TRIPOLI, KOMPAS.TV – Sebanyak 45 orang terluka dalam protes yang menentang diberlakukannya kebijakan lockdown di Lebanon. Peristiwa ini memperburuk kondisi ekonomi di negara tersebut.
Sedikitnya 45 orang terluka dalam bentrokan di Lebanon utara, antara pasukan keamanan dan demonstran. Sembilan orang yang terluka, bahkan harus dilarikan ke rumah sakit di kota Tripoli, yang berada sekitar 85 kilometer di utara Beirut.
Dalam protes yang berlangsung selama berhari-hari ini, pengunjuk rasa melempari kantor pemerintah dengan batu dan memblokir alun-alun.
Seperti dikutip dari Al Jazeera, tentara dikerahkan untuk menahan para perusuh, yang membakar kendaraan yang diparkir di daerah itu.
Baca Juga: Demo Tolak Jam Malam Berujung Rusuh dan Jarah Toko di Eindhoven Belanda
Tripoli kini menjadi salah satu daerah termiskin di Lebanon. Pandemi Covid-19 membuat kesengsaraan warga semakin bertambah, yang berujung pada krisis ekonomi.
Banyak penduduk Lebanon yang kehilangan pendapatan ketika Lebanon memberlakukan lockdown penuh awal bulan ini. Kebijakan lockdown diberlakukan untuk membendung lonjakan kasus Covid-19 dan mencegah agar rumah sakit tidak kewalahan menangani pasien Covid-19.
Pekan lalu, pihak berwenang bahkan memperpanjang lockdown selama dua minggu. Kebijakan ini membuat marah para pekerja harian dan kelompok rentan lainnya.
Dalam tiga lockdown sebelumnya, pemerintah telah memberikan bantuan keuangan kepada keluarga.
“Pihak berwenang memberikan bantuan kepada 230.000 keluarga , yaitu sebanyak AS$ 47 sebulan (sekitar Rp 660.000), yang menurut banyak orang tidak cukup,” ujar wartawan Al Jazeera Zeina Khodr yang melaporkan dari Lebanon.
"Tapi saat ini belum ada bantuan yang disebarkan," tambahnya.
Jam malam juga diberlakukan di seluruh negeri dan belanja bahan makanan dibatasi. Belanja bahan makanan hanya diperbolehkan untuk pengiriman ke rumah. Namun layanan semacam ini seringkali tidak tersedia di daerah miskin.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, lebih dari 50 persen penduduk Lebanon hidup di bawah garis kemiskinan.
Baca Juga: Warga Belanda Protes Jam Malam, Pusat Tes Covid-19 Dibakar Massa
"Sepertiga angkatan kerja di Lebanon menganggur," kata Khodr. “Banyak orang yang hidup dari hari per hari. Jika mereka tidak bekerja hari ini, maka mereka tidak dapat memberi makan anak-anak mereka. Ada begitu banyak kemarahan pada pihak berwenang karena gagal memberikan bantuan apapun," tambah Khodr.
Krisis Ekonomi yang Parah
Lebanon merupakan negara berpenduduk lebih dari enam juta jiwa, yang lebih dari satu juta populasinya merupakan pengungsi. Negara ini sedang mengalami krisis ekonomi yang nyata.
Lebanon telah mencatat lebih dari 285.000 kasus virus corona dan lebih dari 2.470 kematian sejak pandemi dimulai pada tahun lalu. Pada Selasa (26/1/2021) negara ini mencapai rekor harian baru untuk kematian karena Covid-19, yaitu sebanyak 73 kematian.
Wabah juga telah memperparah krisis ekonomi, yang menyebabkan lebih dari setengah populasi jatuh di bawah garis kemiskinan, seperempatnya bahkan hidup dalam kemiskinan yang ekstrem.
Pihak berwenang mengatakan mereka telah mulai mencairkan pembayaran bulanan sebesar 400.000 pound Lebanon (sekitar Rp 700.000) kepada sekitar 230.000 keluarga.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.