Anggapan sakral inilah yang menuntun masyarakat Jawa sebagai pihak yang meluhurkan pergantian tahun dengan ‘laku spiritual’.
Muncullah larangan untuk tidak bepergian jauh tanpa tujuan, tidak menyelenggarakan pernikahan, tidak pindah rumah, dan tidak keluar rumah.
Tundjung bilang, larangan itu muncul sebagai bagian dari cara masyarakat Jawa menyakralkan pergantian tahun.
Dia menjelaskan, larangan tidak boleh keluar rumah pada Malam 1 Suro berkaitan dengan kepercayaan masyarakat tentang kesialan yang akan menghampiri.
Jika seseorang keluar rumah pada Malam 1 Suro, maka akan sial karena diyakini akan bertemu dengan pasukan Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Selatan yang tengah menuju keraton atau ke Gunung Merapi.
“Zaman dahulu, setiap Malam Suro, auranya mistis karena berbagai mitos pantangan keluar rumah itu,” jelas dia.
Baca Juga: Viral Cahaya Melayang di Langit Lampung Dikaitkan Malam 1 Suro, Ini Penjelasan BRIN
Mitos ini berbanding terbalik dengan tradisi Keraton yang menggelar kirab di malam hari. Menurut Tundjung, tradisi ini memiliki hubungan dengan perjanjian yang dikenal dengan perjanjian Abiproyo.
Perjanjian Abiproyo adalah perjanjian antara Panembahan Senopati (Raja Mataram) dengan Nyi Roro Kidul. Disebutkan bahwa Nyi Roro Kidul akan membantu kerajaan Mataram dari musuh.
"Maka, ketika masyarakat Jawa Malam Suro itu ke keraton dianggap sebagai kawula Mataram yang akan terlindungi dari marabahaya dibandingkan jika hanya keluar rumah tanpa tujuan," tandas Tundjung.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.