AS Harus Jamin Prabowo Tidak Diadili Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu
Aktivitas Prabowo Subianto dalam dunia militer semasa orde baru penuh dengan dugaan berbagai kasus pelanggaran HAM. Seperti kasus Timor Timur dan penculikan aktivis 1997-1998.
Hikmahanto Juwana menegaskan, keberangkatan Menhan Prabowo harus mendapat jaminan dari pemerintah AS agar Prabowo tidak diseret ke lembaga peradilan atas dugaan pelanggaran HAM masa lalu.
"Pemerintah Indonesia wajib meminta jaminan agar Prabowo saat di AS tidak diseret oleh siapapun ke pengadilan, terutama dari korban atau keluarga korban Timor Timur yang bermukim di AS. Perwakilan Indonesia di AS pun harus mencermati kemungkinan adanya gugatan ke Prabowo baik sebelum maupun saat kedatangannya," tutur Hikmahanto.
Dalam hukum AS, lanjut Hikmahanto, ada dua undang-undang yang memungkinan warga negara asing untuk digugat atas tuduhan penyiksaan dan pembunuhan.
Dua undang-undang tersebut adalah Alien Tort Claims Act 1789 dan Torture Victim Protection Act 1992. Berdasarkan Undang-undang ini korban atau keluarga korban yang mengalami penyiksaan dan pembantaian (extrajudicial killing) di luar AS dapat menggugat pelaku saat keberadaanya di AS. Gugatan diajukan untuk memperoleh ganti rugi.
Baca Juga: Kunjungan Prabowo ke AS: Dikiritik Aktivis HAM, Dibela Pentagon
Beberapa kasus terkait hal dimaksud lanjut Hikmahanto Juwana, pernah dialami Sintong Panjaitan (1994) dan Johny Lumintang (2001) saat berada di AS. Mereka mendapat surat panggilan untuk menghadap pengadilan. Merekapun mengambil keputusan untuk segera meninggalkan AS.
Kasus lain terjadi di Australia tahun 2007 ketika Sutiyoso sebagai Gubernur DKI diberikan panggilan oleh polisi untuk menghadap Pengadilan di New South Wales. Panggilan berkaitan dengan kasus kematian lima jurnalis Australia yang dikenal sebagai Balibo 5.
Bahkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menjadi Presiden di tahun 2010 harus membatalkan kunjungannya ke Belanda. Saat itu kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) mengajukan tuntutan ke pengadilan setempat agar SBY menghadap untuk mempertanggungjawabkan masalah HAM di Indonesia.
Pemerintah Indonesia pada saat itu, lanjut Hikmahanto, meminta jaminan kepada pemerintah Belanda agar SBY aman dari tuntutan. Namun pemerintah Belanda tidak bisa memberikan jaminan tersebut sehingga kunjungan pun dibatalkan pada menit-menit terakhir. (Andy Lala)
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.