YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Lulus dari SMKN 1 Wonosari, Gunungkidul, Refi Nurani Nurohmah, dikenal sebagai sosok yang berprestasi di antara para siswa di sekolahnya.
Meski memiliki sederet prestasi, lulusan Otomatisasi Tata Kelola Perkantoran itu sempat berpikir untuk tidak melanjutkan pendidikan selepas tamat sekolah menengah, karena keterbatasan ekonomi keluarganya.
“Sebenarnya dari awal nggak ada rencana untuk kuliah, lulus SMK langsung cari kerja. Saya tahunya kalau kuliah itu kan biayanya banyak, terus saya mikir orang tua saya, mereka sudah tua dan pekerjaan tidak menetap,” kata Refi dilansir dari laman resmi UGM.
Namun, salah satu guru mendorongnya untuk mendaftar kuliah melalui jalur prestasi atau Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Sebab, Refi memperoleh peringkat satu secara paralel, sehingga memenuhi syarat untuk mengikuti SNMPTN.
Baca Juga: Sudah Lolos SNMPTN 2022, Ini Waktunya Cek Daftar Biaya Kuliah di UI, UGM, Unpad hingga ITB
Refi mengaku, dukungan gurunya itu begitu membekas dalam benaknya, hingga mendorongnya untuk mulai mencari informasi dan memberanikan diri berbicara kepada orang tuanya terkait rencana kuliah.
“Kata guru saya, sayang kalau kesempatan itu nggak diambil, lebih baik coba mendaftar saja daripada besok menyesal,” ungkapnya.
Kini ia menjadi salah satu mahasiswa baru atau Gadjah Mada Muda (Gamada) UGM Program Studi D4 Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi, Sekolah Vokasi UGM.
Ia juga termasuk dalam golongan penerima UKT 0 yang dibebaskan dari biaya kuliah.
Baca Juga: Inspiratif, Anak Tukang Las dari Boyolali Bisa Kuliah Gratis di UGM
Ayah Refi, Satiran, sehari-hari bertani di ladang kecil miliknya. Sebagian hasil ladang berupa singkong, kacang tanah, beras, dan jagung dikonsumsi keluarga kecilnya untuk makan sehari-hari. Selebihnya, ia menjual hasil ladangnya sebagai pemasukan bagi keluarganya.
Berbagai pekerjaan serabutan pun ia lakoni bersama sang istri, Surminah, untuk mencari tambahan pemasukan. Terkadang, pasangan itu bekerja di ladang milik orang lain dengan mencabuti rumput atau melakukan pekerjaan lainnya dengan bayaran Rp20 ribu.
“Paling banyak dibayar 20 ribu untuk kerja setengah hari. Kadang dari pagi jam 7 sampai jam 11, atau siang jam 1 sampai jam 5 tergantung yang menyuruh,” jelas Refi.
Surminah juga sesekali membuat produk anyaman untuk dijual dan menerima pesanan keripik yang dibuat dari hasil panenan ladangnya. Refi mengaku membantu menjual keripik tersebut kepada guru-guru di sekolahnya, saat ia masih duduk di bangku sekolah.
Keluarga Refi bertahan hidup dengan penghasilan sekitar Rp200 ribu per bulan. Itu pun jika mereka mendapat hasil ladang yang cukup banyak.
Beruntung, mereka tidak perlu mengeluarkan biaya yang terlalu besar untuk pendidikan anaknya selama ini. Lantaran, sejak bangku SMP, Refi bisa bersekolah dengan beasiswa.
Baca Juga: Masih Dibuka! Beasiswa S1 di UGM hingga IPB dari Tanoto Foundation, Simak Cara Daftarnya
Meski hidup sederhana, kedua orang tua Refi yang menamatkan pendidikan sekolah dasar itu berharap Refi bisa mengenyam pendidikan terbaik, sehingga dapat menjalani kehidupan yang lebih layak di masa depan.
“Saya sudah bilang, sampai mana pun akan saya usahakan untuk sekolah. Saya memang tidak bisa memberi bekal uang, jadi harus ada modal kepintaran dari Refi sendiri. Tetapi, bagaimana pun, harus sekolah,” ucap Satiran.
Ia mengungkapkan bahwa sejak kecil Refi sangat tekun dalam menuntut ilmu dan selalu mengutamakan sekolah. Ketekunan dan kegigihan yang ditunjukkan putrinya itulah yang membuatnya yakin Refi memiliki kemampuan yang cukup untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya.
Di sisi lain, Refi menjelaskan, dirinya mengerti betul kondisi keluarganya sehingga ia enggan memberatkan orang tuanya dengan pengeluaran-pengeluaran pribadi.
Oleh karena itu, sejak beberapa tahun yang lalu ia rutin menjadi guru les bagi anak-anak di desanya. Meski penghasilan yang ia terima tidak seberapa, Refi setidaknya bisa memenuhi uang sakunya sendiri.
Baca Juga: UGM Terima 4.200 Calon Mahasiswa Jalur CBT-UM, Ini 5 Jurusan Saintek dan Soshum Paling Diminati
Untuk menambah penghasilan, sejak bulan lalu Refi juga sudah tinggal di Yogyakarta bersama saudara tirinya. Ia membantu saudaranya berjualan di sebuah angkringan, sembari menunggu panggilan untuk bekerja di sebuah pusat perbelanjaan.
Kedua orang tuanya sempat tidak merestui keinginan Refi untuk bekerja sambil menempuh pendidikan. Mereka ingin anaknya fokus belajar tanpa harus mengkhawatirkan hal-hal lainnya.
Namun, Refi meyakinkan mereka bahwa ia akan berusaha membagi waktu dan tetap mengutamakan kuliah. Satiran dan Surminah pun akhirnya melepas putrinya untuk kuliah di UGM dengan harapan Refi dapat meraih masa depan yang lebih baik.
Sumber : Kompas TV/UGM
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.