LONDON, KOMPAS.TV – Pemerintah Inggris mengumumkan pada Minggu (21/2) bahwa setiap orang dewasa di Inggris akan menerima vaksin dosis pertama hingga pada 31 Juli mendatang, sebulan lebih cepat dari target semula. Target baru ini ditetapkan sebagai rencana hati-hati pemerintah Inggris untuk melonggarkan lockdown atau karantina wilayah yang diberlakukan.
Associated Press melaporkan, target baru ini juga ditujukan bagi setiap warga Inggris berusia 50 tahun ke atas dengan kondisi kesehatan tertentu untuk menerima vaksin pertama hingga pada 15 April, lebih cepat dari jadwal target semula di tanggal 1 Mei.
Para pembuat dua vaksin yang digunakan di Inggris, Pfizer dan AstraZeneca, sempat mengalami masalah pasokan di Eropa. Namun Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengatakan pada Minggu bahwa pihaknya memiliki cukup pasokan vaksin untuk mempercepat vaksinasi.
Baca Juga: CDC Amerika Serikat Peringatkan Tingginya Potensi Penyebaran Virus Corona Varian Inggris di AS
Suksesnya program vaksinasi awal di Inggris merupakan kabar baik bagi negara yang lebih dari 120.000 warganya meninggal akibat terpapar Covid-19, jumlah kematian terbanyak di Eropa. Sejak Inggris memulai program vaksinasi pada 8 Desember, lebih dari 17,2 juta orang, atau sepertiga populasi orang dewasa Inggris, telah menerima suntikan vaksin dosis pertama.
Inggris menunda pemberian suntikan vaksin dosis kedua hingga 12 minggu setelah dosis pertama, dan bukan 3 – 4 minggu setelahnya, agar dapat memberi perlindungan parsial bagi lebih banyak orang. Sejumlah negara telah mengkritik pendekatan ini, termasuk Pfizer yang menyatakan bahwa mereka tidak memiliki data untuk mendukung kebenaran masa interval tersebut. Namun, pendekatan ini didukung oleh para penasehat ilmiah pemerintah Inggris.
Kabar penetapan target baru ini diumumkan seusai pertemuan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dengan para menteri senior untuk membahas tentang lockdown yang rencananya akan diumumkan pada Senin ini (22/2).
Berhadapan dengan varian virus yang disebut para ilmuwan lebih mudah menular dan lebih mematikan ketimbang virus yang asli, Inggris telah memberlakukan lockdown lebih ketat selama musim dingin. Bar, restoran, gym, sekolah, salon pangkas rambut dan pertokoan telah ditutup, dan yang diperbolehkan tetap beroperasi hanya toko kelontong, farmasi dan tempat makan dengan opsi takeaway.
Baca Juga: Suami Ratu Inggris, Pangeran Philip, Dirawat di Rumah Sakit
Pemerintah Inggris menekankan bahwa pengoperasionan sektor ekonomi dan sosial akan dilakukan perlahan dan dengan hati-hati, dan tampaknya tidak akan terjadi sebelum April. Anak-anak sekolah dijadwalkan kembali ke sekolah pada 8 Maret dan penghuni panti jompo diizinkan menerima 1 orang pengunjung.
Pemerintah Inggris sempat dituding gegagah dengan membuka lockdown terlalu cepat pada musim panas tahun lalu. Jumlah kasus baru yang terkonfirmasi, pasien di rumah sakit dan angka kematian terkait Covid-19 telah menurun selama bulan Februari, namun angkanya masih tetap tinggi. Johnson menyatakan, rencana pembukaan lockdownnya akan mengikuti data, dan bukan tanggal.
Namun, Johnson pun menerima tekanan dari sejumlah anggota parlemen yang berpendapat bahwa pembatasan harus dihentikan secara cepat untuk menghidupkan kembali perekonomian yang telah hancur akibat 3 lockdown sepanjang tahun lalu.
John Edmunds, seorang anggota penasehat ilmiah pemerintah, mengatakan, rumah sakit di Inggris masih menangani sekitar 20.000 pasien Covid-19, sekitar setengah dari jumlah pasien di bulan Januari. Namun, jumlah ini hampir sebanyak jumlah kasus saat wabah mencapai puncaknya pada musim semi lalu.
“Jika kita melonggarkan pembatasan terburu-buru sekarang, angka pasien dan kematian akibat Covid-19 pasti akan melonjak lagi,” kata Edmunds pada BBC.
Baca Juga: Wow, Penyuntikan Vaksin Inggris Tembus Target 15 Juta Orang!
Kata Edmunds, ada faktor tambahan berupa ketidakpastian lantaran adanya varian-varian virus yang baru, termasuk yang teridentifikasi di Afrika Selatan yang kemungkinan lebih resisten terhadap vaksin yang ada sekarang.
Menurut Hancock, pemerintah Inggris akan mengambil pendekatan hati-hati untuk menghidupkan kembali perekonomian Inggris.
Meski Inggris dianggap sukses sebagai negara penyelenggara vaksinasi tercepat di Eropa, pemerintah Inggris dituding gagal melindungi para penyandang disabilitas, yang termasuk dalam kelompok paling rentan terhadap Covid-19.
Kantor Statistik Nasional Inggris mengungkap bahwa 60% pasien meninggal Covid-19 di Inggris pada 2020 memiliki keterbatasan fisik atau mental. Namun, banyak para penyandang disabilitas, selain mereka yang memiliki ketidakmampuan belajar, tidak dimasukkan dalam kelompok prioritas penerima vaksin.
Jo Whiley, seorang penyiar radio BBC yang terkenal, menyoroti penderitaan saudara perempuannya Frances (53) yang memiliki ketidakmampuan belajar. Menurut Whiley, Frances terpapar Covid-19 dalam wabah di panti jompo tempat ia dirawat, dan para penghuninya belum divaksin.
Baca Juga: Studi di Inggris Menemukan Varian Baru Virus Corona di Inggris Mungkin Lebih Mematikan
Frances kemudian ditawari untuk disuntik vaksin. Tapi sayang, sudah terlambat.
“Semalam dia sebenarnya dipanggil untuk menerima vaksin. Ibu saya mendapat pesan yang menyatakan bahwa Frances bisa divaksin. Tapi itu semua sudah terlambat. Dia sekarang sudah sangat sakit dan tengah berjuang untuk hidupnya,” kata Whiley pada BBC.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.