DUBAI,KOMPAS.TV- Pandemi virus Corona membuat hampir semua negara Timur Tengah mengalami resesi ekonomi tahun ini. Seperti diberitakan Associated Press, menurut laporan IMF yang terbit (19/10/2020), ekonomi negara-negara Timur Tengah akan kembali menanjak tahun depan kecuali dua negara, yaitu Lebanon dan Oman.
Hal itu terjadi karena IMF memperkirakan ekonomi global akan menyusut 4,4% tahun ini, menandai penurunan tahunan terburuk sejak Depresi besar tahun 1930-an.
Jauh sebelum virus Corona melanda seluruh dunia, beberapa negara Timur Tengah telah bergumul dengan masalah-masalah mulai dari harga minyak rendah, pertumbuhan ekonomi yang lamban hingga korupsi dan pengangguran yang tinggi.
IMF memproyeksikan ekonomi Lebanon akan mengalami salah satu kontraksi ekonomi paling tajam tahun ini di kawasan sebesar 25%. Pandemi hanya mendorong Lebanon lebih jauh ke jurang resesi ekonomi setelah gelombang demonstrasi anti-pemerintah.
Demonstran Lebanon memprotes maraknya korupsi pejabat pemerintah, kekurangan devisa, hiperinflasi, pemadaman listrik terus-menerus dan meningkatnya kemiskinan. Mata uang Pound Lebanon anjlok 70% dibandingkan akhir tahun lalu, membuat rakyat Lebanon berjuang untuk membeli barang-barang kebutuhan pokok.
Nasib buruk negara ini, bertambah saat sebuah ledakan dahsyat di pelabuhan utama Beirut pada Agustus 2020 menewaskan sedikitnya 180 orang, melukai lebih dari 6.000 orang dan menghancurkan hampir seluruh titik episentrum ledakan hingga beberapa kilometer, menyebabkan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Sementara negara-negara Timur Tengah mendapat kemajuan dengan lebih sedikit kasus positif Covid-19 kematian akibat virus tersebut dibandingkan Eropa dan Amerika Serikat, kawasan ini masih menghadapi tantangan dalam mengatasi penyakit tersebut.
“Risiko dari skenario lebih buruk dari yang diproyeksikan tampak besar, terutama mengingat lonjakan infeksi Covid-19 baru-baru ini di banyak negara di seluruh dunia yang melonggarkan pengetatan,” IMF memperingatkan.
Iran, misalnya, mencatat jumlah kematian harian tertinggi akibat virus itu pekan lalu. Ekonomi Negara tersebut menyusut 6,5% tahun lalu dan diproyeksikan berkontraksi 5% lagi tahun ini. IMF, bagaimanapun, mengharapkan ekonomi Iran untuk pulih dengan pertumbuhan 3,2% tahun depan. Sebagian dari harapan itu didasarkan pada kapasitas masa depan pemerintah Iran untuk mengelola dan mengendalikan pandemi.
“Iran adalah salah satu negara pertama yang menjadi episentrum Covid-19 dan kami sekarang berada di gelombang ketiga pandemi, dan hal itu berada di atas ekonomi yang memang berkinerja buruk karena sanksi (Amerika Serikat),” tutur Jihad Azour, Direktur Departemen Timur Tengah dan Asia Tengah di IMF, mengatakan kepada The Associated Press.
Baca Juga: Dampak Corona, IMF Sebut 100 Negara Sudah Ajukan Permintaan Dana Talangan
Sementara itu, negara-negara kaya eksportir minyak Timur Tengah diperkirakan akan mengalami kontraksi ekonomi sebesar 6,6% pada tahun 2020, kata IMF. Walau begitu, negara-negara Teluk Arab diproyeksikan akan mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata 2,3% tahun depan. IMF mengatakan bahwa proyeksi tersebut didasarkan pada asumsi bahwa harga minyak rata-rata USD 41,69 per barel pada tahun 2020 dan akan naik menjadi $ 46,70 per barel pada tahun 2021.
IMF merevisi estimasi kontraksi ekonomi Arab Saudi dari turun 6,8% menjadi 5,4%. Sebagai salah satu produsen minyak terbesar di dunia dan masuk dalam 20 negara dengan ekonomi terbesar, pemerintah Arab Saudi mengambil langkah berani tahun ini dengan mencoba menopang lebih banyak pendapatan dengan melipatgandakan pajak pertambahan nilai menjadi 15% dan menaikkan cukai.
Mesir adalah satu-satunya pengecualian di wilayah tersebut, mengalami pertumbuhan moderat sebesar 3,5% tahun 2020 setelah pertumbuhan lebih dari 5% setiap tahun selama dua tahun terakhir, akibat penghematan impor minyak akibat rendahnya harga minyak mentah. Namun, Mesir menghadapi tantangan populasi yang sangat besar dan karena pendapatan pariwisata tetap rendah.
Baca Juga: IMF Buka Keran Utang USD 25 Miliar, Indonesia Belum Berminat
IMF, yang dikenal dengan sikap bullishnya pada pajak dan pemotongan subsidi, tidak menyerukan langkah-langkah pengetatan ikat pinggang karena orang berjuang di bawah beban pembatasan sosial dan kehilangan pekerjaan. IMF mengatakan, secara umum, kenaikan pajak akan lebih efektif setelah krisis karena tindakan menaikkan pajak kemungkinan justru akan menghambat pemulihan ekonomi dan mengundang biaya fiskal yang lebih besar di masa depan.
Pemberi pinjaman internasional menyerukan kepada negara-negara fokus pada prioritas memastikan sumber daya yang memadai untuk perawatan kesehatan, dan dengan ketepatan dukungan bagi masyarakat paling rentan.
Sementara itu, eksportir minyak Timur Tengah lainnya seperti Uni Emirat Arab akan mengalami kontraksi ekonomi lebih dari 6% tahun ini, sementara Oman diproyeksikan mengalami penyusutan ekonomi sebesar 10% dan Irak menghadapi kontraksi akibat resesi sebesar 12%, menurut IMF seperti diberitakan Associated Press.
Bank Dunia memperkirakan pandemi menghempaskan 88 juta hingga 114 juta orang di Timur Tengah menjadi sangat miskin, hidup dengan kurang dari USD 1,90 per hari.
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional ILO, jam kerja di negara-negara Arab turun 1,8% selama kuartal pertama tahun 2020, setara dengan sekitar 1 juta pekerjaan penuh waktu. Jumlah itu melonjak menjadi 10,3% pada kuartal kedua, setara dengan sekitar 6 juta pekerjaan penuh waktu. (Edwin S Bimo)
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.