Namun menurut Jolliffe, “mereka (militer) belum menunjukkan bukti sahih atas hal tersebut,”
KPU Myanmar menolak tuduhan tersebut dan mengatakan tidak ada bukti yang mendukung tuduhan itu.
Kudeta ini terjadi pada hari dimana parlemen baru bersidang pertama kalinya menyusul pemilu November.
Suu Kyi dan seluruh anggota parlemen terpilih harusnya dijadwalkan untuk diambil sumpahnya di depan parlement, namun berakhir pada pengambil alihan kekuasaan oleh Tatmadaw.
Militer yang mengambil alih itu mengumumkan di Myawaddy TV bahwa pemilu baru akan digelar satu tahun setelah pemberlakuan status darurat, dan akan menyerahkan kekuasaan kepada siapapun pemenang pemilu tersebut.
Baca Juga: Indonesia Mendesak Myanmar Kedepankan Pendekatan Dialog
Apa Yang Terjadi Saat Ini?
Komunikasi putus atau sangat dibatasi sejak pagi hingga tengah hari. Di ibukota, internet dan sambungan telepon ditutup, sementara diluar ibukota saluran internet berjalan normal walau berbagai media sosial terblokir penguasa.
Kawat berduri didirikan di seluruh Yangon dan unit-unit militer mulai terlihat menjaga berbagai gedung pemerintah.
Masyarakat berduyun-duyung ke ATM dan toko bahan pokok, sementara berbagai gedung dan rumah menurunkan simbol maupun foto Aung San Suu Kyi, partainya, Liga Nasional Untuk Demokrasi, yang biasanya selalu menghiasi sudut kota.
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Kuasai Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, Militer Umumkan Pemilu Tahun Depan
Apa Yang Terbentang di Depan?
Berbagai pemerintahan dan lembaga internasional mengecam pengambilalihan itu dan mengatakan, tindakan tersebut membuat mundur kemajuan reformasi demokrasi Myanmar yang selama ini diraih sedikit demi sedikit.
“Ini pukulan yang paling telak dalam upaya menampilkan Myanmar sebagai sebuah demokrasi,” tutur Linda Lakhdir dari Human Rights Watch.
“Kredibiltas Myanmar di panggung dunia jelas terjengkang menerima hantaman,”
Berbagai lembaga mengkhawatirkan adanya pemberangusan dan tindakan terhadap pegiat HAM, wartawan, dan mereka yang kritis terhadap kelompok militer.
Bahkan sebelum militer mengambil alih, wartawan, pengusung kebebasan berpendapat, dan kaum pengkritik kerap menghadapi tindakan hukum karena secara terbuka melancarakan kritik.
Reaksi keras datang dari berbagai kalangan politik Amerika Serikat, dimana seorang senator menyarankan AS untuk kembali menerapkan sanksi ekonomi yang dicabut saat Myanmar transisi menuju pemerintahan sipil.
Senator Bob Menendez yang akan segera memimpin komite hubungan luar negeri senat AS mengatakan,”pemimpin militer harus segera membebaskan pemimpin demokratis Myanmar, dan mereka mundur dari pemerintahan,” seraya menegaskan,”bila tidak, AS dan negara lain harus menerapkan sanksi ekonomi dan tekanan lain,” terhadap kelompok militer dan pemimpin mereka.
Mantan diplomat AS Bill Richardson mengatakan pemerintahan Biden dan negara lain haru segera menerapkan sanksi kepada Myanmar.
Namun Richardson juga mempertanyakan kemampuan Suu Kyi memimpin negara, memandang tindakan Suu Kyi yang membela aksi tentara terhadap kelompok etnis Rohingya yang beragama Islam.
“Kegagalan Suu Kyi sebagai pemimpin de facto untuk mempromosikan nilai demokrasi, Suu Kyi harus minggir dan memberi kesempatan bagi pemimpin demokrasi yang lain untuk memimpin, dengan dukungan internasional,” tutur Richardson.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.