Kompas TV entertainment lifestyle

Penyebab Tinggi Badan Orang Indonesia Tak Bisa Meningkat Pesat seperti Orang Korea Selatan

Kompas.tv - 20 Januari 2023, 19:28 WIB
penyebab-tinggi-badan-orang-indonesia-tak-bisa-meningkat-pesat-seperti-orang-korea-selatan
Suporter Korea Selatan bersuka ria setelah kemenangan tim bola tangan Korea Selatan atas Jerman pada pertandingan penyisihan cabang bola tangan wanita di Olimpiade 2008 Beijing, 11 Agustus 2008. (Sumber: AP Photo/Lee Jin-man)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Edy A. Putra

 

JAKARTA, KOMPAS.TV – Rata-rata tinggi badan penduduk Korea Selatan (Korsel) meningkat secara pesat. Bahkan, Korsel menjadi bangsa yang paling tinggi di Asia.

Dilansir Kompas.id, dalam kurun 1896 hingga 1996 atau selama satu abad, pertumbuhan tinggi badan penduduk Korsel merupakan yang paling pesat di dunia

Peningkatan tinggi badan penduduk Korea Selatan berkisar 15-20 sentimeter. Hal ini disampaikan dokter spesialis ortopedi, Asa Ibrahim, dalam utasnya di Twitter dan menjadi perbincangan warganet.

Menurut studi berjudul A Century of Trends in Adult Human Height yang dipublikasi pada 2016, peningkatan tinggi badan penduduk Jepang hampir mencapai 10 sentimeter (cm) dalam rentang waktu 40 tahun dari 1965 sampai 2005.

Pada 1965 tercatat, tinggi badan rata-rata penduduk laki-laki di Jepang sebesar 165,9 cm. Itu meningkat menjadi 173,1 cm pada 2005.

Peningkatan juga terjadi pada tinggi badan penduduk perempuan Jepang. Pada 1965, tercatat tinggi badan rata-rata perempuan Jepang sebesar 155 cm, kemudian meningkat menjadi 160,2 cm pada 2005.

Kondisi tersebut justru berkebalikan dengan tinggi rata-rata penduduk Indonesia yang justru cenderung stagnan.

Data menunjukkan, rerata tinggi badan usia dewasa dari 1985 hingga 2019 hanya bertambah 5 cm.

Baca Juga: Panglima TNI Revisi Aturan Penerimaan Taruna, Tinggi Badan Diturunkan Jadi 160 CM

Pada 1985, tinggi rerata penduduk laki-laki dewasa di Indonesia 161,6 cm dan perempuan 150,1 cm. Tinggi badan tersebut meningkat pada 2019 menjadi 166,3 cm pada laki-laki dan 154,4 cm pada perempuan.

“Di Korea, juga di Jepang dan Belanda mencapai peningkatan tinggi badan optimal diakibatkan konsumsi protein yang meningkat dari masa ke masa yang didukung oleh suplai makanan yang melimpah,” ungkap peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Kencana Sari di Jakarta, Kamis (19/1/2023), dikutip dari Kompas.id.

Kurangnya Konsumsi Protein

Sedangkan di Indonesia, konsumsi protein hewani dan nabati sebesar satu banding tiga. Tak hanya itu, konsumsi susu di Indonesia juga masih sangat rendah yakni 16,3 kg per kapita per tahun.

Sebagai perbandingan, konsumsi susu pada penduduk Jepang mencapai 200 kg per kapita per tahun.

Hal itu kian menguatkan pendapat bahwa faktor genetik hanya berpengaruh kecil pada tinggi badan seseorang.

“Walaupun tinggi badan bersifat keturunan tetapi dari lebih 200 gen yang terdeteksi dalam berbagai penelitian genomik hanya 10 persen yang menjelaskan hubungan dengan tinggi badan,” terang Kencana.

Baca Juga: 5 Olahraga Penambah Tinggi Badan, Salah Satunya Bisa Dilakukan sebelum Tidur

Faktor Nongenetik Paling Besar Pengaruhnya

Peran faktor nongenetik, seperti asupan gizi, penyakit, dan lingkungan, jauh lebih besar dalam memengaruhi tinggi badan seseorang.

Dengan demikian, Indonesia seharusnya juga bisa berpotensi mengalami peningkatan rata-rata tinggi badan pada penduduknya.

Tinggi badan penduduk di suatu bangsa secara tidak langsung bisa dipengaruhi pula oleh situasi ekonomi, politik, kualitas kesehatan, pendidikan, budaya, serta sistem ketahanan pangan di negara tersebut.

Ketika kondisi perekonomian suatu negara sedang krisis, angka kemiskinan cenderung bertambah. Tingkat inflasi pun meningkat.

Tingkat inflasi tersebut secara tidak langsung bisa juga berpengaruh pada status gizi masyarakat. Itu terjadi karena daya beli yang berkurang. Sementara di Indonesia, beberapa kali mengalami berbagai krisis.

“Tinggi badan bisa menjadi prediktor dari kondisi kemajuan ekonomi dan lingkungan secara jangka panjang di suatu daerah,” kata Kencana.

Menurut dia, sistem ketahanan pangan di Indonesia yang kurang baik juga berpengaruh pada kecukupan gizi masyarakat. Harga pangan di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan negara tetangga.

Hal tersebut terutama untuk harga pangan protein hewani, seperti daging, ayam, maupun susu. Jenis pangan tersebut dianggap sebagai pangan yang mahal dan sulit dijangkau oleh sebagian masyarakat.

“Padahal untuk tumbuh diperlukan konsumsi protein hewani yang memadai. Tetapi kenyataannya konsumsi protein pada anak di Indonesia sangat rendah dan tidak mencapai angka kecukupan yang dianjurkan,” tuturnya.

Organisasi Kerja sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mencatat, konsumsi daging di Indonesia jauh di bawah rata-rata dunia, baik untuk konsumsi daging ayam, sapi, babi, maupun domba.

Pada tahun 2021, konsumsi daging ayam di Indonesia sebesar 8,1 kilogram per kapita, sementara rata-rata dunia 14,9 kilogram (kg) per kapita.

Untuk rata-rata konsumsi daging sapi di Indonesia sebesar 2,2 kg per kapita, sedangkan di dunia sebesar 6,4 kg per kapita.


 




Sumber : Kompas.id




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x