VALENCE, KOMPAS.TV - Pria penampar Presiden Prancis, Emmanuel Macron akhirnya dihukum penjara selama empat bulan.
Hukuman tersebut diberikan kepadanya setelah mengakui menampar wajah Macron.
Pria bernama Damien Tarel itu mengungkapkan di persidangan, Kamis (10/6/2021), apa yang dilakukannya merupakan tindakan impulsif.
Namun jaksa penuntut menegaskan apa yang dilakukannya sebagai tindakan kekerasan yang disengaja.
Baca Juga: Bakal Jadi Presiden Uni Eropa, Emmanuel Macron Berencana Gantikan Bahasa Inggris dengan Perancis
Pengadilan mengungkapkan, Tarel merupakan pengikut sayap kanan dan juga politiknya, serta dekat dengan gerakan rompi kuning.
Dikutip dari BBC, Jaksa sebelumnya meminta hukuman penjara 18 bulan karena telah melakukan penyerangan terhadap pejabat publik.
Tiga hakim mengatakan Tarel seharusnya diberikan hukuman penjara 18 bulan, dengan putusan 14 bulan ditangguhkan.
Tarel akan segera menjalani hukuman penjara selama empat bulan, namun sisanya baru akan diberlakukan jika ia melakukan kejahatan lagi.
Baca Juga: Macron Meminta Pengampunan Usai Mengakui Prancis Bertanggung Jawab Atas Genosida Rwanda
Sedangkan tersangka kedua yang merekam insiden itu, akan menghadapi dakwaan karena kepemilikan senjata api ilegal, setelah otoritas lokal menggeledah rumahnya.
Presiden Macron mengatakan serangan itu tak boleh diremehkan, tetapi juga harus diperlakukan secara proporsional.
Tarel menampar Macron di Tain-l’Hermitage di luar kota Valence, Prancis, Selasa (8/6/2021).
Ketika menampar Macron, Tarel sempat berteriak menggunakan teriakan perang abad pertengahan yang tak jelas.
”Montjoie dan Saint-Denis! Jatuhlah Macronisme,” ujarnya.
Tarel menghadiri pengadilan di Valence menggunakan kaos yang sama seperti ketika ia ditangkap.
Saat ditanya alasannya menyerang Macron, ia mengatakan melakukan itu ketika menunggu sang presiden di mobilnya.
Baca Juga: Setahun Jelang Pilpres, Orang Tak Dikenal Tampar Presiden Perancis Emmanuel Macron
Ia mengakui dirinya ingin melempar telur atau kue krim, namun ia menegaskan tak pernah berpikir untuk menampar Macron.
“Saat melihat wajahnya yang bersahabat, penuh kebohongan, membuat saya dipenuhi rasa jijik,” ujarnya.
Ia mengecam politik sang presiden, dan menambahkan dirinya merupakan bagian dari perjuangan rompi kuning, yang melakukan demonstrasi anti-Macron di awal masa kepresidenannya.
Rekan-rekan Tarel menggambarkan dirinya sebagai apolitis, dan Le Parisien mengutip satu sumber yang menyimpulkan politiknya sebagai campuran ideologis.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.