawt dan rekan-rekannya terjebak di hutan selama beberapa hari. Petugas perbatasan Polandia mencegahnya lewat.
“Saya ketakutan dan ingin pulang sekarang, tetapi saya tidak punya uang. Benar-benar penghinaan di sini,” kata Sarkawt kepada Associated Press melalui telepon pinjaman.
“Ketika saya berangkat, mereka bilang ini sangat mudah; hanya butuh tiga hari sampai Eropa,” lanjutnya.
Sarkawt adalah satu dari ribuan korban kebijakan pemerintah dan iklan agen perjalanan.
Perjalanan seperti yang ditempuh Sarkawt ramai ditawarkan beberapa bulan belakangan, kendati tetangga Belarusia yakni Polandia, Lituania, dan Latvia memperketat perbatasan seiring melonjaknya migrasi.
Baca Juga: Presiden Belarusia Hina Uni Eropa dan Polandia Usai Naik Pitam Dituduh Ini
Belarusia menjadi pintu masuk favorit karena kemudahan akses. Minsk mempermudah pengurusan visa turis dari Timur Tengah dan Afrika ke negara itu.
Agen perjalanan pun menyambutnya dengan tawaran migrasi ke negara-negara Uni Eropa. Caranya dengan menempuh perjalanan mudah ke Belarusia, lalu berusaha diam-diam menembus perbatasan barat.
Kebijakan Belarusia tersebut membuat Uni Eropa marah dan menuding pemerintahan Alexander Lukashenko bermain-main dengan nyawa manusia.
Uni Eropa menuding Lukashenko menggunakan migran sebagai “bidak”. Belarusia dituduh mendorong para migran bermigrasi ke Eropa.
Berbagai kalangan menyebut langkah Minsk merupakan balasan atas sanksi tegas Uni Eropa. Belarusia disanksi karena tindakan keras Lukashenko terhadap demonstran dan oposisi yang mengecam hasil pemilu 2020 yang memperpanjang masa jabatannya.
Lukashenko sendiri membantah tuduhan tersebut dan menyebut Uni Eropalah yang menyengsarakan migran dengan menutup jalan aman bagi mereka.
Arus migran dari Belarusia menimbulkan adu mulut para pemimpin negara dan pengerahan pasukan di perbatasan.
Di lain pihak, konflik Belarusia-Uni Eropa dan situasi genting di perbatasan tak menyurutkan niat migrasi. Meskipun kabar krisis perbatasan Polandia-Belarusia telah menyebar, seorang calon migran asal Suriah justru bersiap melakukan perjalanan.
Suriah, juga Irak, termasuk wilayah di Timur Tengah yang hancur karena perang bertahun-tahun. Konflik Suriah sejak dekade lalu telah menewaskan 400.000 orang dan membuat ekonomi terpuruk.
“Tidak ada masa depan di sini (Suriah) bagi orang muda, entah itu dalam pendidikan, kebudayaan, atau kehidupan sosial,” kata seorang mekanik asal Suriah.
Mekanik itu minta namanya tak disebut karena takut pemberitaan akan mengganggu rencana migrasinya.
Baca Juga: Konflik Perbatasan Polandia-Belarusia Memanas, Inggris Kirim Pasukan Kecil ke Polandia
Mekanik itu sudah mendengar tentang krisis perbatasan Belarusia dari media sosial. Ketika tahu pemberitaan itu, ia justru pergi ke Damaskus untuk memesan tiket seharga 4.000 dolar AS atau Rp56,8 juta per orang demi perjalanan ke Belarusia.
Ia mengaku mendapatkan modal migrasi dari berutang. Ketika visanya terbit, sang mekanik akan mencoba mencapai Jerman bersama dua anaknya.
“Saya harus menjamin masa depan anak saya,” katanya.
Selagi sang mekanik menunggu visa terbit, Sarkawt Ismat justru menunggu kepulangan. Pada Kamis (11/11), pemerintah Belarusia mengizinkannya ke Minsk untuk kemudian dipulangkan ke Irak.
Kendati meninggalkan utang 10.000 dolar AS di rumah, ibu Sarkawt mengaku tak ambil pusing. Sang ibu hanya ingin anaknya pulang.
“Dia (Sarkawt) menelepon sambil menangis, berkata ‘Aku mau pulang ke Irak. Aku tidak ingin apa pun selain pulang. Aku kelaparan dan kedinginan’,” kata ibu Sarkawt, Adla Salim di Dohuk, Irak.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.