Kompas TV internasional kompas dunia

Amerika Serikat Murka dan Desak Penyelidikan atas Penyiksaan Sistematis oleh Junta Militer Myanmar

Kompas.tv - 29 Oktober 2021, 15:53 WIB
amerika-serikat-murka-dan-desak-penyelidikan-atas-penyiksaan-sistematis-oleh-junta-militer-myanmar
Anggota kongres AS Michael McCaul, Republikan Texas, anggota senior Komite Urusan Luar Negeri Kongres, bersama Ketua Komite Gregory Meeks, Demokrat, New York. McCaul mendesak Kongres untuk mengadakan pemungutan suara atas Undang-Undang Burma atau Myanmar sehubungan dengan temuan tersebut. Undang-undang tersebut akan mengesahkan sanksi tambahan yang ditargetkan terhadap junta militer. (Sumber: AP Photo/Scott Applewhite)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Edy A. Putra

“Pengakuan personel militer yang menyaksikan secara langsung para tahanan yang disiksa sampai mati akan menjadi penting untuk upaya akuntabilitas, serta pengungkapan lokasi pusat penyiksaan dan interogasi oleh AP.”

Mengingat upaya militer untuk menyembunyikan pelanggarannya, Andrews mengatakan kesaksian-kesaksian dalam laporan AP “sangat mungkin hanya puncak gunung es.”

Anggota Kongres Amerika Serikat dari Texas, Michael McCaul, Republikan teratas di Komite Urusan Luar Negeri Kongres, mendesak Kongres untuk mengadakan pemungutan suara atas Undang-Undang Burma sehubungan dengan temuan tersebut. Undang-undang tersebut akan mengesahkan sanksi tambahan yang ditargetkan terhadap junta militer.

Sementara Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa sudah memberikan sanksi kepada petinggi militer Myanmar dan perusahaan milik negara, mereka belum memberikan sanksi kepada perusahaan minyak dan gas AS dan Prancis yang bekerja di Myanmar.

Itu memungkinkan militer untuk mempertahankan sumber pendapatan mata uang asing terbesarnya, yang digunakan Tatmadaw, sebagian untuk membeli senjata.

“Pelaporan yang mengganggu oleh Associated Press tentang penyiksaan sadis dan kekerasan mengerikan yang dilakukan oleh junta militer Burma sayangnya merupakan yang terbaru dalam rangkaian panjang kekejaman mereka, termasuk genosida terhadap Rohingya,” kata McCaul dalam sebuah pernyataan, merujuk pada tindakan militer, pembantaian massal dan pemerkosaan ribuan muslim Rohingya pada 2017.

Baca Juga: Presiden AS Joe Biden Kecam Junta Militer Myanmar di KTT ASEAN, Desak Demokrasi Pulih Kembali

Kombinasi foto satelit 2020-2021ini menunjukkan beberapa penjara bergaya panopticon di seluruh Myanmar. Sejak kudeta Februari, militer Myanmar menggunakan penyiksaan terhadap mereka yang ditahan dengan cara yang metodis dan sistemik di seluruh negeri. (Sumber: Planet Labs via AP)

Anggota Kongres dari New York, Gregory Meeks, ketua Demokrat dari Komite Urusan Luar Negeri Kongres, juga mendesak Kongres untuk meloloskan undang-undang tersebut.

“Saya mengutuk perlakuan kejam militer Burma terhadap para tahanan, yang diduga termasuk anak berusia 16 tahun, dengan istilah yang paling keras,” kata Meeks dalam sebuah pernyataan.

Pemerintah sedang mempertimbangkan sanksi yang dapat berdampak pada industri minyak dan gas Myanmar tetapi belum membuat keputusan, menurut pejabat yang mengetahui proses tersebut.

Para pejabat ini mengatakan secara pribadi, ada perdebatan internal yang sengit antara Dewan Keamanan Nasional, Departemen Luar Negeri dan Departemen Keuangan tentang cara terbaik untuk memastikan sanksi yang dijatuhkan tidak berdampak negatif terhadap rakyat Myanmar.

Kelompok hak asasi manusia juga mendesak tanggapan internasional segera.

“Investigasi AP yang membakar dan ekspansif, yang menyoroti kotak hitam fasilitas penahanan militer Myanmar. Rezim Tatmadaw yang melakukan penyiksaan metodis, dan upaya untuk menyembunyikannya dari pandangan publik, menuntut pengakuan dan tindakan global segera,” kata Susannah Sirkin, direktur kebijakan di Physicians for Human Rights.

Kelompok tersebut menyimpulkan luka-luka yang terlihat dalam foto-foto yang dikirim oleh AP dari tiga korban penyiksaan konsisten dengan pemukulan yang disengaja dengan tongkat atau pentungan.

Junta militer tidak menanggapi permintaan komentar atas laporan AP. Awal pekan ini, mereka menolak menjawab pertanyaan AP tentang temuannya dan menyebutnya sebagai "omong kosong."




Sumber : Kompas TV/Associated Press




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x