Sekitar 10 perempuan bekerja di koperasi Ajbane Dakhla, dan mereka mulai membuat keju dengan memanaskan susu unta. Proses yang paling sulit adalah mematangkan keju, yang menghabiskan waktu minimum 12 jam.
Susu unta memiliki kandungan tertentu yang membuatnya sulit mengental, hingga memprosesnya menjadi keju menjadi sebuah tantangan tersendiri.
Meski tahapan memproduksi keju unta merupakan proses yang kompleks, para perempuan di koperasi Ajbane Dakhla kini semakin ahli membuat keju bertekstur lembut itu.
Baca Juga: Digigit Unta, Seorang Laki-Laki Dilarikan ke Rumah Sakit
Kini, koperasi Ajbane Dakhla mampu memproduksi 100 kilogram keju unta setiap bulan. Setiap bulannya, produksi keju menghabiskan 1.000 liter susu unta, karena 1 liter susu unta hanya menghasilkan 100 gram keju saja.
Saat keju sudah jadi, keju kemudian disimpan dalam kulkas bersuhu 4 derajat Celsius dan mampu bertahan selama 15 hari. Satu bungkus keju unta berbobot 100 gram dijual seharga 2,8 dolar AS.
Baca Juga: Lomba Balap Unta Resmi Jadi Warisan Budaya Dunia UNESCO
Lantaran produksinya terbatas, produk keju unta ini kerap menjadi incaran para turis yang datang. Namun, sejak pandemi Covid-19 melanda sepanjang tahun lalu, pariwisata di gurun Sahara dan koperasi Ajbane Dakhla pun terimbas.
Meski menawarkan pemandangan gurun yang menawan, Sahara Barat menyimpan sejarah yang kelam.
Sengketa wilayah yang sejak lama terjadi membuat akses Sahara Barat ke dunia luar terbatas.
Pada 1975, Maroko mencaplok bekas koloni Spanyol ini, yang memicu peperangan selama 16 tahun. Selama 30 tahun terakhir, Sahara Barat mengalami kebuntuan diplomatik dan militer antara Maroko dan Front Polisario, organisasi yang mengupayakan kemerdekaan Sahara Barat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.