Kompas TV internasional kompas dunia

Pandora Papers Ungkap Skandal Pajak Ratusan Politisi, Miliarder hingga Tokoh Agama

Kompas.tv - 4 Oktober 2021, 09:18 WIB
pandora-papers-ungkap-skandal-pajak-ratusan-politisi-miliarder-hingga-tokoh-agama
Ilustrasi: pungutan pajak. (Sumber: Thinkstock)
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

NEW YORK, KOMPAS.TV- International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) merilis hasil investigasi mereka terhadap kekayaan ratusan pemimpin dunia, politisi berpengaruh, miliarder, selebritas, tokoh agama, hingga gembong narkoba. Hasilnya, para tokoh tersebut menyembunyikan aset mereka dalam berbagai bentuk.

Seperti mansion, properti ekslusif yang berada di depan pantai, kapal pesiar dan aset lainnya selama 25 tahun terakhir. Investigasi itu dilakukan dengan ICIJ dengan menyelidiki hampir 12 juta dokumen dari 14 perusahaan di seluruh dunia.

Mengutip dari Associated Press, laporan tersebut dirilis pada Minggu (3/10/2021) dan dikerjakan oleh 600 jurnalistik dari 150 media di 117 negara. Laporan itu disebut "Pandora Papers", karena menjelaskan transaksi rahasia para elite dan koruptor yang sebelumnya tersembunyi.

Hasil investigasi itu juga mengungkapkan modus mereka menyembunyikan aset dengan menggunakan rekening luar negeri untuk melindungi aset yang secara kolektif bernilai triliunan dolar.

Dari kategori politisi, ada lebih dari 330 mantan politisi dan yang sekarang masih menjabat. Termasuk Raja Yordania Abdullah II, mantan PM Inggris Tony Blair, Perdana Menteri Republik Ceko Andrej Babis, Presiden Kenya Uhuru Kenyatta, Presiden Ekuador Guillermo Lasso, serta orang-orang dekat Perdana Menteri Pakistan Imran Khan dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Baca Juga: Pengusaha Tambang dan Sektor Keuangan yang Paling Diuntungkan Tax Amnesty Jilid II

Sedangkan dari kategori miliarder, ada nama pengusaha konstruksi asal Turki Erman IIicak, dan mantan CEO produsen sepatu Reynolds & Reynolds, Robert T. Brockman.

"Banyak akun dirancang untuk menghindari pajak dan menyembunyikan aset untuk alasan rahasia lainnya," tulis ICIJ dalam Pandora Papers, seperti dikutip dari AP, Senin (4/10/2021).

"Kebocoran data baru ini harus menjadi peringatan,” kata anggota parlemen dari partai Hijau di Parlemen Eropa Sven Giegold.

“Penghindaran pajak global memicu ketidaksetaraan global. Kita perlu memperluas dan mempertajam tindakan pencegahan sekarang.” ujar Sven.

Oxfam International, sebuah konsorsium amal Inggris, mengapresiasi Pandora Papers karena mengungkap contoh keserakahan yang merampas pendapatan pajak negara. Padahal pajak itu bisa digunakan untuk membiayai program dan proyek untuk kebaikan yang lebih besar.

“Di sinilah rumah sakit kami yang hilang. Di sinilah paket gaji dari semua guru tambahan dan petugas pemadam kebakaran dan pegawai negeri yang kita butuhkan,"  kata Oxfam dalam sebuah pernyataan.

Menurut Oxfam, masyarakat kini bisa mengetahui kemana larinya uang negara selama ini yang dikorupsi politisi.

Pandora Papers adalah tindak lanjut dari proyek serupa yang dirilis pada tahun 2016 yang disebut "Panama Papers", yang juga disusun ICIJ. Pandora Papers terdiri dari 3 terabite data, atau setara dengan 750.000 foto di ponsel, didapatkan dari 14 perusahaan yang berbisnis di 38 yurisdiksi berbeda di dunia.

Baca Juga: Lewat RUU HPP, Pemerintah Akan Tetapkan Tarif Pajak Orang Super Kaya Sebesar 35 Persen

Catatan tersebut berasal dari tahun 1970-an, namun mayoritas data berasal dari tahun 1996 hingga 2020. Sebaliknya, Panama Papers mengumpulkan 2,6 terabite data yang dibocorkan oleh salah satu firma hukum bernama Mossack Fonseca, yang berlokasi di Panama.

