NAIROBI, KOMPAS.TV – Pasukan keamanan Ethiopia sempat menembaki dan menahan sejumlah staf Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat mereka mencoba memasuki wilayah peperangan di Tigray, Ethiopia. Seorang pejabat senior pemerintah Ethiopia pada Selasa (8/12), menyalahkan para staf PBB karena upaya mereka menerobos masuk wilayah yang seharusnya tidak mereka injak.
Aksi penembakan itu terjadi di tengah rasa frustasi yang menghinggapi para pekerja kemanusiaan yang belum juga berhasil memasuki kawasan Tigray di Ethiopia untuk mendistribusikan bantuan. Padahal, lebih dari sepekan telah berlalu usai PBB dan pemerintah Ethiopia menandatangani kesepakatan atas akses bagi PBB.
Pejabat senior Ethiopia, Redwan Hussein, mengatakan bahwa para pekerja PBB tersebut telah ‘menerobos’ dua pos pemeriksaan dan tengah mencoba menerobos pos ketiga saat mereka ditembaki. Lebih lanjut Hussein mengatakan, para staf tersebut kini telah dibebaskan.
“Mereka sudah diberi tahu bahwa mereka tidak bisa bergerak di beberapa wilayah. Tapi mereka malah memanjakan diri dengan semacam ekspedisi petualangan,” katanya seperti dilansir dari Associated Press, Rabu (9/12).
Baca Juga: Malapetaka di Ethiopia: Cerita Seorang Penyintas Krisis di Ethiopia
Pihak PBB belum memberikan komentar terkait insiden ini. Masih belum jelas kapan dan di mana aksi penembakan itu terjadi, namun kekhawatiran terpusat pada kamp-kamp yang menampung hampir 100.000 pengungsi dari Eritrea di tengah adanya laporan bahwa mereka telah diserang dan diculik. Kamp-kamp tersebut berada di dekat perbatasan Ethiopia dengan Eritrea, yang oleh beberapa orang yang melarikan diri dituding telah memasuki konflik, tuduhan yang dibantah oleh Ethiopia.
Pemerintah Ethiopia memperjelas niatnya untuk mengelola bantuan kemanusiaan, namun PBB secara terbuka telah mencari akses bebas dan netral menurut prinsip-prinsip internasional.
Yang terutama, kesepakatan itu membolehkan bantuan hanya di area-area yang berada di bawah kendali pemerintah Ethiopia. Pada Selasa (8/12), pemerintah Ethiopia mengatakan, 44 truk berisi bantuan makanan telah dikirim ke Shire, kota utama di dekat kamp pengungsi.
Bulan lalu, pemerintah Ethiopia telah mendeklarasikan kemenangan dalam konflik di wilayah Tigray melawan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF). Pemerintah menegaskan bahwa perang telah berhenti, dan menyebut konflik yang masih terjadi di sejumlah wilayah sebagai ‘aksi penembakan sporadis’. Namun TPLF mengatakan, perang masih berlangsung. Para pemimpin TPLF tengah dalam pelarian.
Makanan, obat-obatan dan bantuan lain bagi 6 juta rakyat – sekitar 1 juta di antaranya kini mengungsi – siap untuk disalurkan. Makanan bagi 96.000 pengungsi Eritrea sudah habis beberapa hari lalu.
“Mendapatkan kembali akses ke pengungsi dan mereka yang membutuhkan bantuan itu sangat penting dan kritis bagi UNHCR dan organisasi-organisai kemanusian,” ujar kepala badan pengungsi PBB, Filippo Grandi melalui Twitter, Selasa (8/12).
Baca Juga: Menghindari Konflik, Penduduk Tigray Mengungsi ke Sudan Menyebrangi Sungai Tekeze
Ketua Dewan Pengungsi Norwegia, Jan Egeland, menyatakan keprihatinannya atas fakta bahwa akses bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut masih sangat dibatasi. “Orang-orang ini tidak bisa lagi diminta menunggu. Bantuan tidak boleh macet. Selama berminggu-minggu kami telah bersiap mengirimkan bantuan makanan, tempat penampungan darurat dan material penting lainnya, dan kami berharap kesepakatan ini akan membuka jalan.”
Rabu pekan lalu, PBB mengumumkan kesepakatan dengan pemerintah Ethiopia yang ditandatangani pada 29 November.
Peperangan di Tigray dimulai sejak 4 November antara pemerintah Ethiopia dan pemerintah daerah Tigray menyusul tensi ketegangan yang semakin meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Sejak itu, truk-truk pengangkut bantuan kemanusiaan tersendat macet di perbatasan-perbatasan Tigray, di tengah makin parahnya kekurangan makanan, bahan bakar, air bersih, uang tunai dan bahan-bahan penting lainnya yang terjadi di Tigray.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrel juga mencuitkan seruan, “Akses penuh bagi para pekerja kemanusiaan harus dijamin,” pada Selasa (8/12).
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengatakan pada Senin bahwa pihaknya tengah bekerja sama dengan PBB dan pihak lain untuk memperluas bantuan kemanusiaan dengan ‘kerangka kerja yang terkoordinasi dengan baik yang dipimpin oleh pemerintahan federal’.
Sehari setelahnya, Redwan kembali mengulangi pesan itu dan menambahkan, “Tidak ada entitas, multilateral atau unilateral, yang seharusnya menggantikan pemerintah. Kami, pemerintah, yang akan mengambil keputusan.”
Bantuan kemanusiaan harus didampingi pasukan keamanan, tegasnya.
Bahkan setelah Abiy mengumumkan kemenangan pada 28 November dalam apa yang disebutnya sebagai ‘operasi penegakan hukum’ terhadap pemerintah Tigray yang sekarang dianggapnya tidak sah, pertempuran masih terus terjadi di sejumlah wilayah, yang semakin mempersulit akses bantuan kemanusiaan.
Baca Juga: Umumkan Penyerangan ke Tigray, Perdana Menteri Ethiopia: Masyarakat Sipil Tak Akan Dilukai
Ribuan orang diperkirakan tewas dalam perang perebutan kekuasaan antara TPLF yang mendominasi pemerintahan Ethiopia dan militer selama lebih dari 25 tahun dan pemerintahan Abiy, yang memandang TPLF sebelah mata segera setelah ia menjabat pada 2018 dan memperkenalkan reformasi politik dramatis yang membuatnya memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian.
Kini Abiy menolak dialog dengan TPLF. Kedua belah pihak telah memulai konflik bersenjata yang menyebabkan kekhawatiran akan adanya konflik berlarut-larut lain di negara berpenduduk terpadat kedua di benua Afrika itu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.