ISLAMABAD, KOMPAS.TV – Setelah Taliban kembali berkuasa, mahasiswa Afghanistan kembali belajar di kampus-kampus. Namun demikian, terlihat suasana yang berbeda di kampus. Di sejumlah tempat, kelas-kelas dipasangi tirai untuk memisahkan mahasiswa pria dan wanita.
Para dosen dan mahasiswa di kota-kota terbesar Afghanistan, yaitu Kabul, Kandahar dan Herat, mengatakan bahwa mahasiswi dipisahkan dari mahasiswa di dalam kelas. Mereka diajari secara terpisah atau hanya dibolehkan beraktivitas di tempat-tempat tertentu di dalam kampus.
Seorang profesor jurnalistik di Universitas Herat di barat Afghanistan mengatakan, dia memutuskan untuk membagi kelas menjadi dua, pertama mengajar mahasiswi dan kemudian mahasiswa.
Dari 120 peserta untuk materi pelajarannya, kurang dari seperempatnya yang muncul di ruang kelas pada Senin (6/9/2021). Sebagian mahasiswa dan dosen telah meninggalkan Afghanistan, dan nasib sektor media swasta yang berkembang pesat di negara itu tiba-tiba menjadi tidak jelas.
Baca Juga: Taliban Dituduh Bunuh Polwan Afghanistan yang Sedang Hamil
"Mereka sangat gugup hari ini," kata profesor itu. "Saya katakan pada mereka untuk tetap datang dan tetap belajar, dan dalam beberapa hari ke depan pemerintah baru akan menetapkan peraturan," ujarnya seperti dikutip dari Reuters.
Sher Azam, dosen berusia 37 tahun di sebuah universitas swasta di Kabul, mengatakan institusinya telah memberi opsi kepada pengajar, yaitu mengajar di dua kelas yang terpisah atau memasang partisi di ruang kelas.
Namun dia mengkhawatirkan jumlah mahasiswa yang datang untuk kuliah lagi, mengingat krisis ekonomi yang dihadapi Afghanistan sejak kemenangan Taliban.
"Saya tidak tahu berapa banyak mahasiswa yang akan kembali untuk belajar, karena ada masalah finansial dan sebagian dari mereka berasal dari keluarga yang kehilangan pekerjaan".
Ketika Taliban berkuasa pada 1996-2001, perempuan dilarang bersekolah atau bekerja. Dengan tetap diizinkannya perempuan bersekolah dalam rezim Taliban saat ini, apa yang terlihat di perguruan tinggi dan sekolah di negara itu akan dipandang oleh negara lain sebagai bukti bahwa hak-hak perempuan dipenuhi oleh Taliban.
Baca Juga: Taliban Klaim Telah Merebut Lembah Panjshir, Provinsi Terakhir di Luar Wilayah Kekuasan Mereka
Sejumlah negara Barat mengatakan bantuan kemanusiaan dan pengakuan terhadap Taliban akan tergantung dari cara mereka menjalankan pemerintahan, termasuk perlakuan mereka terhadap kaum perempuan.
Meskipun saat ini kaum perempuan tetap diperbolehkan bersekolah, namun batasan-batasan yang diberlakukan pada mereka dianggap masih menjadi kendala. Mahasiswa perempuan terlihat canggung dan takut untuk kembali ke kampus.
"Memasang tirai tak bisa diterima," kata Anjila, mahasiswi 21 tahun di Universitas Kabul yang melihat kelasnya dipisahkan oleh tirai, seperti dikutip dari Reuters.
"Saya benar-benar merasa tidak enak ketika memasuki kelas. Pelan-pelan kami kembali ke masa 20 tahun lalu," tambahnya.
Bahkan sebelum Taliban kembali berkuasa, Anjila mengatakan mahasiswi sudah duduk terpisah dari mahasiswa namun tidak dipisahkan secara fisik dengan tirai.
Taliban mengatakan pekan lalu bahwa sekolah akan dibuka lagi dengan tempat duduk yang harus dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Juru bicara Taliban mengatakan dia tidak mau mengomentari foto yang memperlihatkan partisi di ruang kelas atau tentang kebijakan apa yang harus diambil oleh pihak universitas.
Baca Juga: Taliban Larang Empat Pesawat Sewaan Penuh Warga Afghanistan Terbang ke Qatar
Namun seorang pejabat senior Taliban mengatakan bahwa partisi semacam itu "sangat bisa diterima".
Dia mengatakan bahwa Afghanistan memiliki "sumber daya dan tenaga kerja yang terbatas, sehingga untuk saat ini itulah cara terbaik agar guru bisa mengajar kelas pria dan wanita dalam waktu bersamaan."
Kembalinya Taliban ke tampuk kekuasaan pada tiga minggu lalu, telah membunyikan alarm bagi sebagian kaum perempuan. Mereka takut kehilangan hak-hak yang mereka perjuangkan dalam dua dekade terakhir. Bagi warga yang beruntung, dapat dievakuasi melalui udara ke negara-negara lain. Namun warga yang masih tertinggal disana masih harus menunggu kebijakan baru yang akan diberlakukan di bawah rezim Taliban.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.