NEW YORK, KOMPAS.TV - Kelompok Taliban kini sudah menguasai Kabul ibukota Afghanistan, bahkan sudah masuk ke istana kepresidenan hari Minggu, (15/08/2021) dan mengklaim seluruh Afghanistan tanpa meletus pertempuran hebat karena pasukan pemerintah Afghanistan meletakkan senjata lalu menghilang. Sementara presiden negara itu dilaporkan kabur ke Tajikistan.
Sementara, Amerika Serikat dan negara-negara Barat tidak menyangka pemerintah Afghanistan akan menyerah begitu saja sehingga menambah dan mempercepat pengiriman pesawat transport dan helikopter untuk mengungsikan staf kedutaan dan warganya dari negara tersebut.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menegaskan dalam wawancara dengan CNN hari Minggu (15/08/2021) bahwa bukan kepentingan Amerika Serikat untuk tetap berada di Afghanistan, dinyatakan ketika gerilyawan Taliban memasuki ibu kota Kabul.
Mr Blinken mengatakan Washington telah menginvestasikan miliaran dolar dalam rentang waktu empat pemerintahan Amerika Serikat, memberi mereka keuntungan atas Taleban, tetapi mereka tetap saja gagal untuk mengalahkan Taliban.
"Faktanya, kami melihat kekuatan tidak mampu membela negara mereka sendiri," katanya. "Dan itu terjadi lebih cepat dari yang kita perkirakan."
Situasi sangat tegang namun kelompok Taliban diperintahkan untuk tidak melakukan kekerasan maupun pertempuran.
Seperti dilaporkan Council on Foreign Relations, Amerika Serikat dan Taliban memiliki perjanjian damai yang ditandatangani pada Februari 2020, bertujuan mengakhiri perang delapan belas tahun di Afghanistan, tetapi banyak faktor yang masih dapat mengganggu proses perdamaian dan kini terbukti.
Baca Juga: Siapakah Kelompok Taliban yang Merebut Kabul dan Mengklaim Kekuasaan di Seluruh Afghanistan?
Ditandatangani pada Februari 2020, perjanjian tersebut membahas empat masalah: mengurangi kekerasan, menarik pasukan asing, memulai negosiasi intra-Afghanistan, dan menjamin Afghanistan tidak akan lagi menjadi tempat perlindungan bagi teroris.
Kesepakatan itu dipandang sebagai langkah pertama untuk mengakhiri perang lebih dari delapan belas tahun yang telah menewaskan lebih dari 157.000 orang dan diperkirakan menelan biaya 2 triliun dollar uang Amerika Serikat.
Setelah lebih dari delapan belas tahun perang di Afghanistan, Amerika Serikat dan Taliban mencapai kesepakatan dalam upaya paling intensif kedua belah pihak untuk mengakhiri perang.
Inti dari kesepakatan itu adalah penarikan pasukan AS yang signifikan dan jaminan dari Taliban bahwa Afghanistan tidak akan menjadi tempat yang aman bagi teroris.
Namun, para ahli menekankan kesepakatan yang dibuat masa pemerintahan Presiden AS Donald J. Trump dan tetap dilaksanakan sepenuhnya oleh pengganti Trump, Presiden Joe Biden, dan kepemimpinan Taliban hanyalah langkah pertama untuk mencapai perdamaian abadi.
Tantangan yang lebih besar, kata mereka, adalah merundingkan kesepakatan antara kelompok fundamentalis Islam dan pemerintah Afghanistan tentang masa depan Afghanistan. Namun dengan jatuhnya Kabul dan larinya presiden, pencapaian kesepakatan itu menjadi tidak jelas.
Baca Juga: Taliban Kuasai Afghanistan, Kabul Dilanda Kepanikan dan Kekacauan
Apa yang disepakati Amerika Serikat dan Taliban? Setelah sembilan putaran diskusi, para perunding menandatangani perjanjian damai pada Februari 2020 yang membahas empat masalah utama:
Gencatan senjata
Para juru runding menyetujui pengurangan sementara kekerasan dan mengatakan gencatan senjata yang langgeng antara pasukan Amerika Serikat, Taliban, dan Afghanistan akan menjadi bagian dari negosiasi intra-Afghanistan.
Penarikan pasukan asing
Amerika Serikat setuju untuk mengurangi jumlah pasukannya di negara itu dari sekitar 12.000 menjadi 8.600 dalam 135 hari. Jika Taliban memenuhi komitmennya, semua pasukan AS dan asing lainnya akan meninggalkan Afghanistan dalam waktu empat belas bulan. Para ahli memperingatkan bahwa menarik pasukan terlalu cepat dapat menyebabkan ketidakstabilan.
Negosiasi intra-Afghanistan
Taliban setuju untuk memulai pembicaraan dengan pemerintah Afghanistan pada Maret 2020. Sepanjang proses negosiasi, Taliban menolak pembicaraan langsung dengan pemerintah, dan menyebutnya sebagai boneka Amerika Serikat.
Tetapi Taliban sempat memberi indikasi pembicaraan mungkin dilakukan, dimana wakil pemimpin Taliban Sirajuddin Haqqani menulis di New York Times op-ed, “Jika kita dapat mencapai kesepakatan dengan musuh asing, kita harus dapat menyelesaikan perselisihan intra-Afghanistan melalui pembicaraan.”
Jaminan kontraterorisme
Amerika Serikat menginvasi Afghanistan setelah 11 September 2001, serangan sebagian besar untuk menghilangkan ancaman terorisme, sehingga berusaha untuk menghentikan kegiatan teroris di negara itu, termasuk oleh al-Qaeda dan Negara Islam yang memproklamirkan diri.
Sebagai bagian dari perjanjian, Taliban menjamin bahwa Afghanistan tidak akan digunakan oleh salah satu anggotanya, individu lain, atau kelompok teroris untuk mengancam keamanan Amerika Serikat dan sekutunya.
Para pejabat AS juga menekankan untuk melindungi hak-hak perempuan. Sebelum penggulingan Taliban tahun 2001, kelompok itu menutup sekolah perempuan dan mencegah perempuan bekerja, di antara pelanggaran lainnya. Masalah ini dapat didiskusikan selama pembicaraan intra-Afghanistan.
Sumber : Kompas TV/Council on Foreign Relations/CNN
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.