Hari Pemilihan akhirnya tiba.
Atau, setidaknya itulah yang kita sebut sebagai Hari Pemilihan, karena lebih dari 93 juta rakyat Amerika Serikat (AS) sudah memberikan suaranya pada pemilihan yang sudah berubah bentuk berkat pandemi terburuk dalam seabad terakhir, resesi ekonomi dan rasisme sistemik yang sudah berlangsung lama.
Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan penting terkait Pilpres AS:
Apa Yang Diinginkan Rakyat AS dari Seorang Presiden?
Pilpres AS selalu tentang ke arah mana rakyat AS ingin menyetir negara mereka. Ini, benar-benar terjadi tahun ini, seiring AS menghadapi beragam krisis dan tengah memilih antara dua kandidat yang memiliki visi masa depan sangat berbeda.
Presiden Donald Trump meremehkan Covid-19, meskipun kasus penularannya telah menyebar di seluruh AS. Ia mencela para gubernur – hampir semuanya Demokrat – yang telah menerapkan pembatasan untuk mencegah meluasnya kasus penularan Covid-19. Trump juga telah melanggar pedoman kesehatan masyarakat dengan menggelar kampanye dengan kerumunan massa besar-besaran tanpa pembatasan sosial dan tanpa mengenakan masker.
Rivalnya dari Partai Demokrat, Joe Biden, menyatakan justru mengindahkan saran para ilmuwan terkait Covid-19. Ia telah berjanji untuk bekerja bersama para petugas negara bagian di seluruh AS untuk mewajibkan penggunaan masker.
Trump menyebut protes atas rasisme sistemik sebagai radikal dan menekankan penertiban hukum sebagai pesan bagi para pendukungnya yang sebagian besar warga kulit putih. Sementara Biden mengakui adanya rasisme sistemik, dan memilih Senator Kamala Harris yang berdarah campuran untuk tampil mendampinginya, dan menempatkan dirinya sebagai figur pemersatu.
Kedua kandidat juga memiliki pandangan berbeda pada semua hal, mulai dari perubahan iklim, lingkungan, hingga pajak dan lingkup peraturan federal.
Baca Juga: Trump Berusaha Menyelamatkan Suara di 48 Jam Terakhir Menuju Pemungutan Suara
Pendekatan Siapa Yang Menang?
Kedua pihak mengambil pendekatan yang sangat berbeda dalam menghubungi para pemilih di masa pandemi.
Demokrat berhenti mengetuk dari pintu ke pintu sejak musim panas lalu, berubah haluan ke dunia digital dan telepon pintar. Pada September, mereka membatasi kontak tatap muka. Sementara, Republik tetap setia pada kampanye tradisional di lapangan dengan mengumpulkan kerumunan massa.
Republik bisa menunjukkan kesuksesan mereka dengan meningkatkan pendaftaran para pemilih di negara-negara bagian yang menjadi ajang pertempuran. Demokrat bisa menunjukkan kesuksesan lewat pemungutan suara awal, termasuk dari para pemilih baru. Namun, hanya penghitungan suara akhir yang akan menentukan strategi mana yang lebih berhasil.
Akankah Pilpres Berjalan Damai?
Kedua pihak dapat menempatkan para petugas pengawas penghitungan suara resmi di daerah sekitar. Ini kali pertama Republik dapat mempraktekkan ini setelah perintah pengadilan untuk membatasi aktivitas mereka berakhir. Yang menjadi pertanyaan, seberapa agresif para petugas pengawas penghitungan suara akan beraksi dalam mengawasi para pemilih.
Isu yang lebih besar akan muncul dari para ‘pengawas penghitungan suara tak resmi’, terutama para milisi. Intimidasi para pemilih merupakan tindakan ilegal, namun Trump, pada debat presiden 29 September lalu, menolak menyatakan bahwa ia akan menghormati hasil pemilihan. Sebaliknya, ia justru berkata bahwa ia “mendesak para pendukung saya untuk masuk ke lokasi penghitungan suara dan mengawasi dengan hati-hati, karena itu (kecurangan)-lah yang akan terjadi. Saya mendesak mereka melakukan itu.”
Baca Juga: H-2 Pilpres AS, Joe Biden Berkampanye bersama Barrack Obama
Di Michigan, otoritas federal baru-baru ini menangkap anggota kelompok paramiliter anti pemerintah yang diduga hendak menculik Gubernur Demokrat Gretchen Whitmer. Sekretaris negara bagian Michigan dari Partai Demokrat mencoba memberlakukan larangan membawa senjata api secara terang-terangan di tempat penghitungan suara. Seorang hakim Michigan membatalkan larangan tersebut.
Ke Mana Para Pemilih dari Kota-Kota Kecil?
Pemilihan kembali Trump bergantung pada daerah-daerah pedesaan dan kota-kota yang lebih kecil, seperti ditunjukkan dari hasil pemilihan tahun 2016.
Namun, yang memilih bukanlah wilayah, melainkan orang, dan Biden memetakan jaringan ini secara demografi dan geografi. Koalisi idealnya dipusatkan di area perkotaan, namun ia berharap dapat memperbaiki hasil Demokrat di antara para pemilih non-kulit putih dan para pemilih berpendidikan di seluruh peta jaringan.
Baca Juga: Dipaksa Lakukan Pembatasan Sosial saat Kampanye, Donald Trump Kesal
Kapankah Hasil Pemilihan Selesai Dihitung?
Pemilihan tanpa mendatangi lokasi pemungutan suara berpengaruh pada waktu penghitungan suara, dan tidak ada praktek seragam untuk menghitung surat-surat suara tersebut. Ini membuat sulit untuk memprediksi waktu hasil pemilihan.
Contohnya, Pennsylvania dan Michigan – medan pertempuran yang dimenangkan Trump dengan poin kurang dari 1% di tahun 2016 – tidak diharapkan selesai menghitung suara selama beberapa hari. Sementara Florida dan Carolina Utara, sudah mulai menghitung surat suara yang tiba lebih awal, jauh sebelum hari pemilihan.
Surat suara yang tiba lebih awal, sementara itu, dapat menunjukkan hasil berbeda. Biden diharapkan memimpin di antara para pemilih awal ini, contohnya. Sementara, Trump diperkirakan memimpin dengan perolehan suara dari para pemilih yang memilih di Hari Pemilihan. Hingga, hasilnya diperkirakan tidak akan selalu akurat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.