Menurut Milley, pasukan AS yang lebih kecil dapat beroperasi dari “dua pangkalan militer yang lebih besar,” dan beberapa pangkalan lainnya, untuk melanjutkan misi membasmi kelompok ekstrim seperti al-Qaida dan memberi pelatihan kepada pasukan pemerintah Afghanistan.
Kesepakatan AS dan Taliban pada 29 Februari 2020 lalu juga menggariskan Taliban untuk mencegah serangan apapun terhadap kepentingan Amerika Serikat di Afghanistan.
Terlepas dari penolakan juru runding pemerintah Afghanistan, kesepakatan AS dan Taliban tertulis pada pembukaan dokumen berisi 21 poin itu, setelah deklarasi bahwa hukum dan syariah Islam akan menjadi fondasi perundingan.
“Kehormatan dan martabat Afghanistan terletak pada identitas keislaman dan persatuan nasional,” seperti tertulis dalam dokumen tersebut. “Hanya melalui penerapan keadilan Islami-lah Afghanistan dapat melindungi kedaulatan dan menghindar dari campur tangan baik secara langsung maupun tidak langsung,”
Baca Juga: Sekjen PBB: Afghanistan Harus Segera Lakukan Gencatan Senjata
Perundingan antara kedua pihak diperkirakan akan berlarut-larut dan hasil perundingan masih jauh dari kepastian, namun mantan penasihat pemerintah Afghanistan yang sekarang menjadi analis politik, Torek Farhadi mengatakan, “Semua yang berakal sehat pasti mengharapkan kesepakatan pembagian kekuasaan,”
Kesepakatan pembagian kekuasaan, yang mana akan membuat Taliban menjadi bagian dari arus utama politik dalam masyarakat Afghanistan pasca perang, adalah solusi satu-satunya yang dapat melindungi warga sipil dari beban konflik ini, lanjut Farhadi.
“Untuk warga Afghan, antara Covid-19, kemiskinan, musim dingin, dan kekerasan yang tak berujung, semua hal itu menjadi tak tertahankan,” tambahnya.
“Proses perdamaian masih memperjuangkan dirinya pada saat ini, dan kesepakatan yang berujung pada perjanjian akan sangat lama tercapai,’ menurut Michael Kugelman, Wakil Direktur Program Asia dari Wilson Center.
Baca Juga: Menlu Retno: Kita Berkomitmen Tinggi terus Dukung Proses Perdamaian Afghanistan!
21 poin itu tertulis dalam bahasa Pashto dan Dari –dua bahasa resmi Afghanistan- dan memberi peringatan keras bagi semua pihak untuk tidak membocorkan isi dokumen maupun berbicara kepada media selama proses perundingan.
Dokumen itu juga tertulis seruan agar perundingan tersebut berjalan diatas asas kejujuran, ketulusan, dan berlangsung dalam atmosfir yang baik,” Selain itu dokumen tersebut mendesak semua pihak menjunjung rasa “saling menghormati dan standar kepantasan,” untuk menghindar dari rasa saling tidak percaya.
Setiap perundingan akan dimulai dan diakhiri oleh do’a bersama, menurut dokumen tersebut, dan bila kedua belah pihak tidak setuju, sebuah kelompok terpisah akan dibentuk untuk mencari solusi alternatif, termasuk bila terdapat situasi dimana interpretasi keagamaan menjadi perdebatan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.