JAKARTA, KOMPAS.TV - Simulasi pelatihan hidup di Planet Mars untuk pertama kalinya akan ada di Indonesia. Tidak hanya di Indonesia, simulasi ini juga yang pertama kalinya ada di Asia Tenggara.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dipilih menjadi lokasi simulasi itu. Ide ini berawal dari lembaga nirlaba bernama Indonesia Space Science Society (ISSS).
Lembaga yang berdiri sejak 2015 adalah sebuah platform terbuka yang dibangun untuk siapa saja yang tertarik dengan sains antariksa dan eksplorasi antariksa dari berbagai bidang ilmu dan latar belakang untuk saling bertemu dan berbagi informasi.
Simulasi analog Mars ini bernama v.u.f.o.c Mars Analog Research Station (VMARS). v.u.f.o.c adalah sebuah laboratorium multidisipliner di bawah naungan HONF Foundation dan ISSS, yang fokus pada pengembangan kolaborasi antara sains antariksa, eksplorasi sains, space art, dan astronomical art.
Rencananya pembangunan program VMARS dimulai pada akhir 2020 dan memulai proto program atau purwarupanya pada awal 2021. Lalu pelaksanaan program pertama diperkirakan pada pertengahan 2021.
Fokus VMARS pada riset radio astronomi, mengenal radiasi benda langit, kreasi alternatif space food, inovasi teknologi space farming, serta penelitian extra-terrestrial life.
“Ini akan kami jadikan acuan untuk mengolah logika dan penalaran bagi generasi yang ada sekarang dan akan datang,” ujar Venzha Christ, Direktur ISSS sekaligus penggagas VMARS, Senin (28/9/2020).
Venzha Christ berinisiatif untuk untuk membangun pusat pelatihan hidup di Planet Mars tidak lepas dari pengalaman pribadinya. Ia menjadi orang Indonesia pertama dan satu-satunya yang terpilih mengikuti pelatihan simulasi hidup di Mars, Mars Desert Research Station (MDRS), di Amerika Serikat pada 2018
Simulasi ini digelar oleh Mars Society dan didanai oleh MUSK Foundation yang berada di bawah naungan Elon Musk dari SpaceX di Amerika.
Ia juga pernah mengikuti Simulation of Human Isolation Research for Antarctica-based Space Engineering (SHIRASE) oleh Field Assistant di Jepang pada 2019. Melalui kedua program inilah Venzha Christ mendapatkan pengalaman dan pengetahuan soal membangun pusat pelatihan dan simulasi ini.
Simulasi hidup di Mars juga ada di sejumlah negara, namun dengan fokus dan tujuan masing-masing. Sebut saja HI-SEAS di Mauna Loa - Hawaii oleh NASA, MDRS di Utah oleh Mars Society, MARS-500 di IBMP Moskow hasil kolaborasi antara Rusia-ESA-China, D-Mars di Ramon Crater oleh Israel, F-MARS di Pulau Devon - Kutub Utara oleh Mars Society, dan Concordia Station di Antartika - Kutub Selatan oleh Perancis dan Itali (ESA).
“Masa depan teknologi sains di Indonesia akan sangat tergantung dari proses dan peran yang kita semua lakukan pada saat ini,” tuturnya.
Ia berharap kehadiran VMARS bisa mendorong industri antariksa nasional dan ekonomi kreatif bidang antariksa di Indonesia.
Venzha Christ memaparkan eksplorasi Mars sudah diawali dengan keberhasilan wahana MARINER 4 milik NASA yang melakukan terbang lintas Mars pertama pada 14 sampai 15 Juli 1965.
Ada pula dua probe milik Uni Soviet yang berhasil mendarat pertama kali permukaan Mars, yakni MARS 2 pada 27 November dan MARS 3 pada 2 Desember 1971.
Kegagalan misi juga banyak terjadi pada era 70-an. Pada abad ke-21, sejumlah space agency atau badan antariksa milik pemerintah dan swasta juga turut meramaikan kompetisi menaklukkan Mars, seperti SpaceX, Lockheed Martin, dan Boeing.
Menurut Venzha Christ, Mars dijadikan proyek utama setelah eksplorasi bulan karena durasi hari di Planet Mars (atau sol) sangat mirip dengan bumi. Hari berdasarkan matahari di Mars tercatat selama 24 jam 39 menit 35,244 detik.
“Sangat mirip dengan bumi,” ucapnya.
Mars memiliki kemiringan sumbu sebesar 25,19 derajat, sementara kemiringan sumbu bumi 23,44 derajat. Musim di Mars berlangsung hingga hampir dua kali lebih lama karena satu tahun di Mars sama dengan 1,88 tahun di bumi.
Fakta lainnya, luas permukaan Planet Mars kurang lebih 28,4 persen bumi, sedikit lebih rendah dari luas daratan di bumi yang meliputi 29,2 persen. Sedangkan, jari-jari Mars tercatat setengah dari bumi dan massanya sepersepuluh bumi.
(Switzy Sabandar)
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.