Kompas TV entertainment selebriti

Remy Sylado Tutup Usia, Maestro Sastra Penggagas Puisi Mbeling, Seniman Multitalenta

Kompas.tv - 12 Desember 2022, 12:56 WIB
remy-sylado-tutup-usia-maestro-sastra-penggagas-puisi-mbeling-seniman-multitalenta
Profil Remy Sylado, sastrawan Indonesia multitalenta yang meninggal di usia 77 tahun. (Sumber: Warta Kota)
Penulis : Dian Nita | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sastrawan sekaligus aktor Japi Panda Abdiel Tambajong atau yang dikenal dengan nama pena Remy Sylado meninggal dunia, Senin (12/12/2022).

Kepergian maestro sastra ini dikabarkan oleh anggota DPR, Fadli Zon melalui akun Twitternya.

"Selamat jalan Bang Remy Sylado. Baru beberapa hari lalu ngobrol tentang Elvis Presley dan manajernya Kolonel Tom Parker. RIP," tulis Fadli Zon dikutip dari akun @fadlizon, Senin.

Dua hari sebelumnya, Fadli sempat terlihat menjenguk Remy yang tengah terbaring di tempat tidur.

Melansir Kompas.com, Remy sempat masuk rumah sakit dan dirawat di RSUD Tarakan Jakarta Pusat pada Januari 2022 lalu akibat penyakit hernia.

Remy sempat hanya dirawat di rumah karena tak bisa menanggung biaya rumah sakit.

Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun saat itu memastikan akan menanggung biaya rumah sakit sang seniman.

Baca Juga: Sastrawan Remy Sylado Meninggal Dunia di Usia 77 Tahun

Profil Remy Sylado

Pemilik nama asli Yusbal Anak Perang Imanuel Panda Abdiel Tambayong ini lahir di Makassar, Sulawesi Selatan pada 12 Juli 1945.

Melansir TribunWiki, saat masih menempuh sekolah dasar (SD) Remy sudah menunjukkan minatnya pada dunia seni dengan menulis kaligrafi Arab.

Sebelum itu, ia bahkan sudah bermain teater ketika berumur empat tahun sebagai seekor domba di kandang natal.

Setelah itu, Remy pindah ke Semarang hingga lulus SMA pada 1959. Di sana, ia sempat bermain teater berjudul "Midsummer Night's Dream" karya Shakespeare.

Nama Remy Sylado mulai disandang sejak ia membentuk grup musik bernama Remy Sylado Company semasa SMA di Semarang. Hal itu pun yang menginisiasi penggunaan nama Remy Sylado. 

Selain itu, jika dilihat lebih cermat, nama itu pun didapat dari chord pertama lirik lagu “All My Loving” milik The Beatles. Lambang 2-3-7-6-1 adalah notasi re-mi-si-la-do.

Setelah lulus SMA, Remy Sylado belajar di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI), Solo dan di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Solo.

Ia kemudian pergi ke ibu kota dan menyelesaika pendidikannya di Akademi Bahasa Asing di Jakarta.

Karir

Remy mengawali kariernya sebagai seorang penulis dengan menjadi wartawan di surat kabar Sinar Harapan pada 1963.

Di samping itu, Remy Sylado juga aktif mengasah kemampuannya dengan menulis kritik, puisi, cerpen dan novel.

Selang dua tahun, Remy Sylado menjadi redaktur Harian Tempo Semarang hingga tahun 1966.

Setelah itu, Remy Sylado menjadi redaktur Majalah Aktuil di Bandung pada tahun 1970.

Penggagas Puisi Mbeling

Remy Sylado dikenal sebagai tokoh penggagas puisi mbeling pada masa Orde Baru sekitar tahun 1972. Mbeling berasal dari bahasa Jawa yang berarti ‘nakal, susah diatur, memberontak’.

Saat itu, puisi mbeling sebenarnya merupakan nama sebuah kolom yang diasuhnya di majalah Aktuil. 

Tujuan dihadirkannya kolom tersebut adalah untuk menampung kreativitas anak muda. 

Menurut kritikus sastra Harry Aveling, puisi mbeling memuat lebih dari sekadar humor getir. Di baliknya tersimpan dengan halus kepahitan pada ketidakadilan yang garang di masyarakat Indonesia saat itu.

Seniman Multitalenta

Bukan tanpa alasan Remy Sylado disebut sebagai seniman multitalenta. Ia dikenal sebagai penulis buku drama, sutradara, aktor teater, pemain film, sinetron, penyair, novelis, hingga pelukis. 

