Kompas TV ekonomi ekonomi dan bisnis

Tanggapan Pengamat soal Mantan Presiden Diajak Jadi Pengawas Danantara

Kompas.tv - 18 Februari 2025, 21:10 WIB
tanggapan-pengamat-soal-mantan-presiden-diajak-jadi-pengawas-danantara
Direktur Next Indonesia Center Herry Gunawan memberikan tanggapannya soal Presiden Prabowo yang akan mengajak mantan presiden Indonesia sebelumnya untuk menjadi pengawas Daya Anagata Nusantara (Danantara), disampaikan dalam Kompas Bisnis KompasTV, Selasa (18/2/2025). (Sumber: Tangkapan Layar YouTube KompasTV)
Penulis : Tri Angga Kriswaningsih | Editor : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Next Indonesia Center, Herry Gunawan memberikan tanggapan soal Presiden Prabowo yang akan mengajak mantan presiden Indonesia sebelumnya untuk menjadi pengawas Daya Anagata Nusantara (Danantara), badan pengelola investasi untuk konsolidasi kekuatan ekonomi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

"Itu awal informasi yang buruk," tanggapnya disampaikan dalam Kompas Bisnis KompasTV, Selasa (18/2/2025). 

Herry melanjutkan dengan mengatakan alasannya berpendapat seperti itu. 

"Sekarang gini, kalau seluruh mantan presiden diminta untuk mengawasi Danantara, jangan lupa, hanya mantan presiden kita, itu hanya satu Pak Jokowi yang tidak berpartai," ungkap Herry. 

"Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) itu aktif di pengurusan Partai Demokrat, Ibu Mega aktif di pengurusan partai PDI Perjuangan," tambahnya. 

Baca Juga: Apa Itu Danantara dan Bagaimana Fungsinya dalam Ekonomi Indonesia? Ini Penjelasan Presiden Prabowo

Herry menilai, apabila hal seperti ini dilakukan, berarti pemerintah mengabaikan regulasi yang mereka buat sendiri. 

"Bahwa pengurus BUMN itu tidak boleh dari partai politik," sebutnya. 

"Itu kan sama aja dia menelan ludah sendiri," tambah Herry. 

Adapun aturan yang dimaksud mengacu kepada Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, khususnya dalam Pasal 22 dan 55. 

Pasal 22 UU Nomor 45 Tahun 2005 ayat 1 berbunyi, "Anggota Direksi BUMN dilarang menjadi pengurus partai politik dan/atau calon/anggota legislatif." 

Sementara itu, Pasal 55 ayat 1 berbunyi, "Anggota Komisaris dan Dewan Pengawas dilarang menjadi pengurus partai politik dan/atau calon/anggota legislatif."

Sebenarnya tidak hanya pengurus BUMN, karyawan BUMN pun tidak boleh menjadi bagian dari partai politik, seperti disebutkan dalam Pasal 97 UU Nomor 45 Tahun 2005. 

Adapun pasal tersebut berbunyi, "Karyawan BUMN dilarang menjadi pengurus partai politik dan/atau calon/anggota legislatif."

Larangan ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan benturan kepentingan dan menghilangkan fokus kerja. 

Baca Juga: Presiden Prabowo Modali Danantara Lewat Potong Anggaran

Herry berpendapat, boleh saja apabila ada pengawasan dari mantan presiden, begitu pula organisasi kemasyarakatan (ormas), tetapi jangan masuk ke dalam struktur. 

"Awasinya dari luar struktur, jangan masuk di dalam struktur, kalau masuk di dalam struktur ya itulah awal kerusakan Danantara" katanya. 

Ia menyatakan alasannya berpendapat seperti itu.

"Satu, pertama tadi, itu sama aja Danantara ditempelin dengan dunia politik," papar Herry. 

"Yang kedua, duit sebesar itu nanti banyakan yang 'ngemil'," tambahnya. 

Menurut Herry, lebih baik apabila pengawasan diberikan kepada profesional saja. 

"Kasih aja profesional, banyak orang-orang pintar di kita itu," celetuknya. 


 

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Kompas TV




KOMPASTV SHORTS


Lihat Semua

BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x