Kompas TV internasional kompas dunia

Studi Terbaru: Gelombang Ultrasonik Berpotensi Menghancurkan Virus Corona

Kompas.tv - 17 Maret 2021, 03:09 WIB
studi-terbaru-gelombang-ultrasonik-berpotensi-menghancurkan-virus-corona
Ilustrasi virus corona. (Sumber: MIT News Office)
Penulis : Vyara Lestari

MASSACHUSETTS, KOMPAS.TV – Studi terbaru yang dilakukan oleh para peneliti di Departemen Teknik Mesin di Institut Teknologi Massachusetts (MIT) di Amerika Serikat (AS) menunjukkan, virus corona kemungkinan rentan terhadap getaran gelombang ultrasonik dalam frekuensi yang digunakan dalam pencitraan diagnostik medis.

Melalui simulasi komputer, tim peneliti membuat model respons mekanis virus terhadap getaran di berbagai frekuensi gelombang ultrasonik. Mereka menemukan bahwa getaran antara 25 dan 100 megahertz memicu cangkang dan tanduk virus runtuh dan mulai pecah dalam waktu sepersekian milidetik. Efek ini terlihat dalam simulasi virus di udara dan di dalam air.

Hasilnya merupakan pendahuluan, dan berdasarkan data terbatas mengenai sifat fisik virus. Namun demikian, para peneliti mengatakan, temuan mereka merupakan petunjuk pertama tentang kemungkinan pengobatan berbasis gelombang ultrasonik untuk virus corona, termasuk virus SARS-CoV-2. Bagaimana tepatnya gelombang ultrasonik dapat diterapkan, dan seberapa efektifnya dalam merusak virus dalam kompleksitas tubuh manusia, merupakan sejumlah pertanyaan utama yang harus dihadapi para ilmuwan di masa depan.

Baca Juga: Studi CDC AS: Obesitas Tingkatkan Resiko Rawat Inap dan Kematian Pada Kasus Covid-19

“Kami telah membuktikan bahwa di bawah rangsangan gelombang ultrasonik, cangkang dan tanduk virus corona akan bergetar, dan amplitudo getaran itu akan sangat besar, menghasilkan ketegangan yang dapat mematahkan bagian tertentu dari virus, merusak cangkang terluar dan kemungkinan juga merusak RNA – asam ribonukleat pembawa informasi genetik – di dalamnya,” kata Tomasz Wierzbicki, profesor Mekanika Terapan di MIT. “Kami berharap, makalah kami akan memulai diskusi di berbagai disiplin ilmu.”

Hasil penelitian tim MIT tersebut muncul secara daring di Journal of the Mechanics and Physics of Solids. Selain Wierzbicki, anggota tim peneliti lainnya adalah Wei Li, Yuming Liu dan Juner Zhu di MIT.

Cangkang Bertanduk Paku Virus Corona

Ketika pandemi Covid-19 melanda dunia, Wierzbicki berupaya berkontribusi pada pemahaman ilmiah tentang virus tersebut. Timnya berfokus pda mekanika padat dan struktural dan studi tentang bagaimana material dapat retak di bawah berbagai tekanan dan regangan. Dengan perspektif ini, ia bertanya-tanya, apa yang dapat dipelajarinya tentang potensi mematahkan virus.

Tim Wierzbicki mulai mensimulasikan virus corona baru dan respons mekanisnya terhadap getaran. Mereka menggunakan konsep sederhana dari mekanisme dan fisika zat padat untuk membangun model geometris dan komputasi dari struktur virus, yang didasarkan pada informasi terbatas dalam literatur ilmiah, seperti gambar mikroskopis dari cangkang dan tanduk paku virus.

Dari sejumlah penelitian sebelumnya, para ilmuwan telah memetakan struktur umum virus corona yang merupakan keluarga virus HIV, influenza dan varian baru SARS-CoV-2. Struktur ini terdiri dari cangkang halus protein lipid dan reseptor padat yang tampak seperti tanduk paku yang mencuat keluar cangkang.

Baca Juga: Studi Ungkap Antibodi dan Vaksin Covid-19 Kurang Efektif Lawan Varian Baru Virus Corona

Tim Wierzbicki kemudian membuat model virus sebagai cangkang elastis tipis yang ditutupi sekitar 100 paku elastis. Lantaran sifat virus sebenarnya yang tidak pasti, tim mensimulasikan perilaku struktur sederhana ini di berbagai elastisitas, baik untuk cangkang maupun tanduk paku.

