Sejak kudeta itu, sebenarnya demonstran ingin melakukan secara damai tanpa ada darah yang harus ditumpahkan.
Namun, karena tidak ada respon berarti, mereka kini mulai kehilangan harapan untuk mendapat bantuan dari dunia.
Dalam pandangan Dr Sasa, pengunjuk rasa sudah muak karena mereka terus ditembaki dan banyak rekan mereka yang gugur.
"Jadi saya pikir masuk akal jika kita biarkan situasi ini terus berlanjut, warga akan mempersenjatai diri mereka," dia memaparkan.
Baca Juga: Minggu Berdarah! Jumlah Warga Tewas di Myanmar Lebih dari 30 Orang Dalam Satu Hari
Selain 138 demonstran tewas menurut catatan PBB, 2.156 ditahan dan diadili menurut kelompok AAPP Burma.
Para keluarga demonstran yang ditangkap mengungkapkan, bahwa mereka tidak bisa menghubungi korban dan tak tahu kondisinya sekarang.
Sejak merdeka dari Inggris pada 1948, militer Myanmar memang merupakan institusi terkuat di negara tersebut.
Teranyar, laporan Amnesty International menemukan bahwa Tatmadaw mempersenjatai personelnya layaknya sedang berperang.
Baca Juga: Amnesty International Ungkap Video Kekejaman Militer Myanmar Terhadap Demonstran Antikudeta
Senjata itu di antaranya senapan mesin ringan, senapan penembak runduk (sniper), senapan semi-otomatis MA-1, senapan submesin BA-93 dan BA-94.
Dr Sasa juga meyakini, jika benar perang saudara pecah, banyak tentara yang akan membelot dan bergabung dengan rakyat.
Dia menjelaskan bahawa para serdadu itu merasa sudah dipermalukan karena mendapat perintah untuk membunuh pendemo.
"Kebanyakan polisi dan tentara itu akan bergabung karena lebih baik mereka bersama kami daripada para pembunuh itu," tutur dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.