WASHINGTON, KOMPAS.TV - Seorang tentara veteran Amerika membeberkan dugaan soal negaranya memelihara perang. Dugaan ini diperkuat oleh serangan drone Amerika Serikat yang terus menggempur ISIS-K yang disebut dalang pengeboman di Bandara Kabul.
Seperti diketahui, Amerika Serikat sebelumnya berjanji menarik seluruh pasukannya dan menghentikan perang di Afghanistan pada 31 Agustus 2021.
Jelang tenggat penarikan pasukan itu, tentara veteran Amerika bernama Danny Sjursen membagikan pandangannya soal perang Afghanistan dan industri militer negara adidaya itu.
“Kami tidak menghentikan perang, kami melunakkannya dan membuat perang makin tidak terlihat,” ujar Sjursen yang juga menjadi peneliti kebijakan perang Amerika Serikat di Center for International Policy.
Baca Juga: Jusuf Kalla: Amerika Bisa Menang Perang Dunia, tapi Tak Bisa Lawan Gerilya Taliban
Danny Sjursen bukan cuma veteran biasa. Ia pernah berperang di Afghanistan dan Irak sejak 2006.
Bertahun-tahun menjadi tentara Amerika Serikat dan bertugas di Timur Tengah, Sjursen malah aktif mengampanyekan pandangan antiperang.
Sjursen bercerita bahwa dirinya mulai mengkritisi kebijakan perang Amerika Serikat sejak mulai terjun bertempur di Irak.
“Saya tiba di Irak pada 2006, di tengah perang sipil yang kita (Amerika) buat sendiri lewat invasi ilegal dan bodoh yang kita kampanyekan dengan kepura-puraan. Saya masuk dalam pusaran air,” tuturnya, dikutip dari kanal YouTube NowThis News.
Ia merasakan seluruh pihak menyerang tentara Amerika dan mendapati banyak warga sipil yang menjadi korban penyiksaan dan pemenggalan di tengah perang saudara itu.
“Butuh waktu sekitar sebulan sebelum benar-benar mulai mengatakan pada keluargaku, istriku dan orangtuaku di Amerika bahwa saya menentang perang,” kata Sjursen.
Pada 2011, ia mendapat perintah untuk terjun ke Kandahar, kota di Afghanistan yang telah lama menjadi markas pertahanan Taliban.
Namun, Sjursen menilai Amerika Serikat juga gagal dalam Perang Afghanistan itu. Ia menyebut, Amerika mestinya belajar untuk tidak menginvasi dan menduduki negara lain.
“Catatan sejarah menunjukkan bahwa sangat sulit untuk menginvasi, menduduki dan 'membuat pasif' suatu wilayah. Saya pikir, itu meremehkan dan merebut otonomi orang-orang Afghanistan,” ujar Sjursen.
Baca Juga: Direktur CIA Diam-Diam Temui Pemimpin Taliban di Kabul
Karena AS dianggap menjajah Afghanistan, warga sipil di sana tidak mendukung operasi militer tentara Amerika.
Akibatnya, Sjursen bersaksi tentara Amerika tidak dapat menang dan tak bisa berbuat apa-apa untuk membasmi Taliban.
“Ada dua kemungkinan: apakah mereka (Taliban) mengontrol masyarakat sekitar atau masyarakat lebih menyukai mereka daripada kita. Bagaimanapun, selama itu benar, kami tidak bisa menang,” urai Sjursen.
Sebab itu, alih-alih terus berperang, Sjursen ingin Amerika Serikat menghentikan perang dan mengurangi anggaran Departemen Pertahanan atau Pentagon.
Akan tetapi, politikus Amerika terus menambah anggaran Departemen Pertahanan. Terbaru, anggaran pertahanan nasional Amerika akan mencapai USD777,9 miliar pada 2022.
Angka itu naik sekitar USD24 miliar dari anggaran pertahanan pada 2021 sebesar USD753 miliar.
“Sekarang kita menghentikan Perang Afghanistan, tapi Presiden Joe Biden baru saja akan mendapat penambahan anggaran Pentagon,” kata Sjursen.
“Tak peduli berapa banyak musuh kita, anggaran Pentagon terus naik,” imbuhnya.
Sjursen menyebut, pemerintah Amerika selalu memunculkan ancaman baru. Tak hanya itu, pemerintah Amerika juga menyiapkan taktik sendiri untuk berperang terhadap ancaman baru itu di masa depan.
Baca Juga: Sosok Wapres Afghanistan Amrullah Saleh Penantang Taliban, Selamat dari Bom hingga Direkrut CIA
“Amerika tidak menghentikan perang, kami melunakkannya dan membuat perang makin tidak terlihat. Formula barunya sederhananya adalah drone, tentara bayaran, kontraktor militer swasta,” jelas Sjursen.
Penjelasan Sjursen ini sesuai dengan kenyataan di lapangan di mana beberapa hari terakhir militer Amerika melakukan serangan drone pada ISIS-K jelang tenggat penarikan pasukan dari Afghanistan.
Lebih lanjut, Sjursen menduga pemerintah Amerika akan menjalankan perang dengan menggunakan tentara sewaan berjumlah lebih kecil.
“Komando yang sedikit, mungkin ratusan atau ribuan komando, tetapi bukan kesatuan tentara yang kami punya di Irak dan Afghanistan,” kata Sjursen.
Amerika juga kemungkinan melakukan perang lewat agen CIA dan proksi, seperti panglima perang, diktator korup, dan milisi etnis setempat.
“Jika kamu ingin melanjutkan perang selamanya dan mendapatkan untung dari perang, hal yang bagus adalah perang semacam itu tidak sering muncul di headline media. Politikus tidak perlu secara khusus mengkhawatirkannya,” ungkap Sjursen.
Ia memperingatkan keberadaan pihak-pihak penghasut dan pengeruk untung dari perang.
“Penghasut dan pihak yang mengambil untung dari perang belajar sesuatu dari Irak dan Afghanistan, bukan bahwa kita harusnya tidak berperang. Apa yang mereka pelajari adalah kita harus berperang dengan cara yang tidak terlihat oleh masyarakat dan tidak berisiko secara politik,” ujarnya.
Baca Juga: Serangan Roket Hujani Bandara Kabul Afghanistan di Tengah Evakuasi Warga
Sumber : NowThis News
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.