Pandora Papers mengungkap aset yang disembunyikan di Virgin Islands, Seychelles, Hong Kong, dan Belize. Tetapi beberapa rekening rahasia juga tersebar di perwalian yang didirikan di AS, termasuk 81 rekening di South Dakota dan 37 rekening di Florida.

Hasil investigasi menyebutkan, ada sebuah perusahaan penasihat keuangan membantu Raja Yordania Abdullah II membuat setidaknya 36 perusahan cangkang dari 1995 hingga 2017, membantu raja membeli 14 rumah senilai lebih dari 106 juta dollar AS di AS dan Inggris.

Para penasihat tersebut diidentifikasi sebagai akuntan Inggris di Swiss dan pengacara di Virgin Islands. Rincian tersebut merupakan pukulan memalukan bagi Abdullah, yang pemerintahannya dilanda skandal tahun ini ketika saudara tirinya, mantan Putra Mahkota Hamzah, menuduh “sistem pemerintahan” korupsi dan tidak kompeten.

Raja mengklaim bahwa dia adalah korban dari “rencana jahat,” menempatkan saudara tirinya di bawah tahanan rumah dan mengadili 2 mantan pembantu dekatnya.

Baca Juga: Riset Sebut Pinjaman dari China Jadi Jebakan Buat Negara Miskin

Pengacara Raja Abdullah yang berasal dari Inggris mengatakan, raja tidak diharuskan membayar pajak berdasarkan undang-undang negaranya dan tidak menyalahgunakan dana publik.

Sementara itu, perdana menteri Inggris dari tahun 1997 hingga 2007, Tony Blair, disebut menjadi pemilik gedung bergaya Victoria senilai 8,8 juta dollar AS pada tahun 2017. Pembelian itu dilakukan lewat sebuah perusahaan di Virgin Islands.

Gedung tersebut kini menjadi kantor firma hukum istrinya, Cherie Blair, menurut penyelidikan. Keduanya membeli perusahaan cangkang itu dari keluarga menteri industri dan pariwisata Bahrain, Zayed bin Rashid al-Zayani.

Dengan cara itu, pasangan Blairs bisa terhindar dari pajak properti senilai 400.000 dollar AS. Keluarga Blair dan al-Zayani mengklaim mereka tidak tahu pihak lain terlibat dalam kesepakatan itu. Cherie Blair mengatakan suaminya tidak terlibat dalam pembelian gedung.

Sedangkan orang-orang didekat Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, salah satunya adalah Menteri Keuangan Shaukat Fayaz Ahmed Tarin. Pandora Papers menyebut Tarin menyembunyikan kekayaan jutaan dolar di perusahaan atau perwalian rahasia.

Baca Juga: Obligor BLBI Suyanto Gondokusumo Minta Satgas Juga Tagih Pemilik Bank Dharmala Lainnya

Begitu juga dengan orang-orang di sekitar Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menyembunyikan aset. Dia adalah Konstantin Ernst, yang merupakan kepala eksekutif stasiun TV terkemuka Rusia.

Ernst disebut mendapat diskon untuk membeli dan mengembangkan bioskop era Soviet dan properti sekitarnya di Moskow setelah ia mengarahkan Olimpiade Musim Dingin 2014 di Sochi. Ernst mengatakan kepada organisasi itu bahwa kesepakatan itu bukan rahasia dan membantah ia diberi perlakuan khusus.

Selanjutnya, Perdana Menteri Ceko Andrej Babis. Pada tahun 2009, Babis memasukkan 22 juta dollar AS ke perusahaan cangkang untuk membeli properti berupa kastil di Mougins, Prancis.

Perusahan cangkang dan kastil itu tidak dimasukkan dalam aset Babis yang diungkap ke publik.

"Saya sedang menunggu mereka untuk membawa sesuatu tepat sebelum pemilihan untuk menyakiti saya dan mempengaruhi pemilihan Ceko," cuit Babis dalam akun Twitternya untuk menanggapi laporan tersebut.

Pemilihan parlemen Republik Ceko diadakan pada hari Jumat dan Sabtu pekan ini.

“Saya tidak pernah melakukan sesuatu yang ilegal atau salah,” kata Babis.




Sumber :




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x