Dilansir Reuters, Junta militer mengatakan seorang anggota polisi juga tewas dalam kerusuhan tersebut.
Atas kejadian tersebut, dunia militer juga mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan polisi Myanmar untuk membubarkan massa.
Baca Juga: Demonstrasi di Myanmar Semakin Panas, Polisi Tangkap Wartawan Media Asing
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, melalui Juru Bicara PBB Stephane Dujarric pada Minggu, mengecam tindakan junta militer sebagaimana dilansir Al Jazeera.
"Penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa damai dan penangkapan sewenang-wenang tidak dapat diterima," kata Dujarric.
Selain itu, Kepala Diplomatik Uni Eropa Josep Borrell mengutuk tindakan keras yang diterapkan junta militer Myanmar terhadap demonstran sebagaimana dilansir AFP.
Baca Juga: Kudeta Myanmar: 18 Orang Tewas Akibat Brutalitas Aparat
Selain itu, Borrel mengonfirmasi bahwa blok tersebut akan memberikan sanksi terhadap junta militer Myanmar sebagai balasan atas tindakan keras mereka.
Sebelum mengunggah foro suster tersebut, Kardinal Charles Maung Bo pada 4 Februari 2021 di Twitter-nya juga mengunggah pernyataan resmi yang menolak kudeta militer tersebut.
“Anda (militer Myanmar) juga berjanji untuk mengadakan pemilu multipartai setelah satu tahun. Bagaimana Anda akan mendapatkan kepercayaan dari rakyat?” tulis Maung Bo.
Baca Juga: Junta Militer Pecat Duta Besar Myanmar untuk PBB yang Mengutuk Kudeta
Dia menambahkan rakyat hanya bisa percaya jika janji-janji yang ada diimbangi dengan tindakan yang tulus.
“Kedamaian bisa dicapai. Kedamaian adalah satu-satunya jalan. Demokrasi adalah satu-satunya cahaya yang menuntuk ke jalan itu,” imbuh Maung Bo.
Sebelumnya, kerusuhan yang terjadi di Myanmar pada Minggu (28/2/2021) kemarin menewaskan 18 orang dan 30 orang lain terluka saat berunjuk rasa menolak kudeta Militer.
Para korban tewas tersebar di berbagai wilayah seperti Yangon, Dawei, Mandalay, Myeik, Bago dan Pokokku.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.