Bahkan, saat usianya yang tak tergolong muda lagi, semangat dan produktivitas Remy masih membara untuk berkarya. 

Kemampuan Remy dalam berbahasa pun patut diacungi jempol. Bahasa yang ia kuasai, antara lain, ialah bahasa Mandarin, Jepang, Arab, Yunani, Inggris, dan Belanda. 

Baca Juga: Doa untuk Remy Sylado Akan Dihadiri Anies, Ganjar dan Presiden Penyair

Remy Sylado pernah mengajar di beberapa perguruan tinggi di Bandung dan Jakarta, seperti Akademi Sinematografi, Institut Teater dan Film, Sekolah Tinggi Teologi.

Berikut ini merupakan karya-karya Remy Sylado serta penghargaan yang pernah ia peroleh.

Puisi

  • Kerygma (1999),
  • Puisi Mbeling Remy Sylado (2004), dan
  • Kerygma dan Martryria (2004).

Prosa (Novel)

  • Gali Lobang Gila Lobang (1977),
  • Kita Hidup Hanya Sekali (1977),
  • Orexas (1978),
  • Ca Bau Kan: Hanya Sebuah Dosa (1999),
  • Kembang Jepun (2002),
  • Kerudung Merah Kirmizi (2002),
  • Pariys van Java (2003),
  • Menunggu Matahari Melbourne (2004),
  • Sampo Kong (2004),
  • Mimi Lan Mintuna (2007),
  • Namaku Mata Hari (2010), dan
  • Hotel Prodeo (2010).

Drama

  • Siau Ling (2001),
  • Jalan Tamblong: Kumpulan Drama Musik (2010), dan
  • Drama Sejarah 1832 (2012).

Film

  • “Tinggal Sesaat Lagi” (1986),
  • “Akibat Kanker Payudara” (1987),
  • “Dua dari Tiga Laki-laki” (1989),
  • “Taksi” (1990),
  • “Blok M” (1990),
  • “Pesta” (1991),
  • “Tutur Tinular IV [Mendung Bergulung di Atas Majapahit]” (1992),
  • “Capres” (2009),
  • “Bulan di Atas Kuburan” (2015), dan
  • “Senjakala di Manado” (2016).

Nonfiksi

  • Dasar-Dasar Dramaturgi,
  • Mengenal Teater Anak,
  • Menuju Apresiasi Musik,
  • Sosiologi Musik, dan
  • Ensiklopeia Musik.

Penghargaan

  • Nominasi aktor terbaik di FFI dalam film “Tinggal Sesaat Lagi” (1986),
  • Nominasi aktor terbaik di FFI dalam film “Akibat Kanker Payudara” (1987),
  • Nominasi aktor terbaik di FFI dalam film “Dua dari Tiga Laki-laki” (1988),
  • Peraih Piagam Apresiasi dari Walikota Solo untuk Bidang Lukis (1989),
  • Man of Achievement dalam Who's Who in Asia and Pacific (1991),
  • Peraih Khatulistiwa Literary Award: “Kerudung Merah Kirmizi” (2002),
  • Peraih Anugrah Indonesia untuk bidang musik (2008),
  • Aktor terpuji di FFB dalam film “Bintang Idola” (2004),
  • Peraih penghargaan MURI untuk bidang puisi “Kerygma & Martyria” (2004),
  • Peraih Satya Lencana Kebudayaan dari Negara/Presiden (2005),
  • Peraih Penghargaan Sastra Terbaik Pusat Bahasa dalam “Kerudung Merah Kirmizi” (2006),
  • Penerima Piagam Apresiasi Masyarakat Budaya Minahasa (2007),
  • Penerima Piagam Piagam PAPPRI untuk Bidang Kritik Musik (2008),
  • Peraih Braga Award (kepelaporan musik sastra) dari Gubenrnur Jawa Barat (2009),
  • Peraih Sastra Bermutu melalui “Can Bau Kan” dari Komunitas Nobel Indonesia (2011),
  • Penerima Piagam Kebudayaan (kepelaporan teater) dari Gubenrnur Jawa Barat (2012),
  • Penerima Piagam Brawijaya dari Pangkima Kodam Brawijaya (2013)
  • Peraih Penghargaan Achmad Bakrie Bidang Sastra dari Freedom institute (2013), dan
  • Penerima Piagam Penghargaan Kerukunan Keluarga Kawuna (2013).




Sumber : Kompas TV, Kompas.com, Tribun Wiki




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x