Kompas TV internasional kompas dunia

Kudeta Myanmar: Pertarungan Politik Apa Yang Terjadi dan Bagaimana Nasib Aung San Suu Kyi? Yuk Simak

Kompas.tv - 1 Februari 2021, 22:56 WIB
kudeta-myanmar-pertarungan-politik-apa-yang-terjadi-dan-bagaimana-nasib-aung-san-suu-kyi-yuk-simak
Dalam file foto 11 Juli 2018 ini, Panglima Angkatan Darat Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing berbicara dalam sebuah upacara. Kudeta militer terjadi di Myanmar pada Senin pagi, 1 Februari 2021 dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi bersama dengan Presiden Myanmar ditahan dalam tahanan rumah, kata laporan. (Sumber: AP Photo/Aung Shine Oo, File)
Penulis : Edwin Shri Bimo

Namun menurut Jolliffe, “mereka (militer) belum menunjukkan bukti sahih atas hal tersebut,”

KPU Myanmar menolak tuduhan tersebut dan mengatakan tidak ada bukti yang mendukung tuduhan itu.

Kudeta ini terjadi pada hari dimana parlemen baru bersidang pertama kalinya menyusul pemilu November.

Suu Kyi dan seluruh anggota parlemen terpilih harusnya dijadwalkan untuk diambil sumpahnya di depan parlement, namun berakhir pada pengambil alihan kekuasaan oleh Tatmadaw.

Militer yang mengambil alih itu mengumumkan di Myawaddy TV bahwa pemilu baru akan digelar satu tahun setelah pemberlakuan status darurat, dan akan menyerahkan kekuasaan kepada siapapun pemenang pemilu tersebut.

Baca Juga: Indonesia Mendesak Myanmar Kedepankan Pendekatan Dialog

Apa Yang Terjadi Saat Ini?

Sebuah kendaraan berbendera Myanmar dan militer serta pendukung militer Myanmar dan Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan yang didukung militer melewati deretan truk polisi di dekat kantor polisi Kyauktada di Yangon, Myanmar Senin, 1 Februari 2021. Televisi militer Myanmar Senin mengatakan bahwa militer mengambil kendali negara itu selama satu tahun, sementara laporan mengatakan banyak politisi senior negara itu termasuk Aung San Suu Kyi telah ditahan. (Sumber: AP Photo)

Komunikasi putus atau sangat dibatasi sejak pagi hingga tengah hari. Di ibukota, internet dan sambungan telepon ditutup, sementara diluar ibukota saluran internet berjalan normal walau berbagai media sosial terblokir penguasa.

Kawat berduri didirikan di seluruh Yangon dan unit-unit militer mulai terlihat menjaga berbagai gedung pemerintah.

Masyarakat berduyun-duyung ke ATM dan toko bahan pokok, sementara berbagai gedung dan rumah menurunkan simbol maupun foto Aung San Suu Kyi, partainya, Liga Nasional Untuk Demokrasi, yang biasanya selalu menghiasi sudut kota.

Baca Juga: Kudeta Myanmar: Kuasai Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, Militer Umumkan Pemilu Tahun Depan

Apa Yang Terbentang di Depan?

Berbagai pemerintahan dan lembaga internasional mengecam pengambilalihan itu dan mengatakan, tindakan tersebut membuat mundur kemajuan reformasi demokrasi Myanmar yang selama ini diraih sedikit demi sedikit.

“Ini pukulan yang paling telak dalam upaya menampilkan Myanmar sebagai sebuah demokrasi,” tutur Linda Lakhdir dari Human Rights Watch.

“Kredibiltas Myanmar di panggung dunia jelas terjengkang menerima hantaman,”

Berbagai lembaga mengkhawatirkan adanya pemberangusan dan tindakan terhadap pegiat HAM, wartawan, dan mereka yang kritis terhadap kelompok militer.

Bahkan sebelum militer mengambil alih, wartawan, pengusung kebebasan berpendapat, dan kaum pengkritik kerap menghadapi tindakan hukum karena secara terbuka melancarakan kritik.

Reaksi keras datang dari berbagai kalangan politik Amerika Serikat, dimana seorang senator menyarankan AS untuk kembali menerapkan sanksi ekonomi yang dicabut saat Myanmar transisi menuju pemerintahan sipil.

Senator Bob Menendez yang akan segera memimpin komite hubungan luar negeri senat AS mengatakan,”pemimpin militer harus segera membebaskan pemimpin demokratis Myanmar, dan mereka mundur dari pemerintahan,” seraya menegaskan,”bila tidak, AS dan negara lain harus menerapkan sanksi ekonomi dan tekanan lain,” terhadap kelompok militer dan pemimpin mereka.

Mantan diplomat AS Bill Richardson mengatakan pemerintahan Biden dan negara lain haru segera menerapkan sanksi kepada Myanmar.

Namun Richardson juga mempertanyakan kemampuan Suu Kyi memimpin negara, memandang tindakan Suu Kyi yang membela aksi tentara terhadap kelompok etnis Rohingya yang beragama Islam.

“Kegagalan Suu Kyi sebagai pemimpin de facto untuk mempromosikan nilai demokrasi, Suu Kyi harus minggir dan memberi kesempatan bagi pemimpin demokrasi yang lain untuk memimpin, dengan dukungan internasional,” tutur Richardson.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x