NYAPYIDAW, KOMPAS.TV – Pemimpin tertinggi militer Myanmar berpidato untuk pertama kalinya di depan TV, menyalahkan politisi dan KPU yang membuat dirinya terpaksa melakukan kudeta, demikian dilansir Associated Press, Selasa, (09/02/2021)
Sambil mengenakan seragam militer dengan latar belakang bendera Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing berbicara selama 20 menit di saluran televisi militer dan pemerintah hari Senin sore, dalam sebuah pidato yang direkam sebelumnya.
“Kami sudah meminta Komisi Pemilihan Umum, Hluttaw (parlemen) dan presiden untuk mencari jalan keluar dari kecurangan daftar pemilih, namun mereka gagal. Tatmadaw (militer) sudah mencoba bernegosiasi menurut aturan hukum hingga saat-saat terakhir.,” tegas Hlaing,
Lebih jauh Hlain menambahkan, “Kami terus mengupdate publik dan dunia melalui media. Pemerintah (terguling) gagal untuk mengambil tanggung jawab. Itulah kenapa militer harus menyatakan keadaan darurat untuk merawat sistem demokrasi berdasarkan konstitusi 2008, dan sekarang kami sedang melaksanakan tugas untuk negara,”
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Indonesia Siapkan Evakuasi WNI Jika Situasi Memburuk, Sniper Terlihat Diatas Gedung
Kudeta itu menyusul berminggu-minggu ketegangan atas berbagai klaim militer atas kecurangan pemilu yang masif pada pemilu bulan November lalu.
Hasil pemilu tersebut dimenangkan telak oleh Partai Liga Nasional Untuk Demokrasi NLD yang dipimpin Aung San Suu Kyi dan mengubur partai yang disokong militer.
Komisi Pemilihan Umum Myanmar dan NLD menolak tudingan tersebut, sementara pemantau pemilu menyatakan pemilu berlangsung memuaskan.
Dalam pernyataan minggu lalu usai mengambilalih kekuasaan, militer mengatakan hanya akan berkuasa selama satu tahun, dan pernyataan itu kembali dikatakan Jenderal Min Aung Hlaing pada pidatonya hari Senin.
“Saat kondisi darurat berakhir, kami akan menggelar pemilihan umum yang bebas dan adil menurut konstitusi 2008, serta akan menyerahkan kekuasaan kepada siapapun pemenangnya,” tutur Hlaing.
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Tenaga Kesehatan, Biksu, Suku Minoritas, Bergabung Unjuk Rasa Menentang Militer
Hlaing juga mengatakan akan terus melanjutkan upaya repatriasi warga Muslim Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh menyusul kampanye militer brutal terhadap kelompok tersebut tahun 2017.
PBB menyebut peristiwa itu memenuhi syarat sebagai pembantaian massal.
Hlain tidak menyebut kata “Rohingya” untuk menggambarkan, namun menyebut “warga pengungsi yang sekarang berada di Bangladesh,”
Istilah Rohingya selama ini sangat dihindari oleh kaum nasionalis Myanmar, yang menganggap mereka bukan sebagai kelompok etnis atau suku, namun sebagai imigran illegal dari Bangladesh.
Baca Juga: Pengunjuk Rasa Penentang Kudeta Myanmar Dihadang Polisi dengan Meriam Air
Unjuk rasa terjadi di seluruh negeri dan meluas ke banyak kota di Myanmar pada hari Senin, (08/02/2021)
Min Aung Hlaing tidak menyebut maupun menyinggung unjuk rasa pada pidatonya.
Pemerintah militer menerapkan jam malam dan pelarangan berkumpul lebih dari lima orang di dua kota terbesar Myanmar sejam Senin, seiring unjuk rasa yang makin membesar.
Aturan tersebut mencakup Yangon dan Mandalay, dan diterapkan kecamanta per kecamatan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.