GAZA CITY, KOMPAS.TV – Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza, disesaki para korban luka serangan udara Israel pada Jumat (14/5/2021).
Para korban luka bergelimpangan memenuhi lorong-lorong rumah sakit yang terletak di utara kota Jabaliya itu, menyusul sebuah bom yang meledak di dekat lokasi rumah sakit.
Associated Press melaporkan, ceceran darah tampak di sana-sini. Sejumlah kerabat korban menyesaki ruang gawat darurat, menangisi kerabat mereka yang menjadi korban dan mengutuki kebiadaban Israel.
Rumah sakit yang diresmikan pada April 2016 atas dukungan dana MER-C, pemerintah Palestina dan sejumlah orang Indonesia ini mengalami kerusakan akibat serangan udara yang dilancarkan Israel pada Selasa lalu (11/5/2021). Masih belum diketahui seberapa besar kerusakan yang dialami.
Baca Juga: Konflik dengan Palestina, Israel Tambah Kekuatan Pasukan dan Tank di Gaza
Situasi serupa juga tampak di Rumah Sakit Shifa di Jalur Gaza. Para dokter yang kelelahan, tergesa menangani para pasien yang terluka demi segera menghentikan perdarahan mereka.
Tindakan amputasi pun tak terhindarkan, agar nyawa para korban luka dapat terselamatkan.
Di rumah sakit ini, para korban luka dipindahkan ke 30 tempat tidur yang sebelumnya diperuntukkan bagi pasien Covid-19.
“Satu serangan udara membunuh sekitar 12 orang. Kejadiannya berlangsung jam 6 sore di jalanan. Beberapa tewas, termasuk dua sepupu dan adik perempuan saya,” ujar Atallah al-Masri (22) yang duduk di samping kakaknya yang terluka, Ghassan.
“Setiap hari selalu seperti ini.”
Baca Juga: Berduka karena Serangan Roket Israel, Palestina Meniadakan Perayaan Idulfitri
Di Rumah Sakit Eropa di kota Khan Younis, puluhan pasien Covid-19 terpaksa dipindahkan ke gedung berbeda demi menyediakan tempat bagi para korban yang terluka parah akibat serangan udara Israel.
Para ahli bedah dan dokter spesialis yang semula dikerahkan demi menangani pasien Covid-19, segera ditarik kembali untuk menangani para korban yang mengalami luka parah di bagian kepala, tulang, dan luka dalam.
“Kami hanya punya 15 tempat tidur, dan yang bisa saya lakukan adalah berdoa,” ujar direktur Rumah Sakit Eropa, Yousef al-Akkad. Lantaran minimnya pasokan dan ahli bedah, kata al-Akkad, membuatnya terpaksa mengirim seorang pasien anak-anak ke Mesir untuk menjalani operasi rekonstruksi bahu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.