JAKARTA, KOMPAS.TV – Kesalahan tampilan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di Google Finance yang sempat menunjukkan Rp 8.170 per 1 USD pada Sabtu (1/2/2025) mendapat sorotan dari pengamat keamanan siber. Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Dr. Pratama Persadha menilai kesalahan ini bukan sekadar gangguan teknis, tetapi berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Menurut Pratama, dalam era digital saat ini, masyarakat mengandalkan berbagai platform untuk mendapatkan informasi real-time, termasuk nilai tukar mata uang.
Ketika Google menampilkan data yang jauh berbeda dari sumber resmi, seperti Bank Indonesia (BI) atau platform finansial lainnya, muncul kebingungan di publik.
Baca Juga: Gaduh 1 USD Mendadak Anjlok Jadi Rp8.710 di Google, Bank Indonesia: Kesalahan Teknis
Pratama menilai, kesalahan ini menciptakan harapan palsu, seolah-olah ekonomi Indonesia menguat secara drastis.
Padahal, berdasarkan data dari xe.com dan Bloomberg, nilai tukar rupiah yang sebenarnya berada di kisaran Rp16.304 – Rp16.312 per dolar AS.
Pratama mengidentifikasi beberapa kemungkinan penyebab kesalahan tampilan kurs di Google Finance. Salah satunya adalah kesalahan teknis di Google.
Google menggunakan algoritma yang menarik data dari berbagai sumber pihak ketiga. Jika terjadi bug atau gangguan teknis, data yang disajikan bisa menjadi tidak akurat.
"Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah kesalahan teknis dalam sistem Google atau platform penyedia informasi nilai tukar. Seperti halnya sistem teknologi lainnya, Google mengandalkan algoritma yang menarik data dari berbagai sumber. Jika terjadi bug atau gangguan teknis dalam proses ini, data yang disajikan bisa menjadi tidak akurat atau bahkan menyesatkan," jelasnya.
"Selain itu, Google mengambil data nilai tukar dari berbagai sumber eksternal, termasuk lembaga keuangan, penyedia data ekonomi, dan pasar valuta asing. Perbedaan sumber ini bisa menyebabkan variasi dalam nilai tukar yang ditampilkan," tutur Pratama.
Kemudian, lanjut Pratama, dalam sistem berbasis data, kesalahan manusiawi seperti typo atau kegagalan dalam memperbarui informasi bisa menyebabkan kurs yang salah ditampilkan.
Terakhir, meskipun kecil kemungkinannya, menurut Pratama, ada risiko manipulasi data oleh pihak yang ingin mengacaukan pasar atau menciptakan spekulasi keuangan tertentu.
"Di sisi lain, kemungkinan yang lebih serius namun jarang terjadi adalah manipulasi atau penyalahgunaan sistem akibat peretasan. Meskipun sistem keamanan Google sangat canggih, bukan tidak mungkin terjadi upaya peretasan atau penyusupan oleh aktor jahat yang berusaha mengacaukan informasi finansial. Dalam skenario ekstrem, manipulasi data kurs ini bisa digunakan sebagai bagian dari strategi spekulasi atau disinformasi untuk mengacaukan pasar," paparnya.
Lebih lanjut, Pratama menekankan bahwa kesalahan seperti ini tidak bisa dianggap remeh, terutama karena lambannya perbaikan yang dilakukan.
Baca Juga: Google Akui Kesalahan Data Kurs Rupiah Rp8.170 per 1 USD, Ini Penjelasannya
Google sebagai penyedia informasi utama bagi banyak orang memiliki tanggung jawab untuk memastikan keakuratan data yang ditampilkan.
Pratama menilai bahwa dalam ekosistem digital global, Google seharusnya memiliki mekanisme yang lebih cepat dalam menangani kesalahan informasi finansial.
Jika tidak, kepercayaan publik terhadap akurasi data di platform tersebut bisa menurun karena menimbulkan kebingungan, keresahan, bahkan kegaduhan di tengah masyarakat.
"Ketergantungan publik terhadap Google sebagai sumber informasi membuat kesalahan dalam nilai tukar menjadi lebih dari sekadar kekeliruan biasa," lanjutnya.
"Banyak individu, pelaku bisnis, dan investor yang menggunakan Google sebagai patokan dalam membuat keputusan ekonomi. Jika informasi yang diberikan tidak sesuai dengan kenyataan, hal ini berpotensi menimbulkan dampak finansial yang merugikan, baik dalam skala kecil maupun besar."
"Misalnya, seorang pebisnis yang mengandalkan nilai tukar untuk menentukan harga jual produk ekspor bisa saja membuat keputusan yang salah karena mengacu pada angka yang tidak akurat. Begitu pula dengan wisatawan atau pekerja migran yang hendak menukar uang mereka," ujar Pratama.
Sebelumnya, Google sudah buka suara terkait kesalahan tampilan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) di Google Finance, yang menunjukkan angka Rp8.170 per 1 USD pada Sabtu (1/2/2025).
Perusahaan teknologi raksasa ini menyatakan bahwa data konversi mata uang mereka berasal dari penyedia pihak ketiga dan sedang dalam proses perbaikan.
"Kami menyadari adanya masalah yang memengaruhi informasi nilai tukar Rupiah (IDR) di Google Search," kata tim komunikasi Google dalam pernyataan resmi.
"Data konversi mata uang berasal dari sumber pihak ketiga. Ketika kami mengetahui ketidakakuratan, kami menghubungi penyedia data untuk memperbaiki kesalahan secepat mungkin," demikian pernyataan tersebut.
Kesalahan teknis ini sempat membuat heboh masyarakat dan menjadi trending topic di media sosial.
Pasalnya, perbedaan nilai tukar yang ditampilkan di Google Finance dengan data resmi dari Bank Indonesia (BI) sangat signifikan.
BI mencatat nilai tukar rupiah berada di level Rp16.312 per dolar AS pada Jumat (31/1/2025), jauh dari angka yang ditampilkan Google.
Baca Juga: Ulah Trump Bikin Presiden Meksiko Ngamuk ke Google, Ubah Teluk Meksiko Jadi Teluk Amerika
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.