GLASGOW, KOMPAS.TV - Lebih dari 100 negara, termasuk Indonesia, bergabung dalam upaya yang dipimpin Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk memangkas emisi metana hingga 30 persen pada 2030 dari tingkat 2020.
Negara-negara ini bergabung dalam sebuah prakarsa yang ditujukan untuk mengatasi salah satu penyebab utama perubahan iklim.
Metana adalah gas rumah kaca penyebab perubahan iklim yang utama di samping karbon dioksida.
Metana punya potensi menyimpan panas lebih kuat daripada karbon dioksida tetapi metana lebih cepat terurai di atmosfer. Artinya, pengurangan emisi metana dapat memiliki dampak positif yang cepat untuk mengendalikan pemanasan global.
Ikrar Metana Global, atau The Global Methane Pledge yang diluncurkan pada KTT COP26 di Glasgow, Selasa (2/11/2021) kemarin, setelah diumumkan pada bulan September lalu, kini beranggotakan negara-negara yang mewakili hampir setengah dari emisi metana global dan 70 persen dari PDB global, kata Presiden Amerika Serikat Joe Biden .
"Bersama-sama, kita berkomitmen untuk secara kolektif mengurangi metana sebesar 30 persen pada tahun 2030. Dan saya pikir kita mungkin bisa melampaui (target) itu," kata Biden pada KTT COP26 di Glasgow, Skotlandia.
"Ini akan meningkatkan ekonomi kita, menghemat uang banyak perusahaan, mengurangi kebocoran metana, menangkap metana untuk mengubahnya menjadi aliran pendapatan baru, serta menciptakan pekerjaan dengan gaji yang baik bagi pekerja kita."
Di antara penandatangan baru adalah Brasil, salah satu dari lima penghasil metana terbesar di dunia.
Ikrar tersebut sekarang mencakup enam dari 10 penghasil metana terbesar di dunia, yaitu Amerika Serikat, Brasil, Indonesia, Nigeria, Pakistan, dan Meksiko.
Namun tiga negara lain seperti China, Rusia dan India, yang termasuk di antara lima penghasil emisi metana terbesar, belum menandatangani ikrar tersebut.
Baca Juga: Dukung Transisi Energi Indonesia, ADB Teken MoU dengan PLN di COP26
Negara-negara itu semuanya termasuk dalam daftar yang diidentifikasi sebagai target untuk bergabung Ikrar Metana Dunia tersebut, seperti dilaporkan Reuters yang dikutip Straits Times.
"Metana adalah salah satu gas yang dapat kita potong paling cepat. Melakukan hal itu akan segera memperlambat perubahan iklim," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.
Sejak pertama kali diumumkan pada bulan September dengan hanya beberapa penandatangan, Amerika Serikat dan Uni Eropa bekerja untuk mendapatkan penghasil emisi metana terbesar di dunia untuk bergabung dalam kemitraan mereka.
Ada sekitar 60 negara yang mendaftar minggu lalu, setelah manuver diplomatik terbaru dari Amerika Serikat dan Uni Eropa menjelang KTT Iklim PBB COP26.
Meskipun bukan bagian dari negosiasi formal PBB, Ikrar Metana Dunia itu dapat menjadi salah satu hasil paling signifikan dari KTT Iklim PBB COP26, mengingat potensi dampak positifnya dalam menahan bencana perubahan iklim.
Sebuah laporan PBB pada bulan Mei mengatakan pengurangan tajam dalam emisi metana dekade ini dapat menurunkan hampir 0,3 derajat C pemanasan global pada tahun 2040-an.
Jika gagal mengatasi metana, bagaimanapun, akan mendorong tujuan Perjanjian Paris 2015 menjadi di luar jangkauan untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri dan menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim.
Baca Juga: COP26: Jokowi dan 100 Lebih Pemimpin Negara Janji Hentikan Deforestasi per 2030
Pemotongan metana 30 persen, yang tidak mengikat secara hukum, akan dicapai secara bersama oleh para penandatangan, dan akan mencakup semua sektor.
Sumber utama emisi metana termasuk infrastruktur minyak dan gas yang bocor, tambang batu bara tua, pertanian, dan lokasi TPA Sampah.
Jika dipenuhi, janji tersebut kemungkinan akan memiliki dampak terbesar pada sektor energi, karena para analis mengatakan memperbaiki infrastruktur minyak dan gas yang bocor adalah cara tercepat dan termurah untuk mengekang emisi metana.
Amerika Serikat adalah produsen minyak dan gas alam terbesar di dunia, sedangkan UE adalah pengimpor gas terbesar.
Amerika Serikat pada hari Selasa meluncurkan proposalnya sendiri untuk mengatasi emisi metana dengan fokus pada sektor minyak dan gas.
Aturan baru di Amerika Serikat itu berlaku segera setelah tahun 2023 dan akan memangkas metana dari operasi minyak dan gas sebesar 74 persen dari tingkat tahun 2005 pada tahun 2035, menurut Badan Perlindungan Lingkungan AS.
Uni Eropa dan Kanada berencana untuk mengumumkan undang-undang pemotongan gas metana akhir tahun ini yang utamanya akan mencakup sektor energi.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.