JAKARTA, KOMPAS.TV- Mila Kusuma sudah kehabisan akal saat memutuskan untuk menjual ginjalnya. Warga Kampung Rawa Lini, Teluk Naga, Tangerang, Banten ini, tak berdaya dikepung tagihan pinjaman online alias pinjol.
Utangnya mencapai Rp 65 juta. Sementara dia harus menghidupi empat anak sepeninggal suaminya.
“Saya udah kepepet buat bayar utang karena sudah membengkak, sudah besar. Buat nutupin utang selama 5 tahun saya bertahan gali lobang tutup lobang,” terangnya kepada KOMPAS TV, Kamis (30/12/2021).
Segala upaya sudah dia usahakan demi menutupi tagihan kepada lebih 14 Bank dan 6 koperasi. Mulai dari usaha warung sampai kerja serabutan sudah dia lakoni. Bukannya membaik nasib nahas justru terus menimpanya.
Selama lima tahun berjalan, dirinya terus berupaya membayar angsuran ke sejumlah bank keliling dan pinjaman online. Ia menyebut, besaran angsuran yang harus dibayar di antaranya yang paling rendah Rp25 ribu dari pinjaman Rp500 ribu. Lalu yang terbesar di atas Rp200 ribu per bulan.
“Untuk pinjol per bulan itu angsurannya Rp550 ribu per bulan selama 12 bulan,” jelas Mila.
Baca Juga: Terlilit Utang Hingga Rp65 Juta di Belasan Bank dan Pinjol, Seorang Perempuan Nekat Jual Ginjal
Seolah tak menemukan jalan keluar, Mila akhirnya sampai pada solusi menjual organ tubuh berupa ginjal yang dirasa bisa melunasi semua utangnya.
"Saya sudah lelah, banyak nyusahin orang, saudara, orang tua. Apa lagi yang mau saya jual. Tidak setuju tapi utang ini harus dibayar,” ungkapnya memelas.
Hal yang sama terjadi pada Tuti Andriani (46) warga Kelurahan Cibuluh, Bogor. Ibu tujuh anak ini dikejar pinjol dengan tagihan yang memberatkan.
Ia mulai berutang pada Juni 2020 saat pandemi Covid-19 mulai merebak. Ia pinjam Rp1 juta, dikasih Rp700 ribu, dan harus mengembalikan Rp1,2 juta.
"Setiap bulan harus bayar sewa Rp550 ribu. Sebagai pedagang asongan, buat bayar kontrakan, bayar sekolah anak, enggak cukup. Makanya kemarin meminjam dari (aplikasi) pinjaman online (pinjol),” Tuti cerita awal terjerat rentenir online ini, dikutip dari situs ACTNews.
Tuti baru sadar bahwa pinjol membebani bunga pinjaman tinggi. Tak sanggup bayar cicilan, teror pun menghampiri setiap hari.
Kalut akibat banyak utang Tuti berniat menjual ginjalnya.
“Saat saya ngomong niat jual ginjal, mereka bilang ‘pengin viral’ Padahal murni benar-benar tidak punya uang buat anak sekolah,” kata Tuti seraya meneteskan air mata.
Para penjual ginjal karena tekanan ekonomi juga terjadi di negara tetangga. Najbullah (32) pria asal Faryab yang tinggal di kamp pengungsian Herat, Afganistan, harus rela menjual ginjalnya seharga 300.000 Afghani (Rp 55,26 juta) untuk membayar utang pernikahannya.
Dalam adat setempat ia wajib membayar mahar untuk istrinya, dan jika tak bisa melunasi akan menimbulkan risiko pembunuhan.
"Ini akan berakhir dengan perselisihan di mana 8 orang akan dibunuh, jadi lebih baik saya kehilangan ginjal dan jadi setengah hidup," terangnya dikutip Kompas.com dari The Telegraph, Selasa (23/2/2021).
Lelaki itu menjual ginjalnya di rumah sakit setempat yang sering melakukan transplantasi. Orang yang mendapatkan ginjalnya adalah pria dari Kabul, ibu kota Afghanistan.
Mereka menyetujui persyaratan bersama. Sejak operasi Najbullah tak bisa bekerja dan masih punya utang. "Ginjal saya yang satunya sakit sekarang," keluhnya.
lain lagi dengan cerita Wang Shangkuncom, pria asal China yang menjual ginjalnya 9 tahun silam demi mendapatkan sebuah Ipad 2 dan Iphone. Dikutip dari World of Buzz, Wang rela membedah organ tubuhnya dan menjualnya di pasar gelap seharga 220 ribu Yuan (setara dengan Rp 480 Juta).
Tanpa banyak pikir, Wang langsung melakukan operasi di sebuah rumah sakit pusat yang ada di kota Hunan.
Ia langsung mengirimkan ginjal tersebut kepada orang yang tidak diketahui identitasnya.
Baca Juga: Delapan Cara Menjaga Ginjal Anda Tetap Sehat
Pulang ke rumah, sang orangtua curiga pada tingkah anaknya yang tiba-tiba bisa mendapatkan gadget mahal padahal Wang tidak mempunyai uang.
"Kenapa saya perlu dua ginjal? ketika satu saja cukup?," jelas Wang saat itu.
Namun sejak operasi menjual ginjalnya, Wang kini mulai merasakan akibatnya. Ia menderita defesiensi ginjal dan harus terikat pada mesin dialisis.
Di Indonesia, penjualan ginjal atau organ tubuh lainnya masuk dalam kategori pidana. Hal itu termaktub dalam Pasal 64 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa organ dan atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun. Ancaman pidana terhadap jual beli organ tubuh paling lama 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Bunyi pasal 64 Undang-Undang Kesehatan itu berbunyi:
(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/ atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
(2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.
(3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.