Hasilnya? Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia WHO memberi peringatan, herd immunity, atau kekebalan kelompok, yang membutuhkan vaksinasi kepada 70 persen penduduk dunia, tidak akan tercapai tahun ini.
Baca Juga: Berapa Lama Vaksin Sinovac Melindungi Tubuh dari Virus Corona, Ini Penjelasan BPOM
Seperti yang sudah ditunjukkan oleh bencana ini, menghadang pandemi tidak cukup dengan menghadang virus hanya di beberapa tempat saja.
"Bila ini (vaksinasi) dilakukan di beberapa kantong, di beberapa negara saja, tidak akan mungkin melindungi orang di penjuru dunia," kata Dr. Soumya Swaminathan minggu ini.
Pakar kesehatan kuatir, bila vaksin tidak didistribusikan secepat dan seluas yang diharapkan, maka virus bisa mendapat kesempatan bermutasi dan mengalahkan vaksin yang ada. Sungguh sebuah skenario mimpi buruk, tutur Dr. Ashi Jha.
Di Wuhan, tempat asal mula pandemi mula menyebar akhir 2019, sebuah tim yang dipimpin WHO sudah tiba hari Kamis (14/01/2021) dengan pekerjaan besar menyelidiki asal mula dan asal muasal virus tersebut, yang diyakini mulai menyebar kepada manusia melalui perantaraan satwa liar.
Baca Juga: Efektivitas Vaksin Covid-19 untuk Ekonomi Indonesia
Kota di China yang berpenduduk 11 juta jiwa itu sekarang kembali gegap gempita, menyisakan sedikit sekali tanda-tanda dulu pernah terjadi bencana yang membuat kota itu menjalani karantina wilayah atau lockdown selama 76 hari dan kehilangan 3,800 warganya yang meninggal diambil Covid-19
"Kami sekarang tidak setakut atau sekhawatir dulu," tutur Qin Qiong, seorang pemilik kedai mie. "Kami sekarang hidup normal. Saya naik kereta bawah tanah untuk datang ke tempat usaha saya ini...kecuali untuk tamu-tamu kita yang diwajibkan menggunakan masker, semuanya sudah sama (seperti dulu)
Baik di negara kaya maupun miskin, pandemi ini juga memakan korban lain, yaitu hancurnya ekonomi, yang berakibat pada hilangnya pekerjaan sedemikian banyak orang dan menjerumuskan banyak sekali keluarga ke jurang kemiskinan.
Baca Juga: Ada 15 Kondisi Seseorang Tidak Dapat Disuntik Vaksin Covid-19 buatan Sinovac
Di Eropa, dimana lebih dari seperempat kematian akibat Covid-19 terjadi, karantina wilayah dan jam malam kembali diterapkan, dan kini makin ketat, untuk menghadang kemunculan kembali virus tersebut, ditambah dengan varian baru yang diyakini lebih gampang menular.
Bahkan di beberapa negara kaya dunia, upaya vaksinasi dilaksanakan lebih lambat dari yang diperkirakan. Prancis, yang merupakan ekonomi terbesar kedua di Eropa dan menderita 69,000 korban meninggal, akan membutuhkan tahunan, bukan hitungan bulan, untuk memvaksinasi seluruh 53 juta warganya yang usia dewasa, kecuali betul-betul mempercepat pelaksanaan vaksinasi.
Di kota Poissy, barat ibukota Paris, suntikan pertama vaksin Covid-19 buatan Pfizer disambut lega warga disana.
"Kami hidup di dalam sudah hampir satu tahun. Itu bukan kehidupan namanya," tutur Maurice Lachkar, mantan praktisi akupuntur berusia 78 tahun yang masuk ke dalam kategori prioritas utama karena penyakit diabetes yang diderita, selain karena usianya. "bila saya tertular virus itu, sudahlah, selesai cerita saya," tutur Maurice.
Baca Juga: Ahli Epidemologi Ingatkan Penerima Vaksin Tidak Menganggap Setelah Disuntik Bebas dari Virus Corona
Maurice dan istrinya, Nicole, yang juga mendapat suntikan vaksinasi, mengatakan mereka mungkin akan diijinkan memeluk kembali dua anak dan empat cucu mereka, yang baru mereka temui satu atau dua kali dari jarak jauh sejak awal pandemi ini.
"Ini sungguh membebaskan," tutur Maurice.
Di negara berkembang, gambarannya sama. Liang lahat demi liang lahat terus digali, rumah sakit didesak melampaui batas maksimalnya, diperburuk oleh bertumbangannya tenaga kesehatan akibat kurangnya alat pelindung diri.
Di Peru, yang memiliki tingkat kematian akibat COVID-19 tertinggi di Amerika Latin, ratusan petugas kesehatan melakukan pemogokan minggu ini untuk menuntut gaji dan kondisi kerja yang lebih baik di negara di mana 230 dokter telah meninggal karena penyakit tersebut.
Di Brasil, pihak berwenang di kota terbesar hutan hujan Amazon berencana memindahkan ratusan pasien keluar karena pasokan tangki oksigen yang menipis yang mengakibatkan beberapa orang sekarat di rumah.
Di Honduras, ahli anestesi Dr. Cesar Umaña merawat 25 pasien di rumah mereka melalui telepon karena rumah sakit kekurangan kapasitas dan peralatan.
“Ini benar-benar kekacauan,” katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.