PARIS, KOMPAS.TV - Nama politisi Eric Zemmour meroket di Prancis belakangan ini. Jurnalis sekaligus komentator politik itu semakin difavoritkan untuk maju dalam pemilihan presiden pada 2022 mendatang.
Zemmour adalah sosok kontroversial yang memicu polemik di Prancis. Ia merupakan penulis produktif dan terkenal akibat gagasan-gagasan kontroversial yang dilontarkannya.
Zemmour berhasil memanfaatkan platform media untuk memicu polemik dan mendongkrak popularitasnya. Ia sering menyebarkan pendapat kontroversial terkait isu imigrasi, krisis “kejantanan” Prancis, serta ketidakcocokan Islam dengan nilai-nilai sekuler Prancis.
Pekan lalu, Zemmour kembali menjadi berita utama usai sebuah survei menempatkannya menjadi kandidat presiden favorit kedua setelah Emmanuel Macron. Survei itu digelar oleh Harris Interactive yang menyurvei 1.310 responden yang dianggap representatif terhadap populasi Prancis.
Baca Juga: Mengenal Eric Zemmour, Trump versi Prancis yang Populer Berkat Seruan Anti-Imigrasi dan Islamofobia
Sejumlah pengamat memperbandingkan naiknya popularitas Zemmour seperti Donald Trump di Amerika Serikat (AS). Pengamat lain menggarisbawahi kepopuleran Zemmour di televisi sebagai cerminan polarisasi politik Prancis yang semakin tajam.
“Di Prancis, seorang presiden harus memiliki citra intelektual. Dia (Zemmour) ingin dipandang sebagai Trump versi intelektual,” kata sosiolog Prancis, Philippe Corcuff, kepada Politico.
Apabila Zemmour jadi maju ke pemilihan presiden, ia bisa jadi kandidat paling kontroversial. Lalu, siapakah sebenarnya Eric Zemmour?
Eric Zemmour lahir di Montreuil, Prancis pada 31 Agustus 1958 dari keluarga Yahudi Berber yang bermigrasi ke Prancis dari Aljazair pada 1950-an.
Kendati merupakan keturunan imigran, Zemmour nantinya rajin mempromosikan pandangan anti-imigrasi yang terkenal.
Melansir France24, Zemmour dikenal memiliki pandangan radikal tentang nasionalisme Prancis. Ia bahkan dua kali didakwa bersalah atas tindakan ujaran kebencian dan menghasut kekerasan rasial.
Menurutnya, migran anak-anak dari Afrika dan Timur Tengah yang tidak didampingi keluarga akan menjadi pembunuh, pemerkosa, dan maling. Ia juga menyebut “semua muslim menganggap jihadis sebagai muslim yang baik”.
Pandangan anti-imigrasinya yang cenderung konspiratif juga cukup populer. Zemmour mendukung keyakinan bahwa kedatangan imigran akan menggusur penduduk Eropa secara bertahap.
Zemmour berpendapat bahwa neoliberalisme telah membuat Prancis mengalami kemerosotan. Ia merujuk tingkat perceraian yang tinggi serta “krisis kejantanan” pria kulit putih sebagai “bukti”.
Jurnalis yang mengawali karier di surat kabar Le Quotidien de Paris ini juga mengklaim sebagai pendukung Kaisar Prancis Napoleon Bonaparte. Menurutnya, sejak akhir era Napoleon, “Prancis sudah tidak menjadi pemburu, tetapi mangsa.”
Pada pertengahan September lalu, Zemmour mengaku akan melarang nama pertama yang Islami bagi anak-anak Prancis yang baru lahir. Ia mengaku akan melarang nama seperti “Muhammad” karena “itu bukan nama Prancis”.
“Akan lebih baik bagi (misalnya) pesepakbola Zinedine Zidane memiliki nama ‘Jean Zidane’ dibanding Zinedine,” kata Zemmour dalam wawancara bersama kanal televisi France 2 sebagaimana dikutip The Gaza Post.
Zemmour tersandung sejumlah kasus hukum terkait ujaran kebencian dan provokasi. Pada 2019, ia didenda ratusan ribu euro karena terbukti “menghasut kebencian rasial”.
Akan tetapi, kontroversi dan kasus hukum yang menyandung Zemmour tidak membendung popularitasnya. Politisi berusia 63 tahun ini tetap menjadi bakal kandidat presiden yang populer.
Eric Zemmour selalu mengklaim bahwa ia didukung banyak pihak untuk menjadi calon presiden. Namun, keputusan mengenai pencalonannya masih belum pasti.
Baca Juga: 216.000 Anak Mayoritas Laki-Laki Jadi Korban Pelecehan Seksual di Gereja Katolik Prancis
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.