“Kami tidak tahu sifat material paku karena mereka sangat kecil, tingginya hanya sekitar 10 nanometer,” kata Wierzbicki. “Yang lebih tidak diketahui adalah apa yang ada di dalam virus, yang tidak kosong tetapi diisi oleh RNA, yang dikelilingi cangkang protein. Jadi, pemodelan ini membutuhkan banyak asumsi.”

“Kami merasa yakin bahwa model elastis ini menjadi titik awal yang baik,” ujar Wierzbicki. “Pertanyaannya adalah, tekanan dan tegangan macam apa yang akan menyebabkan virus pecah?”

Runtuhnya Virus Corona

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tim peneliti memperkenalkan getaran akustik ke dalam simulasi dan mengamati bagaimana getaran tersebut menyebar melalui struktur virus di berbagai frekuensi gelombang ultrasonik.

Tim memulai simulasi dengan getaran 100 megahertz atau 100 juta siklus per detik, yang mereka perkirakan merupakan frekuensi getaran alami cangkang berdasarkan sifat fisik virus yang diketahui.

Saat tim memapar virus pada gelombang ultrasonik 100 MHz, getaran alami virus awalnya tak terdeteksi. Namun dalam sepersekian milidetik getaran eksternal, beresonansi dengan frekuensi getaran alami virus, cangkang dan paku mulai melengkung ke dalam, serupa dengan bola yang melesak ke bagian dalam saat memantul dari tanah.

Simulasi tim MIT menunjukkan bahwa cangkang dan tanduk paku virus corona melesak ke dalam dan patah saat terpapar gelombang ultrasonik pada frekuensi 25 MHz (kiri) dan 110 MHz (kanan). (Sumber: MIT News Office)

Saat para peneliti meningkatkan amplitudo atau intensitas getaran, cangkang bisa patah. Ini fenomena yang dikenal sebagai resonansi, yang juga menjelaskan bagaimana penyanyi opera mampu memecahkan gelas anggur jika mereka bernyanyi pada nada dan volume yang tepat. Pada frekuensi yang lebih rendah dari 25 MHz dan 50 MHz, virus menekuk dan memecah lebih cepat, baik di lingkungan simulasi udara maupun dalam air yang kepadatannya serupa dengan cairan di dalam tubuh.

“Frekuensi dan intensitasnya ini berada dalam kisaran getaran yang aman digunakan untuk pencitraan medis,” kata Wierzbicki.

Untuk menyempurnakan dan memvalidasi simulasi mereka, tim Wierzbicki bekerja sama dengan ahli mikrobiologi di Spanyol, yang menggunakan mikroskop gaya atom untuk mengamati efek getaran ultrasonik pada jenis virus corona yang ditemukan secara eksklusif pada babi.

Baca Juga: Studi Microsoft: Tingkat Kesopanan Warganet Indonesia Terburuk Se-Asia Tenggara

Jika ultrasonik secara eksperimental dapat terbukti merusak virus corona, termasuk SARS-CoV-2, dan jika kerusakan ini terbukti memiliki efek terapeutik, tim membayangkan bahwa ultrasonik, yang sudah digunakan untuk memecah batu ginjal dan melepaskan obat melalui liposom, mungkin dapat dimanfaatkan untuk mengobati dan mungkin mencegah infeksi virus corona. Tim peneliti juga membayangkan bahwa miniatur transduser ultrasonik, yang dipasang ke telepon dan perangkat portabel lainnya, mungkin mampu melindungi manusia dari virus.

Wierzbicki menekankan bahwa masih harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengonfirmasi apakah ultrasonik dapat menjadi pengobatan yang efektif dan strategi untuk mencegah virus corona. Seiring perbaikan simulasi yang dilakukan timnya dengan data eksperimen yang ada, Wierzbicki berencana membidik mekanisme spesifik dari virus corona baru yang bermutasi dengan cepat.

Baca Juga: Studi di Inggris Menemukan Varian Baru Virus Corona di Inggris Mungkin Lebih Mematikan

“Kami mengamati keluarga virus corona secara umum, dan sekarang kami melihat secara khusus pada morfologi dan geometri Covid-19,” ujar Wierzbicki. “Ini bisa berpotensi besar bagi situasi kritis sekarang ini.”




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x