“Kalau sintetis itu warnanya nggak nempel, tenaga juga terbuang, kualitas warna juga kurang cerah,” tuturnya.
Meski memproduksi kaus lukis untuk dijual, pemilik Waroeng Loekis tersebut mengaku lebih mementingkan kepuasan batin dalam melukis.
“Jadi kalau laku itu kan efek. Saya itu menggambar untuk kepuasan batin, enjoy, berekspresi bebas. Kalau masalah laku itu kan efek,” tegasnya.
Untuk memproduksi satu kaus full color, Rudi membutuhkan waktu tiga hari, tetapi ia memerlukan waktu sekitar empat hari jika langsung memproduksi dalam jumlah banyak.
“Kalau langsung lima atau sepuluh bisa empat harian. Lebih cepat kalau langsung banyak. Kan dijejerkan keliling, jadi bikinnya lebih cepat.”
Proses produksi kasu lukis diawali dengan menggambari kaus menggunakan pensil. Setelah itu kemudian dilukis menggunakan cat. Lalu, setelah kering ia melapisi cat batik menggunakan waterglass.
Waterglass berfungsi untuk mematenkan warna dan menghindari adanya sisa cat yang luntur. Setelah melapisi cat dengan waterglass, kaus tersebut dicuci sebanyak beberapa kali hingga tidak ada lagi warna yang luntur.
“Fungsinya untuk mematikan warna setelah finishing. Biasanya semalam terus paginya baru dicuci untuk menghilangkan waterglass dan sisa warna,” jelasnya.
Kaus lukis produksinya banyak diminati oleh wisatawan mancanegara yang mengunjungi Tamansari. Namun, ia mengaku belum pernah melakukan ekspor kaus lukis hasil karyanya.
Baca Juga: Warga Binaan di Lapas Pohuwato Dilatih Melukis Dari Bahan Serbuk Sabut Kelapa
“Banyak tamu mancanegara, mereka banyak yang beli. Kalau lokal kan kebanyakan mikir harga juga. Kalau ngirim cuma di Indonesia, yang keluar negeri itu yang dibeli bule-bule.”
“Kisaran harganya Rp150 ribu, itu untuk kaus anak sampai Rp425 ribu, tergantung full (color) atau tidaknya, tingkat kesulitan juga,” kata Rudi.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.