LONDON, KOMPAS.TV – Lewat sambungan telepon dari para perempuan pemain sepak bola di Afghanistan, Khalida Popal (34) dapat merasakan jeritan ketakutan dan isak tangis sedih mereka.
Para pemain sepak bola yang tergabung dalam tim nasional perempuan Afghanistan itu mengkhawatirkan keselamatan mereka pasca Taliban menduduki negara itu pada Minggu (15/8/2021).
Saat mereka menelepon, yang bisa Popal lakukan adalah menyarankan agar mereka meninggalkan rumah dan para tetangga yang mengetahui bahwa mereka adalah para pemain pelopor.
Sejarah keberadaan mereka pun terpaksa dihapus, terutama menyangkut segala aktivitas melawan Taliban yang kini membangun kembali Imarah Islam Afghanistan.
“Saya terpaksa mendorong mereka untuk menghapus semua jejaring media sosial, menghapus foto-foto, lari dan menyembunyikan diri,” ujar Popal pada Associated Press yang mewawancarainya melalui sambungan telepon dari Denmark.
“Ini sungguh membikin patah hati, karena selama ini, kami telah bekerja untuk meningkatkan visibilitas perempuan. Sekarang, saya terpaksa bilang ke mereka untuk tutup mulut dan menghilang. Nyawa mereka dalam bahaya.”
Baca Juga: Taliban Kuasai Istana Kepresidenan Afghanistan, RI Keluarkan 7 Sikap Resmi!!
Popal nyaris tak percaya pada begitu cepatnya pemerintah Afghanistan tumbang, dan rasa diabaikan oleh negara-negara Barat yang membantu meruntuhkan Taliban pada 2001 silam.
Melarikan diri bersama keluarganya setelah Taliban menguasai Kabul pada tahun 1996, Popal kembali ke Afghanistan dua dekade silam sebagai remaja yang hidup di kamp pengungsi di Pakistan. Di bawah perlindungan komunitas internasional, Popal merasa optimis bahwa hak-hak perempuan akan diperhatikan.
“Generasi saya punya harapan membangun negeri, mengembangkan situasi bagi generasi perempuan dan lelaki selanjutnya di Afghanistan,” tuturnya.
“Jadi saya memulai dengan para perempuan muda, menggunakan sepak bola sebagai alat untuk memberdayakan perempuan dan anak perempuan.”
Pada tahun 2007, ada cukup pemain bagi Popal untuk menjadi bagian dari timnas perempuan pertama Afghanistan.
“Kami sangat bangga mengenakan jersey kami,” ujar Popal. “Itu perasaan paling indah yang pernah kami rasakan.”
Baca Juga: Kabul Jatuh, Taliban Masuk Istana Kepresidenan Tuntut Kekuasaan Penuh atas Afghanistan
Saat itu, Popal pun mendukung rekan-rekan setimnya menggunakan platform mereka untuk bersuara, seiring meningkatnya serangan Taliban saat mencoba merebut kembali teritori mereka.
“Saya menerima banyak sekali ancaman pembunuhan karena saya muncul di TV nasional,” katanya. “Saya menyebut Taliban sebagai musuh kami.”
Popal berhenti main bola pada 2011 untuk memfokuskan diri mengoordinasi timnya sebagai direktur Asosiasi Sepak Bola Afghanistan. Namun, ancaman demi ancaman terus mengalir padanya, hingga akhirnya ia pun terpaksa angkat kaki dari Afghanistan untuk mencari suaka di Denmark pada 2016.
“Hidup saya dalam bahaya besar,” ujarnya.
Namun, ia tak pernah mengabaikan para pemain sepak bola perempuan negerinya. Ia membantu mereka mengekspos pelecehan fisik dan seksual yang menimpa mereka, pula ancaman pembunuhan dan pemerkosaan yang melibatkan kepemimpinan federasi Afghanistan itu.
Korupsi yang melanda bidang olahraga itu mencerminkan goyahnya fondasi negara, yang memburuk dengan cepat setelah penarikan pasukan asing yang dipimpin Amerika Serikat (AS).
“Para perempuan di Afghanistan percaya pada janji-janji mereka (AS), tapi mereka pergi karena tak ada lagi kepentingan nasional di sini. Mengapa dulu mereka berjanji?!” tanya Popal sembari menghela nafas berat.
“Inilah yang disuarakan para perempuan kami lewat tangisan mereka. Mengapa tidak bilang Anda akan pergi seperti ini?! Setidaknya, kami bisa melindungi diri kami.”
Baca Juga: Beredar Video Dua Lelaki Afghanistan Terjun Bebas dari Pesawat Militer AS yang Mengudara
“Kami tidak akan menciptakan musuh,” ujar Popal. “Mereka menangis, sedih, putus asa. Mereka punya banyak pertanyaan. Apa yang terjadi pada mereka tidaklah adil.”
“Mereka bersembunyi. Kebanyakan mereka meninggalkan rumah menuju kerabat mereka dan bersembunyi di sana, karena para tetangga tahu mereka adalah para pemain timnas. Mereka ketakutan. Taliban ada di mana-mana dan menyebarkan ketakutan,” paparnya.
Popal ada di belahan dunia yang jauh, namun ia terhubung dengan para perempuan di timnasnya melalui pesan-pesan yang mengalir masuk ke ponselnya.
“Mereka terus mengambil video dan foto dari jendela dari luar rumah mereka, dan ini sangat menyedihkan,” ujarnya.
Sulit rasanya membayangkan Afghanistan, yang berada di peringkat 152 dari 167 timnas perempuan Federasi Sepak Bola Internasional FIFA, akan kembali bermain.
“Sangat menyakitkan menyaksikan saat pemerintah menyerahkan diri kemarin,” pungkas Popal. “Perempuan kehilangan harapan.”
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.