Perlindungan atas penularan
Uji klinis dari 30,400 orang menemukan vaksin tersebut 94,1 persen efektif mencegah Covid-19 dibanding dengan placebo, dimana vaksin itu kinerjanya sedikit lebih baik pada orang dewasa yang masih muda dibandingkan dengan kinerja pada yang lebih tua.
Kajian FDA atas seluruh data yang tersedia menemukan “tidak ada kekuatiran tentang keamanan yang dapat diidentifikasi,”
Namun hari Kamis, pejabat FDA Doran Fink mengatakan, bila Ijin Penggunaan Darurat dikabulkan, FDA akan meningkatkan label peringatan tentang potensi reaksi alergi.
Hal ini muncul setelah dua tenaga kesehatan di Alaska menderita reaksi atas vaksin Pfizer, dan salah seorang dari mereka dirawat di rumah sakit. Dua tenaga kesehatan di Inggris juga mengalami reaksi alergi.
Baca Juga: Vaksin Moderna Diklaim Berpotensi Besar Basmi Corona
Dilema Placebo
Moderna mendapat kritik pakar Stanford, Steven Goodman karena berencana menawarkan vaksin kepada peserta uji klinis yang selama ini mendapat suntikan placebo, bahkan walaupun vaksin asli belum tersedia di bagi kelompok usia mereka.
Itu terutama akan menurunkan kualitas data yang akan dipelajari, termasuk akan menjadi preseden bagi uji klinis di masa depan.
Namun Tal Zaks, pemmpin medis Moderna mempertahankan usulan mereka,”tidak ada peserta uji klinis yang akan menyalip orang lain, karena kami memiliki suplai uji klinis yang faktanya akan kedaluarsa dan akan dibuang,” tuturnya, sambil menambahkan, banyak peserta uji klinis yang masuk kategori resiko tinggi, dan seorang dari kelompok placebo, meniggal akibat Covid-19.
Efek samping paling lazim dari vaksin bernama mRNA-1273 adalah rasa sakit di titik suntik, sakit kepala, pegal linu, sakit persendian, dan demam.
Beberapa efek samping masuk kategori parah
Reaksi alergi terjadi pada 1,5 persen populasi yang mendapat vaksinasi dibanding 1,1 persen mereka yang tidak divaksinasi, namun tidak ada yang masuk kategori parah. Saat ini terdapat laporan terjadinya Bell’s palsy dalam kelompok peserta vaksinasi dan di kelompok penerima placebo.
FDA menyatakan belum ada informasi yang mencukupi untuk meyakini bahwa salah satu vaksin sebagai penyebab, namun mereka akan terus memantau.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.